Selasa, 05 Februari 2013

Feminisme


   Perempuan beranggapan bahwa status mereka kurang beruntung dari pada laki-laki. wanita tidak memiliki hak untuk mendapatkan politik, hak memilih, pendidikan dan pekerjaan terutama dalam upah. Kedudukan perempuan dianggap tidaklah setara dengan laki-laki dan di nomor duakan.

Kata feminisme sendiri terbentuk pertama kali berawal dari gerakan-gerakan wanita di Eropa yang berujung di Amerika. Perjuangan aktivis gerakan itu melahirkan gelombang pertama feminism dalam menuntut kebebasan perempuan sedunia.

Teori feminis adalah sebuah generasi dari berbagai system gagasan mengenai kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang dikembangkan dari perspektif yang terpusat pada wanita. Kenapa demikian karena sasaran utama studinya bertitik tolak pada wanita, mulai dari pengalaman sampai situasi yang dialami wanita dalam lingkungan sosial. Kedua, sasaran sentral yang dituju dalam teori ini adalah wanita dan ketiga teori feminis berasal dari kepentingan wanita. Tujuan feminisme adalah menunjukan bagimana penilaian tentang suatu kondisi sosial dimana perempuan menempuh kehidupan mereka membuka kesempatan untuk merekonstruksi dunia mereka dan menewarkan kepada mereka prospek kebebasan di masa depan.

 

Feminisme Radikal

Kunci untuk memehami feminis radikal adalah patriaki, menurut feminis radikal patriarki adalah budaya peninadasan diaman kaum wanita dikontor dalam segala bidang hal ini yang membuat feminis radikal lebih memilih memutuskan patriarki dengan cara menghancurkan pengaruh biologis perempuan, menurut mereka dengan menghilangkan pengaruh biologis wanita dengan cara membuat teknologi mengandung diluar ramih akan memutuskan perbedaan gender dan peran ibu akan sendirinya hilang. Selain itu feminis radikal juga melaukan kebebasan perkawinan untuk menghilangkan dominasi laki-laki dengan cara melakukan kebebasan untuk melakukan perkawinan atau tidak sama sekali. terakhir feminis radikal juga melegitimasi kebebasan seks, entah mau sesama jenis ( lesbian/ separasi ) atau tidak.

Shulamith Firestone termasuk yang berasumsi bahwa untuk menghindari terjadinya dominasi dan eksploitasi system patriarki, maka perlu menghilangkan landasan tentang faktor biologis perempuan. System partiarki berlandasakan perempuan mengandung dan melahirkan. Jika ditemukan teknologi yang dapat membuahi diluar rahim maka barulah perempuan mendapatkan kebebasannya.

Kate Millett ( 1934-1977 ), berpendapat bahwa patriarki dibawah oleh control gagasan kebudayaan oleh laki-laki. Sehingga memungkinkan untuk melakukan penindasan terhadap perempuan. Kate berpendapat bahwa bentuk penindasan tidak hanya secara fisik. Tetapi bisa juga dengan melakukan ekspoitasi, dominasi dan pencekalan akses. Feminis radikal tidak begitu memusatkan perhatian pada interaksi umum dalam keluarga atau perkawinan.

Bagi feminis radikal dunia perempuan terancam oleh kekerasn laki-laki, dimana kekerasan juga tergambar dalam bentuk simbolik ( seks heteroseksual )  dan dipromosikan oleh iklan dan ponografi. Feminis radikal merasa potensi ancaman terbesar bagi perempuan justru terjadi dalam kehidupan sehari-hari ( Elizabeth Stanko ). Dalam karya Andrenne Risch dan Andrea Dworkin, perempuan digambarkan sebagai mahluk yang maja, akomodatif, siap sedia bagi laki-laki demi memenuhi hasrat seksual mereka. Sehingga pelecehan seksual, perkosaan dan kekerasan seksual lainnya tidak mengherankan terjadi. Hal ini semat-mata adalah ekspresi kekerasan dari hubungan seksual “normal” antara laki-laki dan perempuan.

Landasan Pemikiran Feminis Radikal

Feminisme radikal didasarkan atas dua keyakinaan sentral bahwa, wanita memiliki nilai positif mutlak sebagai wanita dan wanita dimana-mana ditindas oleh system patriarki. Pada zaman kebengkittannya feminis radikal bergabung dalam organisasi “Black flower” Afrika-Amareika untuk melawan tirani system patriarki. Feminis radikal melihat bahwa didalam setiap institusi dan didalam stuktur masyarakat yang paling mendasar terhadap system penindasan dimana oaring tertentu / lai-laki mendominasi dan penindasan itu terjadi dalam bentuk antar seks ( jenis kelamin ).

Feminis merasa praktik penindasan juga terjadi secara sebunyi, dibalik satandar mode dan kecantikan, dibalik gagasan tirani keibuan, dibalik praktik sinekologi, ilmu kebidanan dan psikoterapi dan balik pekerjaan rumah tangga yang tak diupah atau pekerjaan yang diupah tetapi rendah. Perempuan secara tidak langsung dikendalikan dan dikontorl hidupnya. Jika kita lihat dalam sejarahnya patriarki muncul dari kultur kekerasan terhadap perempuan seperti pembakaran penyihir wanita, pelemparan batu terhadap wanita yang berzinah hingga mati, membuhuh bayi perempuan, membelenggu telapak kaki wanita cina , menyiksa kaum lesbian dan pemaksaan bunuh diri bagi janda hindu. Dari kultur tersebut melahirkan kekejaman dan budaya sadisme terhadap wanita seperti perbudakan seks, praktik pelacuran, kekejaman suami terhadap istri dan sadisme terang-terangan dalam pornografi.

Hal yang membuat patriarki kuat adalah kekuatan mereka yang terkumpul dalam ekonomi, pengetahuan, emosional dan sumber daya lainnya. Dikarenakan perempuan selalu di nomor duakan;  perempuan lebih baik bekerja sebagai ibu, prempuan lebih baik bekerja didapur dan sebagainya, membuat perempuan lebih kecil dari pada laki-laki. Hal ini dikarenakan akses perempuan yang dikontorl, diatur, dicekal dan dimatikan oleh system patriarki. Hal ini yang membuat lai-laki beranggapan bahwa wanita adalah pelayan yang selalu mengalah, alat yang efektif untuk memuasakan nafsu, tenaga kerja yang bermanfaat dan buruh yang murah.

Lantas bagaimana cara mengalahkan system patriarki?

Feminis radikal menjadwab dengan memfungsikan kembali kesadaran mendasar bagi perempuan sehingga setiap perempuan mengakui nilai dan kekuatan dirinya sendiri.
Bagai mana cara mengevaluasi feminis radikal ?

Feminis radikal adalah gabungan baik antara feminis Marxian dan Psikoanalisis. Mereka berlandaskan bahwa patriarki adalah praktik kekerasan terhada wanita, meskipun feminis radikal terlalu memusatkan perhatian pada patriarki sehinga menyederhanakan realitas organisasi sosial dan ketimpangan sosial.

Menolak dan Mendukung Sobordinasi Gender

Bagi semua masyarakat, sebutan lazim yang senama bagi gender adalah subordinasi perempuan, dijembatani oleh kelas dan ras. Dalam bahasan ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar penunjuk, karena dalam setiap masyarakat, Utara maupun Selatan, tradisi politik, cultural dan demokrasi mendiktekan bagaimana seharusnya menyusun subordinasi gender dengan baik. Subordinasi gender menegaskan bahwa dalam skala yang luas dapat dipahami sebagai masalah structural, di atas tinjauan-tinjauan individu dan membentuk pemikiran maupun aksi melalui pranata social, politik, dan cultural maupun ekonomi yang membentuk dunia social.

     Tinjauan pertama di awali dalam meneropong keluarga, seperti mengenai dampaknya, masalah keutamaan laki-laki dan seksualitas, dimana keduanya menjadi isu penting bagi gerakan perempuan di seluruh dunia. Kemudian lebih lanjut akan meneropong isu-isu yang terkait mengenai akses terhadap kekayaan, ritual, tradisi dan tabu cultural. Kekerasan dalam perempuan merupakan salah satu senjata ampuh untuk menjamin kesesuaiannya dengan norma-norma gender, sementara agama digunakan untuk mengabsahkan subordinasi dalam setiap tradisi. Selain itu akan dibahas pula hakikat subordinasi di dalam kultur antara pekerjaan wanita dan pekerjaan laki-laki.

Masalah Struktural

        Sebagian orang yang lahir dan besar di Negara-negara Utara dengan tradisi demokrasi liberal sama-sama memilki asumsi tertentu mengenai perilaku. Hakikatnya, kita percaya bahwa kita melakukan apa yang kita lakukan karena ingin melakukannya, dan berlaku dengan cara tertentu karena kita telah memilihnya. Untuk mengetahui gender mempengaruhi keyakinan dan kebutuhan individu yang mandiri, maka akan di modifikasi pada kebutuhan individu lain yang pada dasarnya orang itu adalah makhluk social.

      Kemudian daripada itu, Pranata social masuk sebagai individu sejak kita memasuki keluarga pada saat lahir, melalui pendidikan, kultur pemuda, dan kedalam dunia kerja dan kesenangan, serta mulai membentuk keluarga sendiri dalam memberi pesan yang jelas kepada seseorang, bagaimana orang “normal” berperilaku yang sesuai dengan gendernya.

            Dalam teori setiap langkah kehidupan terbuka bagi perempuan di Utara. Namun, pada saat bersamaan mereka harus terus-menerus di ingatkan bahwa peran utama seorang perempuan adalah menjadi seorang istri dan ibu. Sesungguhnya, ideal seorang laki-laki akan menjadi mitra kepada siapapun ke semua energy emosionalnya diarahkan dalam lembaga perkawinan. Kemudian apabila kita melihat masyarakat di luar kawasan industri Utara, dimana ideology individualitas dan keyakinan dalam kebebasan individu tidak dominan. Kenyataanya bahwa peran gender tidak bersandar kepada kehendak individu tetapi semata-mata kepada struktur masyarakat menjadi jauh lebih jelas. Dalam dokumen Women Living Under Muslim Laws (Perempuan yang hidup di bawah hukum Islam) menyatakan bahwa, “banyak perempuan tidak memiliki pilihan sama sekali untuk menentukan arah kehidupan dewasanya sendiri, karena pertama-tama mereka di atur oleh ayah dan ibunya dan kemudian oleh suami dan ibu mertuanya”. Agama menentukan cara tertentu dalam berperilaku, begitu pula tradisi. Dapat dikatakan, sebagian masyarakat sangat sulit untuk menolak peran gender, karena sebagian besar masyarakat di dunia ini adalah patriarchal dan melalui struktur kekuasaan itu posisi subordinat perempuan dijunjung tinggi dan dikekalkan oleh peran gender tradisional.

            Partiarki itu sendiri yang dimaksud adalah sebuah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, pemerintahan, militer, pendidikan, industry, bisnis, dan agama yang pada dasarnya perempuan tercerabut dari akses terhadap kekuasaan itu. Pandangan ini berpengaruh penting ketika berbicara tentang peran gender tradisional yang susah berubah. Ini merupakan ciri pokok masyarakat yang terorganisir sepanjang garis patriarchal dimana ada ketidaksetaraan (unequal) hubungan gender (gender inequalities) merupakan sesuatu yang sangat mengancam karena berarti menolak seluruh struktur social. Patriarki mempengaruhi ke semua aspek masyarakat dan system social, oleh karena itu akan ditelaah sebagian aspek dan system ini serta melihat bagaimana strukturnya, yang memberi hak-hak istimewa kepada laki-laki dengan mengorbankan perempuan serta menjunjung tinggi perbedaan gender.

            Dalam hal ini dicontohkan salah satu aspeknya yaitu keluarga. Dapat dikatakan suatu unit Keluarga Inti apabila terdiri atas seorang ibu, ayah, dan dua atau tiga orang anak. Unit ini dikatakan sempurna bagi masyarakat industry karena ini berarti bahwa permintaan akan produk terus berkembang tanpa batas karena keluarga inti memproduksi sendiri. Namun tidak dapat dipungkiri akan terdapat variasi dalam struktur keluarga, dan semakin banyaknya jumlah rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan. Kebanyakan masyarakat berharap bahwa perempuan yang terikat dalam perkawinan tunduk kepada kepala rumah tangganya yaitu laki-laki. Hal ini akan memberi dampak penting kepada perempuan berkenaan dengan control terhadap kehidupan reproduktifnya. 

         Di dalam unit keluarga patriarchal, kepentingan, kebutuhan, dan kekuasaan setiap anggota keluarga akan berbeda. Atas dasar inilah akan muncul perencanaan pembangunan yang peka gender berpendapat bahwa mengambil keluarga sebagai unit dalam perencanaan pembangunan tidak bias menjamin pembagian keuntungan secara merata kepada semua anggota keluarga. Tetapi unit keluarga merupakan focus dominan dalam banyak perencanaan pembangunan, khususnya dikalangan beberapa lembaga dengan agenda Kristen dan dengan komitmen ideologis menegakkan integritas keluarga.

Keutamaan Anak Laki-laki
        
        Dalam pepatah India terdapat istilah membesarkan seorang anak perempuan sama saja seperti mengairi pohon rindang di halaman orang lain. Maksud istilah tersebut adalah apabila kita memiliki seorang anak perempuan, maka ia tidak akan lama berada dalam satu atap dengan orangtuanya, karena hakikatnya perempuan harus mengikuti kemana suaminya melangkah. Salah satu konsekuensi dari posisi subordinat perempuan adalah perkembangan keutamaan anak laki-laki. Tidak sulit untuk memahami mengapa perempuan cenderung lebih menyukai anak laki-laki, karena anak perempuan akan meninggalkan rumah suatu hari anti, mengambil sebagian kekayaan keluaraga dalam bentuk mas kawin, sementara anak laki-laki menawarkan janji autonomi dan autoritas masa depan atas menantu perempuan serta para cucu.

Seksualitas

            Seksualitas adalah kawasan dimana perempuan dalam masyarakat patriarkal merasa dirinya terlalu dikendalikan. Penggunaan bahasa kerap membuat gagasan hak-hak seorang suami atas kemampuan melahirkan istrinya menjadi eksplisit. Ia sendiri menanamkan benih kepada istrinya. Banyak perempuan di seluruh dunia percaya bahwa benih suami mengandung semua yang diperlukan bagi bayi untuk memulai pertumbuhan; ibu hanya memberikan sari makanan agar membuatnya berkembang. Di India bagian tengah dan utara, proses reproduksi diarahkan melalui penggunaan metafora dua istilah yakni “benih” dan “ladang”. Laki-laki memberi benih dan esensi, dan karena benih menentukan jenis anak, maka identiras seorang anak pada dasarnya berasal dari si ayah.

      Kerja perempuan dalam reproduksi ditentukan dan dinilai rendah oleh ideologi yang melihat penghasilan nyata adalah milik laki-laki, demikian pula, kontribusi perempuan terhadap perekonomian rumah tangga diabaikan atau tidak diakui secara nyata. Perempuan dibawah lingkungan patriarki teralienasi dari kerja reproduktif dan produktifnya. Hasil kedua kerja itu milik orang lain.

     Gagasan tentang seksualitas itu sendiri sebagai suatu konstruksi sosial, dan bukan entitas lahiriah secara biologis yang tidak bisa berubah, menjadi penting. Seksualitas dilihat sebagai “cara yang rumit dan beraneka ragam dimana emosi, hasrat dan hubungan kita dibentuk oleh masyarakat dimana kita hidup”. Memahami kekuatan sosial ini merupakan langkah pertama untuk merubahnya, dengan memastikan bahwa perempuan memiliki peluang merenungkan kedudukan dan pengertian seksualitas dalam kehidupan dan hubungannya. Dalam proses ini, muncul masalah identitas, kewajiban, kekuasaan, kesenangan, pilihan dan hati nurani. Serta kesempatan perempuan untuk memiliki autonomi dalam kawasan intim dari hidupnya.

Akses Terhadap Kekayaan

     Menurut hukum Islam, waris yang diterimia seorang anak perempuan dibatasi setengah dari yang diterima oleh anak laki-laki (karena anak perempuan diharapkan menikah dan kebutuhannya dipenuhi oleh suaminya, berarti membiarkan mereka tetap tergantung kepada laki-laki). Di beberapa masyarakat, proses Islamisasi memiliki pengaruh yang mengganggu atas pola pewarisan.

    Di Afrika sub-Sahara, hukum adat melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Hak tanah sering berpindah kepada laki-laki atas asumsi bahwa kepala keluarga senantiasa laki-laki, walaupun ini dapat bererti bahwa anggota keluarga perempuan mungkin sekali kehilangan statusnya sebagai petani independen. Perempuan terpaksa tetap bergantung pada laki-laki untuk menjamin akses terhadap tanah yang diperlukannya guna menanam bahan pangan demi kelangsungan hidup mereka dan anak-anaknya. Akibatnya, banyak perempuan di Afrika dan berbagai belahan dunia lainnya, tetap dirumah perkawinan mereka kendati mengalami perlakuan semena-mena dan kekerasan, karena takut kehilangan akses terhadap beberapa sumber daya yang dimilikinya, tanah dan anak.

     Banyak organisasi perempuan memusatkan perhatian pada hak atas tanah dan kekayaan. Di Zimbabwe, misalnya, perempuan memperolah hak yang sama atas tanah di lahan-lahan koperasi transmigrasi.

Kekerasan Terhadap Perempuan

    Kekerasan menimbulkan rasa malu dan mengintimidasi perempuan; ketakutan akan kekerasan menghalangi banyak  perempuan mengambil inisiatif dan mengatur hidup yang akan dipilihnya. Ketakutan terhadap kekerasan merupakan satu faktor kunci yang menghambat perempuan ikut terlibat dalam pembangunan. Perempuan yang tidak terlalu tergantung kepada suami atau bantuan mitranya mungkin tidak begitu rentan terhadap  kesemena-menaan walaupun laki-laki yang tidak bekerja mungkin juga melampiaskan rasa frustrasinya kepada perempuan.

      Kalau dulu perkosaan dilihat sebagai kejahatan yang dilakukan oleh laki-laki tidak normal yang tidak mampu mengontrol nafsu birahinya, kini perkosaan dilihat sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki “normal” terhadap perempuan: pada dasarnya tindakan itu merupakan mekanisme kontrol dan intimidasi.

      Pornografi juga merupakan bentuk kekerasan lainnya terhadap perempuan yang melanggengkan perbedaan gender. Pembahasan tentang pornografi terhambat oleh gagasan kebebasan, kebebasan berekspresi dan masalah moralitas maupun sensor. Sussanne Kappeler berkeyakinan bahwa masalahnya bukanlah pada isi pornografi: masalahnya karena ada representasi dan makna representasi itu untuk mengubah seseorang menjadi objek. Pornografi mengondisikan kegairahan laki-laki terhadap subordinasi perempuan, penghinaan, kesakitan, perkosaan dan perusakan: baik halus maupun kasar. Si pornografer, orang yang menciptakan kesan, selalu memulai dengan merendahkan subjeknya menjadi objek, sebuah objek yang kemudian dapat dijual kepada laki-laki sebagai kekayaan.

Tabu Ritual, Tradisi dan Kurtural

Dalam tradisi atau kultur tertentu seringkali masalah gender jadi jurang pemisah. Pemahaman tentang perbedaan gender dalam kepemilikan dan kontrol terhadap kekayaan, pembagian kerja secara seksual dan nilai kerja ekonomi perempuan perlu disimbangkan dengan pandangan lainnya. Sebagian antropolog berpendapat bahwa gender merupakan basis sistem sosial ganda; struktur masyarakat secara keseluruhan, keyainan dan perilaku yang bergantung kepada gagasan tentang perbedaan mendasar antar dua jenis kelamin. Pandangan bahwa perempuan bisa bertindak seperti laki-laki masih dianggap tabu disebagian komunitas masyarakat.

Agama

            Menurut dari sebagian besar agama dunia, perempuan diberi peran sekunder dan subordinat. Namun hal ini segera diperbaiki dan dikaji ulang oleh kaum feminis kristen, yahudi, dan Islam dengan meninjau kembali ayat suci mereka. Lalu mereka menyimpulkan bahwa agama mereka menawarkan kemungkinan pembebasan dan perbaikan dalam posisi perempuan, tetapi tradisi dan sejarah telah menumbangkan potensi in dan menggunakan agama untuk menekan perempuan

Kultur Bekerja

Diskriminasi gender dalam pembagian kerja di luar konteks rumah tangga menyentuh hampir semua kerja produktif ekonomis yang di lakukan kaum perempuan di selatan, misalnya dalam sektor informal atau dalam sektor pariwisata dan pelacuran.

  • Perempuan dalam industri manufaktur
Dalam kasus ini, perempuan hanya dijadikan dalam bagian operasional. Sedangkan laki-laki dipekerjakan ditingkatan yang lebih tinggi.
  • Perempuan dalam sektor informal
Dalam kasus ini biasanya perempuan mendapatkan sepertiga upah lebih rendah dibandingkan  laki-laki, mengalami pelecehan seksual, bekerja terus selama hamil, dan tidak memiliki kelengkapan bagi pengurusan anak setelah melahirkan.
  • Pariwisata dan Pelacuran
Pariwisata seks terkadang dibenarkan dengan cara menunjuk pada kemiskinan di negara-negara dimana pariwisata semacam itu terjadi. para turis seks mungkin saja diberitahu mengenai kebutuha individu untuk memperoleh penghasilan keluarga, dan didorong untuk mempercayai bahwa pelacuran merupakan ekspresi autonomi perempuan dalam membuat keputusan atas kehidupan dan perilaku seksualnya sendiri.

Sistem Hukum

            Perbedaan gender dipertahankan dan diabadikan melalui hukum keluarga atau hukum personal suatu negara, yang mugkin menawarkan hak yang sangat berbeda kepada laki-laki dan perempuan. Hukum adat merupakan kekuatan dahsyat di banyak negara, sekalipun ada satu sistem hukum yang berlaku. Dalam hukum adat perempuan cenderung paling didiskriminasi, karena hukum adat berurusan dengan hal-hal seperti hubungan keluarga, perkawinan, perceraian, dan perwalian yang kerap menjadi isu senral dalam kehiduapan perempuan.

Pendidikan

Bagaimanakah pendidikan menopang gender?
1.      kuantitas pendidikan yang didapatkan oleh anak-anak gadis
2.      bobot pendidikan yang diterima
  
    Tidaklah sulit memahami mengapa pendidikan mngkin lebih mengekalkan peran gender ketimbang menolaknya. Kebanyakan guru sendiri tidak menyadari diskriminasi yang dihadapi perempuan sebagai gender dan mereka tidak mampu menolak stereotipe yang bersifat merusak dalam materi pendidikan, pilihan karir yang tersedia bagi anak gadis, dan lingkungan sekolah yang mungkin melakuakn diskriminasi, semata mata karena mereka tidak memahaminya.


Laki-laki Publik : Perempuan Privat

      Satu ideologi paling kuat yang menyoong perbedaan gender adalah pembagian dunia ke dalam wilayah pulik dan privat. Wilayah publik, yang terdiri atas pranata publik, negara, pemerintahan, pendidikan, media, dunia bisnis, kegiatan perusahaan, perbankan, agama, dan kultur, hampir semua didominasi laki-laki. Suku, kelas dan agama mungkin memainkan peran besar dalam memutuskan laki-laki mana yang menjalankan kekuasaan, tetapi akses perempuan terhadap kekuasaan senantiasa lebih kecil dibandingkan akses laki-laki dari latar belakang yang sama.

Referensi
George Ritzer dan D J. Goodman, Teori Sosioligi Modern. Jakarta : Kencana  
PIP Jones, Teori-teori Sosial. Jakarta : Buku Obor
Bahan ajar : Gender dan pembangunan : Bab 4, ( Evy

0 komentar:

Posting Komentar