Selasa, 25 Juli 2017

Reformasi Birokrasi atau Reformasi Pimpinan?

Penulis: Prijono Tjiptoherijanto
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia


"BIROKRAT tulen adalah seorang yang benar-benar mempunyai bakat menakjubkan. Dia menulis dalam bahasa Inggris yang tidak dipahami semua orang di dunia. Dia juga memiliki kemampuan yang luar biasa untuk membuat peraturan yang sangat membingungkan dan tidak mungkin bisa dijalankan." Sindiran Henry Mencken yang ditulis pada 1930 itu sangat tajam menghunjam jantung para aparatur negara. Birokrasi pemerintahan yang menjalankan roda pembangunan dan pelayanan masyarakat.Tidak mengherankan kalau kemudian, Dr Eko Prasojo, guru besar dari Universitas Indonesia, merasa gerah melihat prinsip-prinsip 'good governance' yang menjadi acuan bagi banyak negara di dunia tidak berjalan di RI.

Mengapa semua itu berlaku? Jawabannya sederhana. Belum ada 'kemauan politik' untuk sungguh-sungguh melaksanakan 'tata kelola pemerintahan yang baik' itu. Lalu dari mana seharusnya 'kemauan politik' itu datang? Jawabannya lebih sederhana dari pertanyaannya. Dari pimpinan tertinggi suatu negara. Jadi, mana yang perlu dilakukan lebih awal? Reformasi birokrasi atau reformasi kepemimpinan agar pemerintahan mampu berjalan baik? Dr Mahathir Mohammad, betapa pun banyak pihak yang kurang senang atas tindak-tanduknya, telah meletakkan landasan kuat bagi reformasi birokrasi di Malaysia.

Melalui 'New Economic Policy (NEP)' yang diteruskan dengan 'Malaysian Incorporated', perubahan dalam pengelolaan pemerintahan dilakukan. Meskipun kemudian pada 'Pemilihan Raya 2008' ternyata NEP telah memicu perasaan diskriminatif dari kelompok etnik tertentu karena hak-hak istimewa yang diberikan kepada 'bumiputera', tetap tidak bisa dinafikan bahwa reformasi birokrasi dimulai pada masa pemerintahan Mahathir. Bahkan 'Client Charter' yang berupaya meningkatkan pelayanan kepada konsumen, yaitu masyarakat luas, juga diperkenalkan pada saat itu. Meskipun merupakan semacam tiruan dari sistem administrasi publik di Inggris, tentunya itu tidak perlu dipersoalkan.

Apalagi Malaysia memang juga merupakan anggota dari negara-negara persemakmuran. Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra, yang di tanah airnya menghadapi berbagai dakwaan korupsi, juga seorang pemimpin yang mengawali reformasi birokrasi di negaranya. Badan baru yang didirikan, 'Office of the Public Sector Development Commission (OPDC)', bertugas melakukan reformasi kelembagaan, sedangkan masalah kepegawaian tetap ditangani 'Office of the Civil Service Commission (OCSC)' yang memang telah lama berdiri pada 2002. Setahun setelah berkuasa, Thaksin menunjukkan perhatian yang sungguh-sungguh untuk mereformasi birokrasi.

Melalui lembaga itu kemudian reformasi kepegawaian juga dilakukan dengan memberlakukan golongan 9-11, seperti golongan kepangkatan IV dalam sistem PNS di RI saat ini, atau semacam pimpinan puncak di sektor swasta. Selain memperoleh tambahan penghasilan dalam bentuk bonus yang lumayan, pengangkatan dan penempatan pejabat dari luar birokrasi dimungkinkan untuk golongan kepangkatan itu. Artinya, level direktur, atau setara eselon II atau JPT pratama sampai 'permanent secretary', bisa berasal dari luar jajaran birokrasi pemerintahan.

Lee Myung-bak, presiden Korea Selatan yang baru terpilih pada akhir 2007 dan kemudian dijatuhkan, langsung memerintahkan untuk mereformasi kelembagaan agar mempunyai suatu pemerintahan yang 'kecil tetapi sangat profesional dan kuat'. Dalam bahasa administrasi publik itu sering disebut sebagai suatu pemerintahan 'SPAS' atau kependekan dari 'small, professional, and strong'. Suatu pemerintahan yang berskala kecil dan menyerahkan sebagian besar tugas pelayanan kepada pihak swasta, tetapi pelayanan publik yang sangat mendasar.

Seperti pendidikan dasar dan kesehatan masyarakat, tetap menjadi wewenang negara. Selain itu, untuk memungkinkan pemerintahan yang kecil itu, seluruh lapisan masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi membantu pelaksanaan tugas-tugas pemerintah. Artinya masyarakat tidak perlu selalu bergantung pada negara dalam menyelesaikan persoalan yang dapat mereka tangani sendiri. Kerja sama dari masyarakat luas memang sangat diperlukan demi mewujudkan bentuk pemerintahan yang ingin dibangun semacam itu. Gagasan bentuk pemerintahan yang kecil tetapi kuat ini sebenarnya berasal dari Francis Fukuyama, pemikir politik yang terkenal dengan berbagai pandangannya yang tajam.

Menurutnya, walaupun terpaksa mengurangi wewenangnya dalam bentuk suatu pengelolaan negara semacam itu, pemerintah harus tetap memiliki pengaruh pada bidang-bidang tertentu. Pertahanan, kesejahteraan masyarakat, dan pelayanan publik tetap merupakan wewenang suatu pemerintahan yang perlu dihormati seluruh warga negara. Dalam hubungan ini, sudah betul apa yang diminta Presiden Lee agar Federasi Serikat Pekerja di Korea Selatan benar-benar mengikuti hukum dan peraturan yang berlaku dan tidak seenaknya melakukan pemogokan ataupun protes demonstrasi yang hanya akan mengganggu tidak saja proses produksi, tetapi juga menghambat aktivitas masyarakat luas dalam melaksanakan tugas rutin sehari-hari.

Para pemimpin yang berhasil melakukan reformasi ekonomi pada paruh terakhir abad ke-20 lalu pada umumnya menekankan pragmatisme dan menerapkan ideologi negara, serta betul-betul melakukan pembangunan ekonomi daripada sekadar hanya bermain politik dan pencitraan. Presiden Ronald Reagan, PM Margaret Thatcher, Pemimpin Tiongkok Deng Xiaoping, atau PM Junichiro Koizumi ialah contoh para pemimpin yang berhasil mendirikan landasan kuat bagi negara mereka melalui suatu bentuk pemerintahan yang kecil dan kepemimpinan yang kuat.

Mungkin bahkan sedikit 'tangan besi' seperti yang dilakukan mantan Perdana Menteri Lee Kuan Yew dari Singapura. UU tentang Kepegawaian yang pernah diterbitkan di masa pemerintahan Presiden Habibie pada 1999 dan merupakan amendemen dari UU masa Orba telah direvisi pada 2014 melalui UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Terdapat satu pasal yang tidak pernah dilaksanakan pemerintahan-pemerintahan terdahulu sebelum terbitnya UU No 5 itu. Pembentukan suatu 'Komisi Kepegawaian Negara' atau disingkat KKN, yang mungkin mampu membuat reformasi birokrasi secara baik dan terarah serta bisa saja menjadi landasan dari pembentukan suatu pemerintahan yang kecil, profesional, tetapi kuat.

Melalui UU No 5/2014, Komisi Kepegawaian Negara diubah menjadi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Sayang, tidak seorang pun pemimpin negara yang memikirkan perlunya reformasi birokrasi sesuai dengan pasal-pasal yang berhubungan dengan pembentukan KASN tersebut.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Why casinos are rigged - Hertzaman - The Herald
In the UK, 바카라 사이트 casino games are rigged and there is evidence of fraud, crime or disorder or ventureberg.com/ an goyangfc.com individual's involvement. There หารายได้เสริม are also many https://octcasino.com/

Posting Komentar