Indonesia adalah Negara yang kaya-raya,
segala sumber daya alam melimpah-ruah bahkan penyanyi “koes
plus” mengibaratkan tanah kita seperti tanah surga, apa yang kita lempar
bisa menjadi tanaman -katanya.
Perkebunan, industri ekstratif dan perusahaan
migas di Indonesia sangatlah banyak, bahkan Indonesia termasuk negara penghasil
sawit nomer satu dunia menurut data lembaga independen internasional Oil World,
disusul oleh Malaysia di pringkat kedua. Sangat wajar jika ASIA Tenggra sangat dilirik
untuk memimpin agrobisnis dunia.
Data Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral tahun 2001-2008 mencatat terdapat 2.531 izin baru untuk pertambangan
sekala kecil didaerah Kalimantan (10% terdapat di Kalimantan selatan), bayangkan
bagaimana kayanya kandungan perut bumi Indonesia, belum lagi di Papua, Sumatra
dan Sulawesi.
Indonesia adalah lautan yang ditaburi
pulau-pulau kecil (menurut sebagaian orang), sangat wajar jika di zaman majapahit,
nusantara adalah pengendali pelabuan dunia. Budaya maritim yang kental berpadu
dengan budaya tanah (pertanian dan bercocok tanam), sangat wajar jika banyak negara-negara
eropa pencari tanah indonesia. Kilang-kilang minyak didirikan di tengah lautan,
setelah habis ditemukan lagi yang baru di daerah lain dan seterusnya, begitu
kayanya bangsa ini sampai banyak perusahaan asing yang rela bekerja sama dengan
Indonesia.
Sungguh Indonesia adalah negerinya
berkah, tanah dan airnya sangatlah kaya bahkan Negara lain belum tentu memilikinya.
Akan tetapi kekayaan indonesai hari ini sangat semu, dimana kemiskinaan dan
ketimpangan meraja rela ditengah kekayaan ini. Bangsa kita tidak pintar
mengelolah dan memanfaatkan kelebihan indoensia yang ada di garis katulistiwa.
Dari pernyataan diatas, timbul
pertannyaan apakah bangsa kita adalah bangsa yang konsuntif, malas dan serakah sehingga
kita tidak bisa berdiri dan bangkit menuju kesejahteraan yang diidam-idamkan
oleh rakyat indoensia.
Seperti yang dikatakan Jurnalis senior, Mochtar Lubis dalam bukunya “Manusia Indonesia”, ia menggambarkan
sifat negatife bangsa ini yang harus diubah jika ingin maju seperti lemah
watak, boros, feodal, enggan bertanggung jawab, munafik dan percaya tahayul.
Mochtar lubis percaya bahwa masih ada sifat yang baik dari bangsa ini seperti
kreatif dan berjiwa artistik yang bisa dikembangkan sebagai harapan bangsa.
Penulis memperhatikan padangaan “negara
ini tidak maju akibat kurangnya entrepreneur”,
katanya jumlah entrepreneur kita
hannya 0,18% dari jumlah penduduk (Kompas.com 2011) sehingga dirasa kurang dari
harapan 2% atau jumlah minimal. Bagi penulis padangan tersebut sedik aneh, meski
tidak mayoritas kita bisa melihat gigihnya suku Madura, Bugis, Padang, Sunda, Jawa
dan Minang dalam berwirausaha, mereka sangat terampil berdagang dengan
kemampuan dan jenis perdangaan yang berbeda-beda. Lantas apakah kita masih bisa
dibilang kekurangan entrepreneur? Atau
jangan-jangan sistem kapitalis liberal menyumbang andil terhadap hilangnya
kesempatan dan akses para pedagang lokal?. Dengan kapital yang besar kapitalis mampu
melakukan dominasi dan monopili sehingga menggusur pedagang-pedagang kecil
dengan hegemoni modernisasinya.
Kita bisa lihat bagaimana gigihnya orang
Madura dalam berjuang mencari sesuap nasi, bahkan diantara mereka hidup
berkecukupan hannya bermodal tanah sepetak. Orang tegal dengan WARTEG’nya, Sundan
dengan Warung BURJO’nya atau Suku Padang yang terkenal dalam dibidang bisnis kuliner
bernama Masakan Padang, hal tersebut menunjukan bahwa kita bangsa pedagang yang
produktif.
Penulis juga tidak jarang melihat
para pekerja malam seperti petugas kebersihan, lihat meski malam hari meraka mau
untuk bekerja. Pernah juga melihat ibu-ibu separuh baya pada pukul 03.00 Pagi, membawa
karung dan tusukan yang terbuat dari besi. Apakah hal tersebut mengambarkan
bangsa kita adalah bangsa yang malas?. Meski tidak bisa menjadi sampel dari
populasi yang besar penulis ingin sampaikan bahwa kita tidak bisa di general-kan sebagai bangsa yang malas,
kita adalah bangsa yang pekerja
keras..
Kita bisa jalan-jalan ke pasar dan
melihat sistem pembagian kerja -meski masih sederhana, dari rutinitas dan
kesibukan pasar kita bisa ambil satu contoh yaitu sayuran. Sayuran yang ditanam
para petani atau buruh tani di ladang dikumpulkan ke pengepul barang/ sayur
yang dating pada tiap musim panen, disortir kepara pedagang-bedagang pasar dan
dibeli oleh para konsumen, ada yang berperan sebagai kuli angkut ada juga yang
menjaga kebersihan, keamanan dan supir/ tukang becak. Dari pembagian kerja
tersebut terciptalah roda ekonomi yang berputra dan saling menghidupkan dan melengkapi.
Kita bisa melihat bawha kitapun bisa berorganisasi dengan baik meski sederhana.
Tidak ada monopoli yang merugikan masyarakat, semuanya bekerja dan mendapatkan
untung, kita bisa berbagi dan adil.
Oleh Karena itu penting rasanya bagi
kita untuk menamkan rasa kebangsaan yang besar, dengan setia pada nilai-nilai
luhur demi terciptanya Indonesia yang lebih baik lagi. Tanah dan laut Indonesia
memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah dan budaya yang beragam menunjukan kita
adalah bangsa yang besar. Sebuah penghianatan jika kita sia-siakan dan tidak di
maksimalisasikan untuk kepentingan bersama.
Mari bersama-sama kita patahkan
mitos-mitos negatife tentang bangsa ini, mari kita cari hal positif dari bangsa
ini sehingga Indonesia bisa menjadi MACAN ASIA. Bila perlu bangsa ini harus
mandiri dan melepaskan belenggu asing yang seolah menjadi lintah darah bangsa.
Banyak hal positif tentang bangsa
ini, tugas kita adalah membangun harapan-harapan dari apa yang kita punnya. Merakit
tiap mimpi-mimpi kita dan menjadikannya alat untuk menciptakan kendaraan yang mengantarkan
Indonesia menuju kesejahteraan sosial.
0 komentar:
Posting Komentar