Rabu, 06 Januari 2016

Peran Pendidikan dalam Pertahanan Nasional

Oleh: Kartika DN.

Abstract
               Education is important in the formation of human life. The persistence of national education prepares people to be able to contribute know their obligations towards the state. There are three reasons for the urgency of education required by Indonesian human reasoning. First, logic-based education serves the people realize that they delegate their representatives to the authority is not the responsibility. Second, the correct way of thinking, because thinking mindset of individuals affected by it. Third, to achieve the effectiveness of Pancasila. In the process of democratization, education can deliver the logic state of Indonesia towards the ideal of social transformation in which public participation (civil society) to support the development process of the country's defense chief. In the era of globalization in addition to regular education from an early age, education national defense against the generation Y becomes important in supporting the achievement of a strong national defense.

Key words: Logic education,social transformation,education national defense,national defense

Pendahuluan
Membahas demokrasi tidak lepas dari kedaulatan penuh rakyat dalam keterwakilan untuk mencapai kesejahteraan hidup bernegara.  Indonesia sebagai Negara yang mencoba menjalani sistem demokrasi, rasanya masih mencapai proses berdemokrasi atau disebut dengan demokratisasi. Demokratisasi adalah proses menuju demokrasi yang terdiri atas dua fase, yaitu transisi dan konsolidasi. Transisi meliputi peralihan dari bentuk pemerintahan non-demokrasi ke demokrasi, sedangkan konsolidasi adalah penguatan demokrasi pasca transisi hingga menjadi budaya masyarakat. Konsepsi transisi banyak dibahas dalam pemikiran O’Donnel dan Schmitter, sedangkan pembahasan konsolidasi bisa ditemukan dalam pemikiran Huntington, Linz dan Stepan, Diamond.

Dengan mengacu kepada dua hal tersebut, maka demokratisasi dapat diartikan sebagai proses menuju demokrasi yang dilalui menurut tahapan transisi hingga konsolidasi. Menurut O’Donnell dan Philippe Schimitter (sebagaimana dikutip dalam Komarrudin Sahid, 2011) secara urut demokratisasi mencakup beberapa proses atau tahapan yang saling berkaitan, yaitu: liberalisasi, transisi, instalasi dan konsolidasi. Liberalisasi adalah proses mengefektifkan hak-hak politik yang melindungi individu dan kelompok sosial dari tindakan sewenang-wenang atau tidak sah yang dilakukan oleh negara atau pihak ketiga Pada tahap ini biasanya ditandai kekuasaan untuk membuka peluang terjadinya kompetisi politik, dilepaskannya tahanan politik, dan diberikannya ruang kebebasan pers.

Ada dua catatan yang bisa diajukan terhadap O’Donnell khususnya pada proses sebelum memasuki tahap transisi. Dia tidak melakukan elaborasi yang menyeluruh mengenai tahap decomposing politics sebelum tahap liberalisasi.Tahap lain selain liberalisasi adalah transisi, yaitu titik awal atau interval (selang waktu) antara rezim otoritarian dengan rezim demokrasi. Transisi diawali dengan keruntuhan rezim otoriter lama yang kemudian diikuti dengan pengesahan lembaga politik peraturan politik baru di bawah payung demokrasi. Pada tahap ini ditandai dengan adanya pemilu.

Setelah transisi yaitu konsolidasi, proses konsolidasi jauh lebih komplek dan panjang dibandingkan transisi. la merupakan proses yang mengurangi kemungkinan pembalikan demokrasi. Didalamnya diwarnai proses negosiasi. Pada fase ini partai politik perlu melakukan pelatihan terhadap kader-kadernva; media massa, asosiasi-asosiasi perdagangan; lembaga-lembaga swadaya masyarakat perlu mengembangkan kapasitasnya untuk bertindak secara mandiri terlepas pada pengaruh negara dan ‘payung’ negara. Pada tahap ini sering juga disebut sebagai tahap kampanye yang digerakkan pada dua front sekaligus. Di satu pihak adalah perjuangan melawan kekuatan-kekuatan anti-demokratis yang mungkin tidak pernah mau mengalah. Di pihak lain adalah perjuangan menampung unsur-unsur yang bersifat memecah belah dari   sistem   politik   itu   sendiri,   misalnya   persaingan memperebutkan jabatan di pemerintahan dan godaan untuk memperlakukan politik sebagai sebuah pertandingan di mana para pemenanglah yang menguasai semua hadiah.

Menurut Beetham dan Boyle (sebagaimana dikutip dalam Komarrudin Sahid,2011) minimal ada empat komponen atau pilar utama dari demokrasi yang sedang berjalan, yaitu pemilihan umum yang bebas dan adil, pemerintahan yang bertanggung jawab, hak-hak politis dan sipil , dan suatu masyarakat yang demokratis atau masyarakat madani. Berdasarkan empat komponen demokrasi tersebut Indonesia masih belum menjalankan sistem demokrasi yang utuh. Sebagai contoh pemilihan umum di Indonesia memang bisa diikuti siapa saja yang memenuhi syarat dan melibatkan seluruh masyarakat Indonesia sebagai pemilih, namun kualitas dan prakteknya yang masih diselimuti dengan kecurangan dan kepentingan-kepentingan individu ataupun kelompok tidak mengantarkan kita kepada makna  pesta rakyat dan keterwakilan sesungguhnya. Pemerintahan yang bertanggung jawab pun belum mencapai kepada keidealan fungsi pemerintah sebagai wakil dari masyarakat, praktek korupsi yang dilakukan oleh pelaku pemerintahan menjadi salah satu penyebab pemerintahan Indonesia belum bertanggung jawab dalam keterwakilan amanat rakyat.

Menurut Daoed Joesoef (2014) dalam suatu Negara demokratis rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Ketika demokrasi ini terpaksa dibuat tidak langsung, yang diserahkan oleh rakyat kepada wakilnya adalah otoritas mengambil keputusan atas namanya, bukan tanggung jawabnya selaku pemegang daulat rakyat. Dia, rakyat tetap merupakan unsur dari pemerintah, turut bertanggung jawab atas jalannya pemerintahan, berhak penuh untuk menegur dan mengoreksi kebijakan-kebijakan kabinet. Sedangkan pemerintah yang sehat adalah yang mampu melihat ke depan, bisa mengatakan kepada rakyat apa-apa yang rakyat perlukan sebelum rakyat itu menyadarinya.









 
Sehingga untuk menciptakan pemerintah yang sehat dan masyarakat yang cerdas,pendidikan hadir dan terus dilakukan untuk menyampaikan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan agar tercipta kerjasama yang baik antara pemerintah yang bijak dalam pembuat kebijakan dan masyarakat yang kritis dalam menganalisis setiap kebijakan yang dihasilkan.

a.    Pendidikan Nalar
Manusia sebagai komponen utama masyarakat haruslah menjadi manusia yang sesunguhnya. Manusia yang dengan potensi nalar dan hati yang dapat melihat objek yang dilihatnya dengan utuh tidak hanya menggunakan nalar namun juga menggunakan hati. Dengan kedua komponen ini, manusia harus mampu menganalisis tindakan yang harus dilakukannya dalam memberikan reaksi terhadap apapun yang terjadi dengan dirinya, dengan lingkungannya bahkan dalam konteks yang lebih luas yaitu dengan negaranya.

     Menurut Daoed Joesoef (2014)agar bisa berpartisipasi aktif dalam negaranya, manusia Indonesia harus memiliki nalar yang baik untuk melihat segala permasalahan yang ada di negaranya. Pendidikan formal berbasis penggunaan nalar harus dibiasakan di kalangan anak-anak sedini mungkin. Terdapat tiga alasan urgensi pendidikan nalar diperlukan oleh manusia Indonesia. Pertama, pendidikan berbasis nalar berfungsi menyadarkan rakyat bahwa yang mereka delegasikan kepada para wakilnya adalah kewenangan (authority) bukan tanggung jawab (responsibility). Kedua, mengoreksi pola pikir masyarakat karena cara berpikir individu terpengaruh oleh pola pikir tersebut. Ketiga, tercapainya efektifitas Pancasila.


 

Skema: Pendidikan nalar dalam pertahanan

Dengan demikian, berdasarkan skema sederhana dia atas dapat kita lihat, bahwa dengan pendidikan berbasis nalar terhadap manusia, akan terbentuk masyarakat yang partisipatif dan teknosof yang mempengaruh tercapainya demokrasi yang ideal yang dapat mengantarkan sebuah negara kepada pertahanan dan pembangunan nasional. Manusia dalam masyarakat akan mengetahui betapa besar dan pentingnya perannya dalam tercapainya demokrasi. Karena secara konseptual, sistem demokrasi yang berlandaskan kedaulatan rakyat menjadikan rakyat sebagai pemeran utamanya. Rakyat yang merupakan gabungan- gabungan dari manusia-manusia.

Konsep pendidikan yang memanusiakan manusia yang dituliskan oleh Ki Hajar Dewantara menjadi dasar penulisan ini. Pendidikan sebagai dasar dalam memerdekakan manusia pada hakikatnya membantu manusia untuk menyadari bahwasannya terdapat kombinasi yang sempurna antara hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Pendidikan menjadi penting keberadaanya bagi manusia untuk mengetahui perannya dalam tatanan sosial dan dalam tatanan kenegaraan. Pendidikan menjadikan manusia mampu menggunakan nalar dan hatinya dalam keseimbangan untuk berbuat lebih dari sekedar pemenuhan hak. Dalam tujuan negara, peran pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa jelas tertulis dalam pembukaan UUD 1945. Dengan hal ini, jelas pendidikan menjadi penting keberadaannya dalam pencapaian tujuan negara.

Kenyataannya saat ini, pendidikan di Indonesia belum mampu membawa manusia kepada kesadaran secara utuh untuk mengetahui peran dan fungsi dirinya di dalam masyarakat dan tatanan negara. Banyak hal yang mempengaruhi pendidikan Indonesia belum memainkan perannya dalam mendidik manusia Indonesia. Beberapa faktor yang mempengaruhi belum optimalnya pendidikan Indonesia diantaranya adalah kualitas pengajar, sarana dan prasarana, motivasi belajar peserta didik, dan pemerataan pendidikan di Indonesia.

Dalam kualitas pendidikan. berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. Hal ini merefleksikan kepada kita bahwa kondisi pendidikan negara Indonesia masih memprihatinkan. Dalam perannya, pendidikan harus mampu menciptakan nalar konstruktif dimana logika yang terdapat pada manusia dapat digunakan sebagai modal untuk mengkritisi dan membangun negara.

b.    Transformasi Sosial
Dalam sistem demokrasi, sebagai pelaksana amanat rakyat keterbukaan pemerintah dalam menjalankan amanat tersebut mutlak menjadi syarat yang harus dipenuhi. Setidaknya terdapat empat syarat tercapainya sistem pemerintahan yang terbuka, yaitu:

a.    social participation (ikut serta rakyat dalam pemerintahan)
b.    social responsibility (pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat)
c.    social support (dukungan rakyat terhadap pemerintahan)
d.    social control (pengawasan rakyat terhadap pemerintahan).[1]

Jika keempat syarat tersebut berusaha dipenuhi dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia bukan hal yang tidak mungkin jika akan tercapai pemerintahan yang transparan yang mampu dengan baik menjalankan amanat yang diberikan oleh rakyat. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam menjalankan amanat ini. Rakyat sebagai pemilik kewenangan kekuasaan juga harus menjalankan perannya dalam bentuk dukungan dan pengawasan terhadap kinerja pemerintah sebagai pelaksana amanat rakyat.

 
Skema: Sinergitas rakyat dan pemerintahan menuju Demokrasi

            Setelah tercapainya kestabilan Nasional didukung dengan kerjasama yang terjalin antara Indonesia dengan Negara-negara lain tentu akan menambah kekuatan Negara Indonesia dalam mencapai kestabilan di seluruh aspek kehidupan. Dalam arus globalisasi seperti saat ini, tidak mungkin negara Indonesia berjalan sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan negara- negara lain. Namun, keterbukaan Indonesia terhadap negara lain harus tetap berdasarkan kepada nilai- nilai kebangsaan yang tidak akan menghapuskan identitas bangsa yang sesungguhnya. Pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang tepat menjadi salah satu modal negara ini agar bisa diperhitungkan oleh negara- negara lain.  Dalam hal ini, pengamalan nilai-nilai Pancasila menjadi hal yang sangat penting tidak hanya dalam tataran masyarakat atau kenegaraan namun juga dalam hubungan internasional. Sehingga, bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar dengan identitas kenegaraan yang utuh dan tidak meninggalkan jati diri bangsa dalam arus globalisasi yang tidak bisa terhindarkan.



 








Skema: Menuju Indonesia Kuat dalam Demokrasi dan Keterbukaan Ideal

Dalam teori yang dikemukakkan oleh Kinsley Davis (sebagaimana yang dikutp oleh Irjayansyah,2013) mengartikan transformasi sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya transformasi sosial menurut Soejono Soekanto adalah kontak dengan kebudayaan lain dan toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang.

Kedua faktor diatas, dibawa arus globalisasi mengakibatkan terjadinya degradasi terhadap moral anak bangsa . Pendidikan moral generasi muda atau pemuda yang kelak menjadi pemimpin negara ini pun menjadi hal yang harus diperhatikan dalam menuju ketahanan nasional. Keberadaan pendidikan menjadi sangat penting dalam penentuan kualitas manusia Indonesia khususnya pemuda. Dengan perubahan gaya hidup,pemuda menjadi sasaran empuk dari pelemahan ideologi terhadap kecintaan dengan bangsanya yang dibawa atas nama globalisasi.

Pelemahan ideologi inilah yang kelak akan menghancurkan negara ini dengan sangat mudah. Penghancuran dengan cara ini,tidak dapat dilihat secara fisik namun memiliki dampak yang mematikan terhadap ketahanan bangsa. Hal ini bisa kita lihat dengan mulai berkurangnya dan memudarnya norma- norma yang berlaku di dalam masyarakat dimana generasi pemuda sebagai salah satu aktornya. Meningkatnya tindak kekerasan antar pelajar dan tingginya angka seks bebas dan aborsi pada usia muda menjadi fakta nyata memudarnya norma yang berlaku di kalangan pemuda.

Sebagai data, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat ada 229 kasus tawuran pelajar sepanjang Januari-Oktober tahun 2013. Jumlah inii meningkat sekitar 44 persen dibanding tahun lalu yang hanya 128 kasus. Dalam 229 kasus kekerasan antarpelajar SMP dan SMA itu, 19 siswa meninggal dunia.  Sementara dari tingkat aborsi, sebagai data  laporan 2013 dari Australian Consortium For In Country Indonesian Studies menunjukan hasil penelitian di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia terjadi 43 persen aborsi per 100 kelahiran hidup. Aborsi tersebut dilakukan oleh perempuan di perkotaan sebesar 78 % dan perempuan di pedesaan sebesar 40 % dengan perempuan yang melakukan aborsi di daerah perkotaan besar di Indonesia umumnya berusia remaja dari 15 tahun hingga 19 tahun. Umumnya, aborsi tersebut dilakukan karena kehamilan yang tidak diinginkan.

Dengan kedua data diatas, dapat kita lihat betapa besar perubahan nilai-nilaii masyarakat terjadi pada generasi muda. Atas nama modernisasi, pemuda mengikuti gaya hidup barat yang berdampak kepada mundurnya pemahaman terhadap nilaii etika,sosial dan kebudayaan Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, pendidikan di lingkungan terdekat seperti keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat menjadi penting adanya untuk mengembalikan generasi muda terhadap nilai-nilai pancasila yang berlaku di Indonesia.

 
       Pengendalian Nilai

Skema: Peran Pendidikan dalam Transformasi Sosial

Dalam analisis yang coba dikemukakan, setidaknya pendidikan memilikii beberapa peran yang harus dijalankan dalam tujuan pembentukan manusia yang merdeka dalam arti seutuhnya seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara. Pendidikan harus mampu membentuk pemahaman manusia bahwa sebagai bagian dari masyarakat, manusia memiliki tugas dan tanggung jawabnya kepada negara. Tidak hanya menjadi manusia yang menuntut haknya, namun juga memenuhii tanggung jawabnya kepada negara seperti turut serta dalam bela negara. Selain itu, pendidikan harus mampu mengantarkan manusia kepada pemahaman tugas dan tanggung jawabnya kepada sesama yang akhirnya akan membuat manusia mampu menerima keragaman yang ada di sekitarnya. Penghidupan nalar manusia juga menjadi bagian penting dari tujuan pendidikan.

Jika ketiga hal ini bisa dijalankan dalam pengaplikasian pendidikan maka negara Indonesia bisa mendapatkan masyarakat yang berkualitas. Berangkat dari pemahaman nalar yang baik akan mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa harus ada peningkatan nilai tambah pada diri manusia yang akan mendorong terciptanya stabilitas nasional. Hal ini disebabkan karena jika manusia mengabaikan pentingnya penggunaan nalar untuk menganalisis segala sesuatu yang terjadi, maka akan terbentuk masyarakat yang hanya bisa menerima dan tidak mampu mengkritisi apa yang terjadi dengan negaranya. Jika hal ini terjadi maka dambaan terhadap tercapainya kehidupan negara yang demokrasi tidak akan terpenuhi, karena manusia mengabaikan nalarnya untuk menciptakan budaya kritis dan inovasi. Sementara dalam sistem demokrasi yang ingin dituju oleh negara Indonesia masyarakat menjadi pemeran utama dalam keberhasilan sistem demokrasi ini.

c.    Bela Negara
Dalam konteks kekinian transformasi sosial di Indonesia haruslah didukung oleh semua pihak. Hal ini dirasa perlu untuk menghadapi berbagai macam bentuk ancaman dari dalam negeri dan luar negeri baik bersifat militer dan nirmiliter. Dalam analisis yang dikemukakan setidaknya terdapat empat hal yang harus diperhatikan dalam menghadapi ancaman nirmiliter. Dalam menghadapi ancaman nirmiliter diperlukan integrasi yang baik dari pemerintah, masyarakat, TNI, dan optimalisasi penggunaan SDA. Ancaman nirmiliter yang bersifat non tradisional harus dihadapi dengan peningkatan kualitas kinerja pemerintah yang efektif,bersih dan berwibawa. Dengan karakter seperti ini maka diharapkan akan menghasilkan kebijakan pertahanan yang tepat dalam penangkalan dan penanggulangan ancaman nirmiliter. Selain peningkatan kualitas pemerintah, masyarakatpun harus turut serta dalam menghadapi ancaman nirmiliter dari negara lain yang bisa dilakukan dengan menghadirkan rasa persatuan dan kesatuan yang melekat dalam profesionalitas sehingga tetap menjadikan kedaulatan negara,keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa sebagai tujuan dalam segala aktfitas yang digeluti. Kemudian,TNI sebagai faktor pendukung dalam menghadapi ancaman nirmiliter perlu mengalami peningkatan nilai keterampilan prajurit, kualitas dan kuantitas alutsista serta pelaksanaan Tri Matra Terpadu dalam mendukung komponen pendukung dan komponen cadangan. Selain ketiga hal tersebut, diperlukan peningkatan pengelolaan Sumber Daya Alam Energi dan Non Energi sebagai pendukung menghadapi ancaman nirmiliter dari negara lain. Keempat hal ini menjadi sangat penting diperhatikan dalam menghadapi ancaman nirmiliter yang mengancam seluruh aspek kehidupan manusia dan akan berdampak kepada kedaulatan negara,keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.




 
 Skema:sinergitas masyarakat menghadapi ancaman nirmiliter

Dalam menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia kehadiran pendidikan bela negara menjadi penting dilakukan. Pendidikan bela negara yang mengandung nilai-nilai kebangsaan seperti cinta tanah air,kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan pada Pancasila sebagai ideology negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara akan mampu menghidupkan kesadaran masyarakat terhadap tugasnya dalam mempertahankan kedaulatan negara dan rasa memiliki tanah air. Nilai-nilai yang terkandung dalam bela negara dapat dilakukan dan diwujudkan dalam profesionalisme setiap individu-individu dan seluruh komponen masyarakat Indonesia dalam rangka pembangunan pertahanan negara yang kuat. Berikut skema mengenai profesionalisme bela negara dalam setiap individu dalam menghadapi anvaman militer dan nirmiliter yang menjadi potensi ancaman negara Indonesia saat ini.




 
Peran Pemerintah,Masyarakat dan Ilmuwan
 
  
Pembahasan mengenai program pendidikan bela negara menjadi hal yang ramai diperbincangkan belakangan ini di masyarakat Indonesia. Pro dan kontra terhadap program pendidikan ini menjadi issue yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sebagian opini yang mendukung menganggap program ini dapat berdampak kepada tumbuh dan meningkatnya rasa cinta tanah air masyarakat terhadap negara Indonesia. Sementara penolakan yang berasal dari masyarakat diindikasikan karena rasa ketakutan dan kekhawatiran masyarakat terhadap bayang-bayang pola pendidikan militer yang menggunakan kekuatan fisik akan membungkus program bela negara ini.

Keterlibatan individu dalam upaya bela negara secara konstitusional di Indonesia tertulis jelas pada pasal 27 ayat 3 UUD 1945 yang menuliskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Hal ini menunjukan bahwa sebagai warga negara, masyarakat berhak dan wajib dalam mengikuti upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mempertahankan keutuhan negara dalam program pendidikan bela negara.

Dilihat dari kondisi masyarakat Indonesia yang sedang berada dalam proses demokratisasi, masyarakat memiliki hak untuk bersuara dalam menyampaikan penerimaan dan penolakan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Reaksi penolakan yang berasal dari masyarakat pada tulisan ini difokuskan kepada penolakan masyarakat Indonesia yang masuk ke dalam kategorisasi Y Generation.

Istilah generasi Y pertama kali digunakan dalam editorial koran besar di Amerika Serikat bulan Agustus tahun 1993. Dalam tulisannya Octa Melia Jalal (2013) menyebutkan bahwa Generasi Y adalah generasi yang lahir diantara tahun 1980-an hingga 1990-an. Generasi ini memilki beberapa karakter yang membedakan dengan generasi sebelumnya (X generation). Octa Melia Jalal mendefinisikan karakteristik generasi Y sebagai berikut:
a.    Komunikasi yang terbuka
b.    Pemakai media sosial yang fanatik
c.    Kehidupannya terpengaruh dengan teknologi
d.    Fokus terhadap kesejahteraan
e.    Reaktif terhadap perubahan lingkungan

Kelima karakteristik generasi Y yang dikemukakan di atas akan berbeda beda pada setiap individu. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia dibesarkan, strata ekonomi dan status sosial keluarga. Menurut William Strauss dan Neil Howe dalam Octa Melia, generasi Y merupakan generasi yang istimewa. Menurut mereka generasi Y merupakan generasi yang dikategorikan sebagai hero, dengan karakteristik sangat percaya kepada institusi dan kewenangan, terlihat sedikit konvensional akan tetapi sangat berpengaruh. Alur pemikiran mengenai perspektif bela negara oleh generasi Y dituliskan dalam skema sederhana berikut ini,








Text Box: Pendidikan Bela Negara

 



              
Skema: Pendidikan Bela Negara Generasi Y
              
       Dengan melihat karakteristik yang dimiliki oleh generasi Y kita bisa membuat perkiraan reaksi yang akan muncul dari program pendidikan bela negara oleh pemerintah terhadap keterlibatan generasi Y .Dalam aspek dukungan, jika sosialisasi program pendidikan bela negara ini mampu meyakinkan generasi Y untuk terlibat maka negara Indonesia akan mampu memaksimalkan generasi Y sebagai komponen cadangan untuk memperkuat pertahanan negara. Melihat karakter generasi Y yang sangat aktif dalam media sosial dan teknologi, pemerintah bisa mendekati generasi Y melalui pendekatan media sosial dan teknologi. 

        Pendekatan berbasis media sosial bisa dilakukan dengan membuat akun bela negara di media sosial yang sering digunakan oleh masyarakat. Tidak hanya pemaksimalan dalam sosialisasi di media sosial yang berisikan tentang pengetahuan dan urgensi bela negara. Pendekatan berbasis teknologi juga bisa dilakukan pemerintah melalui pesan singkat operator provider dan membawa issue bela negara dalam perspektif yang bisa dijangkau oleh masyarakat generasi Y.  Pemerintah bekerjasama dengan pihak lain seperti media massa bisa bekerjasama untuk mengadakan kompetisi kekinian untuk memperkenalkan konsep bela negara kepada masyarakat generasi Y.

    Dengan pendekatan berbasis media sosial dan teknologi inilah, generasi Y akan mengenal konsep bela negara lebih baik. Melihat potensi jumlah generasi Y yang sangat besar dan prediksi usia produktif di tahun 2030 berasal dari generasi Y saat ini, seharusnya pemerintah mampu menentukan langkah strategis untuk mendekatkan konsep bela negara kepada generasi Y. Evaluasi secara berkala perlu dilakukan ketika melihat reaksi penolakan terhadap program bela negara berasal dari generasi Y.
Text Box: Optimalisasi sosialisasi dan pendidikan dalam Media Sosial dan TeknologiText Box: Generasi YText Box: Pendidikan Bela Negara                                                                                                      





Skema: Optimalisasi Penggunaan Media Sosial dan Teknologi

d.    Menuju Pertahanan Nasional
Dalam bukunya yang berjudul Studi Strategi Logika Ketahanan dan Pembangunan Nasional Daoed Joesoef (2014) memasukkan faktor kecerdasan rakyat sebagai salah satu factor yang mendukung tercapainya ketahanan dan pembangunan nasional. Melalui peningkatan kualitas pendidikan maka akan berdampak pula terhadap majunya kecerdasan masyarakat yang akan bermuara pada kokohnya pertahanan nasional. Melalui pendidikan, penanaman nilai yang akan menambah nilai manusia sebagai human akan terjadi. Manusia dengan kemampuan berpikir logisnya dan tetap menjunjung nilai-nilai yang tetap berada dalam masyarakat dan tertulis dalam Pancasila akan membentuk peradaban masyarakat yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan inovatif. Dengan hal ini, manusia akan mengetahui secara utuh tugas dan perannya dalam menjalankan fungsinya sebagai makhluk sosial. Sehingga, dalam perjalanannya bernegara individu sebagai komponen terkecil sekaligus pelaku dan pemegang kekuasaan masyarakat dapat menjalani fungsi kontrol terhadap pemerintah yang menjalani sitem demokrasi seperti Indonesia.

Dalam skema sederhana berikut ini, kita bisa melihat keterkaitan antara pendidikan dan terciptanya stabilitas ketahanan nasional.
 















Skema: keterkaitan pendidikan dan stabilitas pertahanan nasional





Penutup
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam tataran kenegaraan pendidikan akan menghasilkan dan melahirkan generasi bangsa yang berkualitas untuk memperkuat komponen masyarakat sebagai subjek kehidupan bernegara. Sebagai subjek kenegaraan manusia yang berpendidikan akan menjadi pengambil kebijakan politik yang bijak. Dalam tatanan kemasyarakatan, masyarakat yang berpendidikan akan menjadi masyarakat yang cerdas yang mampu mengkritisi jalannya pemerintahan yang telah diberikan kewenangan untuk mengatur urusan pemenuhan kesejahteraan seluruh masyarakat.

Seperti yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 bahwa negara Indonesia menjadikan pencerdasan kehidupan berbangsa sebagai salah satu tujuan kemerdekaan,maka pendidikan menjadi salah satu faktor yang harus dan terus dilakukan agar dapat mencapai kepada tujuan negara ini. Sebab untuk menghasilkan orang-orang yang mampu diandalkan membuat keputusan untuk masa depan negara ini diperlukan pembangunan secara berkelanjutan dalam pendidikan.  

Pendidikan diharapkan mampu mengantarkan kehidupan masyarakat Indonesia dan terus mengiringi perubahan-perubahan yang ada di dalam masyarakat seiring dengan perkembangan zaman. Dalam proses demokratisasi yang dilalui oleh negara Indonesia,pendidikan mampu menghadirkan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang harus dimiliki oleh setiap individu. Nilai-nilai yang sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di dalam kehidupan bernegara menjadi pegangan yang harus dimiliki dan diamalkan dalam pikiran dan perilaku manusia Indonesia. Individu yang cerdas akan mampu menjalani fungsinya sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Individu yang cerdas akan mampu memainkan perannya tidak hanya dalam pemenuhan hak namun juga menunaikan kewajibannya terhadap negara.

Dalam pemenuhan kewajibannya terhadap negara pendidikan bela negara menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan untuk kembali menumbuhkan semangat keIndonesiaan pada setiap jiwa masyarakat. Arus globalisasi yang hadir tanpa batas perlahan demi perlahan telah berdampak kepada berkurangnya rasa nasionalisme dan cinta tanah air kepada masyarakat Indonesia,secara khusus generasi muda. Generasi muda atau generasi Y merupakan generasi modern yang kini terbawa dengan arus globalisasi dan menjalani kehidupannya sebagai masyarakat modern. Dimana sebagai masyarakat modern generasi ini bebas melakukan apapu yang diinginkannya dan cenderung mengabaikan kewajibannya kepada negara.

Pendekatan-pendekatan kekinian perlu dilakukan untuk melakukan sosialisasi nilai-nilai yang ada dalam pendidikan bela negara terhadap generasi Y. Pemaksimalan penggunaan perkembangan teknologi harus dilakukan agar sosialisasi ini bisa dilakukan secara efektif. Pendidikan dengan pendekatan karakter juga bisa dilakukan untuk menyampaikan nilai-nilai yang ada dalam bela negara. Generasi yang khas dengan kecanggihan teknologi dan karakter yang unik seperti generasi Y dapat dimaksimalkan sebagai komponen pendukung menuju pembangunan pertahanan negara.



Referensi
Australian Consortium For In Country Indonesian Studies, Data Persentase Angka Aborsi Pada Usia Remaja diakses di http://www.cnnindonesia.com, tanggal 22 Agustus 2015
Indeks Pembangunan Pendidikan Atau  Education Development Index (EDI) diakses di http://disdikpora.palangkaraya.go.id/,tanggal 22 Agustus 2015
Irjayansyah. Transformasi Sosial ,diakses di www.academia.edu, tanggal 23 Agustus 2015

Joesof, Daoed. Studi Strategi Logika Ketahanan dan Pembangunan Nasional. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. 2014.
Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Data Kasus Tawuran Pelajar 2013 diakses di http://metro.tempo.co, tanggal 22 Agustus 2015
Sahid,Komarrudin. Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia Indonesia. 2011.

http://suaragempal.blogspot.com/2012/11/keterbukaan-dan-jaminankeadilan_18.html


[1] http://suaragempal.blogspot.com/2012/11/keterbukaan-dan-jaminan-keadilan_18.html

0 komentar:

Posting Komentar