Oleh: Kartika DN.
Abstract
Abstract
Education is important in the
formation of human life. The persistence of national education prepares people
to be able to contribute know their obligations towards the state. There are
three reasons for the urgency of education required by Indonesian human
reasoning. First, logic-based education serves the people realize that they
delegate their representatives to the authority is not the responsibility. Second,
the correct way of thinking, because thinking mindset of individuals affected
by it. Third, to achieve the effectiveness of Pancasila. In the process of
democratization, education can deliver the logic state of Indonesia towards the
ideal of social transformation in which public participation (civil society) to
support the development process of the country's defense chief. In the era of
globalization in addition to regular education from an early age, education national
defense against the generation Y becomes important in supporting the
achievement of a strong national defense.
Key words: Logic education,social
transformation,education national defense,national defense
Pendahuluan
Membahas
demokrasi tidak lepas dari kedaulatan penuh rakyat dalam keterwakilan untuk
mencapai kesejahteraan hidup bernegara. Indonesia sebagai Negara yang mencoba
menjalani sistem demokrasi, rasanya masih mencapai proses berdemokrasi atau
disebut dengan demokratisasi. Demokratisasi
adalah proses menuju demokrasi yang terdiri atas dua fase, yaitu transisi dan
konsolidasi. Transisi meliputi peralihan dari bentuk pemerintahan non-demokrasi
ke demokrasi, sedangkan konsolidasi adalah penguatan demokrasi pasca transisi
hingga menjadi budaya masyarakat. Konsepsi transisi banyak dibahas dalam
pemikiran O’Donnel dan Schmitter, sedangkan pembahasan konsolidasi bisa
ditemukan dalam pemikiran Huntington, Linz dan Stepan, Diamond.
Dengan mengacu kepada dua hal tersebut,
maka demokratisasi dapat diartikan sebagai proses menuju demokrasi yang dilalui
menurut tahapan transisi hingga konsolidasi. Menurut O’Donnell dan Philippe
Schimitter (sebagaimana dikutip dalam Komarrudin Sahid, 2011) secara urut
demokratisasi mencakup beberapa proses atau tahapan yang saling berkaitan, yaitu:
liberalisasi, transisi, instalasi dan konsolidasi. Liberalisasi adalah proses
mengefektifkan hak-hak politik yang melindungi individu dan kelompok sosial
dari tindakan sewenang-wenang atau tidak sah yang dilakukan oleh negara atau
pihak ketiga Pada tahap ini biasanya ditandai kekuasaan untuk membuka peluang
terjadinya kompetisi politik, dilepaskannya tahanan politik, dan diberikannya
ruang kebebasan pers.
Ada dua
catatan yang bisa diajukan terhadap O’Donnell khususnya pada proses sebelum
memasuki tahap transisi. Dia tidak melakukan elaborasi yang menyeluruh mengenai
tahap decomposing politics sebelum tahap liberalisasi.Tahap lain selain
liberalisasi adalah transisi, yaitu titik awal atau interval (selang waktu)
antara rezim otoritarian dengan rezim demokrasi. Transisi diawali dengan
keruntuhan rezim otoriter lama yang kemudian diikuti dengan pengesahan lembaga
politik peraturan politik baru di bawah payung demokrasi. Pada tahap ini
ditandai dengan adanya pemilu.
Setelah
transisi yaitu konsolidasi, proses konsolidasi jauh lebih komplek dan panjang
dibandingkan transisi. la merupakan proses yang mengurangi kemungkinan
pembalikan demokrasi. Didalamnya diwarnai proses negosiasi. Pada fase ini
partai politik perlu melakukan pelatihan terhadap kader-kadernva; media massa,
asosiasi-asosiasi perdagangan; lembaga-lembaga swadaya masyarakat perlu mengembangkan
kapasitasnya untuk bertindak secara mandiri terlepas pada pengaruh negara dan
‘payung’ negara. Pada tahap ini sering juga disebut sebagai tahap kampanye yang
digerakkan pada dua front sekaligus. Di satu pihak adalah perjuangan melawan
kekuatan-kekuatan anti-demokratis yang mungkin tidak pernah mau mengalah. Di
pihak lain adalah perjuangan menampung unsur-unsur yang bersifat memecah belah
dari sistem politik itu
sendiri, misalnya persaingan memperebutkan jabatan di
pemerintahan dan godaan untuk memperlakukan politik sebagai sebuah pertandingan
di mana para pemenanglah yang menguasai semua hadiah.
Menurut
Beetham dan Boyle (sebagaimana dikutip dalam Komarrudin Sahid,2011) minimal ada
empat komponen atau pilar utama dari demokrasi yang sedang berjalan, yaitu
pemilihan umum yang bebas dan adil, pemerintahan yang bertanggung jawab,
hak-hak politis dan sipil , dan suatu masyarakat yang demokratis atau
masyarakat madani. Berdasarkan empat komponen demokrasi tersebut Indonesia
masih belum menjalankan sistem demokrasi yang utuh. Sebagai contoh pemilihan
umum di Indonesia memang bisa diikuti siapa saja yang memenuhi syarat dan
melibatkan seluruh masyarakat Indonesia sebagai pemilih, namun kualitas dan
prakteknya yang masih diselimuti dengan kecurangan dan kepentingan-kepentingan
individu ataupun kelompok tidak mengantarkan kita kepada makna pesta rakyat dan keterwakilan sesungguhnya.
Pemerintahan yang bertanggung jawab pun belum mencapai kepada keidealan fungsi
pemerintah sebagai wakil dari masyarakat, praktek korupsi yang dilakukan oleh
pelaku pemerintahan menjadi salah satu penyebab pemerintahan Indonesia belum
bertanggung jawab dalam keterwakilan amanat rakyat.
Menurut
Daoed Joesoef (2014) dalam suatu Negara demokratis rakyat adalah pemegang
kedaulatan tertinggi. Ketika demokrasi ini terpaksa dibuat tidak langsung, yang
diserahkan oleh rakyat kepada wakilnya adalah otoritas mengambil keputusan atas
namanya, bukan tanggung jawabnya selaku pemegang daulat rakyat. Dia, rakyat
tetap merupakan unsur dari pemerintah, turut bertanggung jawab atas jalannya
pemerintahan, berhak penuh untuk menegur dan mengoreksi kebijakan-kebijakan
kabinet. Sedangkan pemerintah yang sehat adalah yang mampu melihat ke depan,
bisa mengatakan kepada rakyat apa-apa yang rakyat perlukan sebelum rakyat itu
menyadarinya.
Sehingga
untuk menciptakan pemerintah yang sehat dan masyarakat yang cerdas,pendidikan
hadir dan terus dilakukan untuk menyampaikan nilai-nilai yang ada dalam
kehidupan agar tercipta kerjasama yang baik antara pemerintah yang bijak dalam
pembuat kebijakan dan masyarakat yang kritis dalam menganalisis setiap
kebijakan yang dihasilkan.
a. Pendidikan Nalar
Manusia sebagai
komponen utama masyarakat haruslah menjadi manusia yang sesunguhnya. Manusia
yang dengan potensi nalar dan hati yang dapat melihat objek yang dilihatnya
dengan utuh tidak hanya menggunakan nalar namun juga menggunakan hati. Dengan
kedua komponen ini, manusia harus mampu menganalisis tindakan yang harus
dilakukannya dalam memberikan reaksi terhadap apapun yang terjadi dengan
dirinya, dengan lingkungannya bahkan dalam konteks yang lebih luas yaitu dengan
negaranya.
Menurut
Daoed Joesoef (2014)agar bisa berpartisipasi aktif dalam negaranya, manusia
Indonesia harus memiliki nalar yang baik untuk melihat segala permasalahan yang
ada di negaranya. Pendidikan formal berbasis penggunaan nalar harus dibiasakan
di kalangan anak-anak sedini mungkin. Terdapat tiga alasan urgensi pendidikan
nalar diperlukan oleh manusia Indonesia. Pertama, pendidikan berbasis nalar
berfungsi menyadarkan rakyat bahwa yang mereka delegasikan kepada para wakilnya
adalah kewenangan (authority) bukan
tanggung jawab (responsibility).
Kedua, mengoreksi pola pikir masyarakat karena cara berpikir individu
terpengaruh oleh pola pikir tersebut. Ketiga, tercapainya efektifitas Pancasila.
Skema: Pendidikan nalar dalam pertahanan
Dengan demikian,
berdasarkan skema sederhana dia atas dapat kita lihat, bahwa dengan pendidikan
berbasis nalar terhadap manusia, akan terbentuk masyarakat yang partisipatif
dan teknosof yang mempengaruh tercapainya demokrasi yang ideal yang dapat
mengantarkan sebuah negara kepada pertahanan dan pembangunan nasional. Manusia
dalam masyarakat akan mengetahui betapa besar dan pentingnya perannya dalam
tercapainya demokrasi. Karena secara konseptual, sistem demokrasi yang
berlandaskan kedaulatan rakyat menjadikan rakyat sebagai pemeran utamanya.
Rakyat yang merupakan gabungan- gabungan dari manusia-manusia.
Konsep pendidikan
yang memanusiakan manusia yang dituliskan oleh Ki Hajar Dewantara menjadi dasar
penulisan ini. Pendidikan sebagai dasar dalam memerdekakan manusia pada
hakikatnya membantu manusia untuk menyadari bahwasannya terdapat kombinasi yang
sempurna antara hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia sebagai
makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Pendidikan menjadi penting
keberadaanya bagi manusia untuk mengetahui perannya dalam tatanan sosial dan
dalam tatanan kenegaraan. Pendidikan menjadikan manusia mampu menggunakan nalar
dan hatinya dalam keseimbangan untuk berbuat lebih dari sekedar pemenuhan hak.
Dalam tujuan negara, peran pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa jelas
tertulis dalam pembukaan UUD 1945. Dengan hal ini, jelas pendidikan menjadi
penting keberadaannya dalam pencapaian tujuan negara.
Kenyataannya saat
ini, pendidikan di Indonesia belum mampu membawa manusia kepada kesadaran
secara utuh untuk mengetahui peran dan fungsi dirinya di dalam masyarakat dan
tatanan negara. Banyak hal yang mempengaruhi pendidikan Indonesia belum
memainkan perannya dalam mendidik manusia Indonesia. Beberapa faktor yang
mempengaruhi belum optimalnya pendidikan Indonesia diantaranya adalah kualitas
pengajar, sarana dan prasarana, motivasi belajar peserta didik, dan pemerataan
pendidikan di Indonesia.
Dalam kualitas
pendidikan. berdasarkan data dalam Education
For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden
Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks pembangunan
pendidikan atau education
development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah
0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di
dunia. Hal ini merefleksikan kepada kita bahwa kondisi pendidikan negara
Indonesia masih memprihatinkan. Dalam perannya, pendidikan harus mampu
menciptakan nalar konstruktif dimana logika yang terdapat pada manusia dapat
digunakan sebagai modal untuk mengkritisi dan membangun negara.
b. Transformasi Sosial
Dalam sistem
demokrasi, sebagai pelaksana amanat rakyat keterbukaan pemerintah dalam
menjalankan amanat tersebut mutlak menjadi syarat yang harus dipenuhi.
Setidaknya terdapat empat syarat tercapainya sistem pemerintahan yang terbuka,
yaitu:
a.
social
participation (ikut serta rakyat dalam pemerintahan)
b.
social
responsibility (pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat)
c.
social
support
(dukungan rakyat terhadap pemerintahan)
Jika keempat syarat
tersebut berusaha dipenuhi dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia
bukan hal yang tidak mungkin jika akan tercapai pemerintahan yang transparan
yang mampu dengan baik menjalankan amanat yang diberikan oleh rakyat.
Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam menjalankan amanat ini. Rakyat
sebagai pemilik kewenangan kekuasaan juga harus menjalankan perannya dalam
bentuk dukungan dan pengawasan terhadap kinerja pemerintah sebagai pelaksana
amanat rakyat.
Skema:
Sinergitas rakyat dan pemerintahan menuju Demokrasi
Setelah tercapainya kestabilan Nasional
didukung dengan kerjasama yang terjalin antara Indonesia dengan Negara-negara
lain tentu akan menambah kekuatan Negara Indonesia dalam mencapai kestabilan di
seluruh aspek kehidupan. Dalam arus globalisasi seperti saat ini, tidak mungkin
negara Indonesia berjalan sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan negara-
negara lain. Namun, keterbukaan Indonesia terhadap negara lain harus tetap
berdasarkan kepada nilai- nilai kebangsaan yang tidak akan menghapuskan
identitas bangsa yang sesungguhnya. Pengelolaan sumber daya manusia dan sumber
daya alam yang tepat menjadi salah satu modal negara ini agar bisa
diperhitungkan oleh negara- negara lain.
Dalam hal ini, pengamalan nilai-nilai Pancasila menjadi hal yang sangat
penting tidak hanya dalam tataran masyarakat atau kenegaraan namun juga dalam
hubungan internasional. Sehingga, bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar
dengan identitas kenegaraan yang utuh dan tidak meninggalkan jati diri bangsa
dalam arus globalisasi yang tidak bisa terhindarkan.
Skema: Menuju Indonesia Kuat dalam Demokrasi
dan Keterbukaan Ideal
Dalam teori yang
dikemukakkan oleh Kinsley Davis (sebagaimana yang dikutp oleh Irjayansyah,2013)
mengartikan transformasi sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam
struktur dan fungsi masyarakat. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
transformasi sosial menurut Soejono Soekanto adalah kontak dengan kebudayaan
lain dan toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang.
Kedua faktor diatas,
dibawa arus globalisasi mengakibatkan terjadinya degradasi terhadap moral anak
bangsa . Pendidikan moral generasi muda atau pemuda yang kelak menjadi pemimpin
negara ini pun menjadi hal yang harus diperhatikan dalam menuju ketahanan
nasional. Keberadaan pendidikan menjadi sangat penting dalam penentuan kualitas
manusia Indonesia khususnya pemuda. Dengan perubahan gaya hidup,pemuda menjadi
sasaran empuk dari pelemahan ideologi terhadap kecintaan dengan bangsanya yang
dibawa atas nama globalisasi.
Pelemahan ideologi
inilah yang kelak akan menghancurkan negara ini dengan sangat mudah.
Penghancuran dengan cara ini,tidak dapat dilihat secara fisik namun memiliki
dampak yang mematikan terhadap ketahanan bangsa. Hal ini bisa kita lihat dengan
mulai berkurangnya dan memudarnya norma- norma yang berlaku di dalam masyarakat
dimana generasi pemuda sebagai salah satu aktornya. Meningkatnya tindak
kekerasan antar pelajar dan tingginya angka seks bebas dan aborsi pada usia
muda menjadi fakta nyata memudarnya norma yang berlaku di kalangan pemuda.
Sebagai data, Komisi
Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat ada 229 kasus tawuran pelajar
sepanjang Januari-Oktober tahun 2013. Jumlah inii meningkat sekitar 44 persen
dibanding tahun lalu yang hanya 128 kasus. Dalam 229 kasus kekerasan
antarpelajar SMP dan SMA itu, 19 siswa meninggal dunia. Sementara dari tingkat aborsi, sebagai data laporan 2013 dari Australian Consortium For In Country Indonesian Studies menunjukan
hasil penelitian di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia terjadi 43
persen aborsi per 100 kelahiran hidup. Aborsi tersebut dilakukan oleh perempuan
di perkotaan sebesar 78 % dan perempuan di pedesaan sebesar 40 % dengan
perempuan yang melakukan aborsi di daerah perkotaan besar di Indonesia umumnya
berusia remaja dari 15 tahun hingga 19 tahun. Umumnya, aborsi tersebut
dilakukan karena kehamilan yang tidak diinginkan.
Dengan kedua data
diatas, dapat kita lihat betapa besar perubahan nilai-nilaii masyarakat terjadi
pada generasi muda. Atas nama modernisasi, pemuda mengikuti gaya hidup barat
yang berdampak kepada mundurnya pemahaman terhadap nilaii etika,sosial dan
kebudayaan Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, pendidikan di lingkungan
terdekat seperti keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat menjadi penting
adanya untuk mengembalikan generasi muda terhadap nilai-nilai pancasila yang
berlaku di Indonesia.
Pengendalian
Nilai
Skema: Peran
Pendidikan dalam Transformasi Sosial
Dalam analisis yang
coba dikemukakan, setidaknya pendidikan memilikii beberapa peran yang harus
dijalankan dalam tujuan pembentukan manusia yang merdeka dalam arti seutuhnya
seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara. Pendidikan harus mampu
membentuk pemahaman manusia bahwa sebagai bagian dari masyarakat, manusia
memiliki tugas dan tanggung jawabnya kepada negara. Tidak hanya menjadi manusia
yang menuntut haknya, namun juga memenuhii tanggung jawabnya kepada negara
seperti turut serta dalam bela negara. Selain itu, pendidikan harus mampu
mengantarkan manusia kepada pemahaman tugas dan tanggung jawabnya kepada sesama
yang akhirnya akan membuat manusia mampu menerima keragaman yang ada di
sekitarnya. Penghidupan nalar manusia juga menjadi bagian penting dari tujuan
pendidikan.
Jika ketiga hal ini
bisa dijalankan dalam pengaplikasian pendidikan maka negara Indonesia bisa
mendapatkan masyarakat yang berkualitas. Berangkat dari pemahaman nalar yang
baik akan mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa harus ada peningkatan
nilai tambah pada diri manusia yang akan mendorong terciptanya stabilitas
nasional. Hal ini disebabkan karena jika manusia mengabaikan pentingnya
penggunaan nalar untuk menganalisis segala sesuatu yang terjadi, maka akan
terbentuk masyarakat yang hanya bisa menerima dan tidak mampu mengkritisi apa
yang terjadi dengan negaranya. Jika hal ini terjadi maka dambaan terhadap
tercapainya kehidupan negara yang demokrasi tidak akan terpenuhi, karena
manusia mengabaikan nalarnya untuk menciptakan budaya kritis dan inovasi.
Sementara dalam sistem demokrasi yang ingin dituju oleh negara Indonesia
masyarakat menjadi pemeran utama dalam keberhasilan sistem demokrasi ini.
c. Bela Negara
Dalam
konteks kekinian transformasi sosial di Indonesia haruslah didukung oleh semua
pihak. Hal ini dirasa perlu untuk menghadapi berbagai macam bentuk ancaman dari
dalam negeri dan luar negeri baik bersifat militer dan nirmiliter. Dalam
analisis yang dikemukakan setidaknya terdapat empat hal yang harus diperhatikan
dalam menghadapi ancaman nirmiliter. Dalam menghadapi ancaman nirmiliter
diperlukan integrasi yang baik dari pemerintah, masyarakat, TNI, dan
optimalisasi penggunaan SDA. Ancaman nirmiliter yang bersifat non tradisional
harus dihadapi dengan peningkatan kualitas kinerja pemerintah yang
efektif,bersih dan berwibawa. Dengan karakter seperti ini maka diharapkan akan
menghasilkan kebijakan pertahanan yang tepat dalam penangkalan dan
penanggulangan ancaman nirmiliter. Selain peningkatan kualitas pemerintah,
masyarakatpun harus turut serta dalam menghadapi ancaman nirmiliter dari negara
lain yang bisa dilakukan dengan menghadirkan rasa persatuan dan kesatuan yang
melekat dalam profesionalitas sehingga tetap menjadikan kedaulatan
negara,keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa sebagai tujuan dalam segala
aktfitas yang digeluti. Kemudian,TNI sebagai faktor pendukung dalam menghadapi
ancaman nirmiliter perlu mengalami peningkatan nilai keterampilan prajurit,
kualitas dan kuantitas alutsista serta pelaksanaan Tri Matra Terpadu dalam
mendukung komponen pendukung dan komponen cadangan. Selain ketiga hal tersebut,
diperlukan peningkatan pengelolaan Sumber Daya Alam Energi dan Non Energi
sebagai pendukung menghadapi ancaman nirmiliter dari negara lain. Keempat hal
ini menjadi sangat penting diperhatikan dalam menghadapi ancaman nirmiliter
yang mengancam seluruh aspek kehidupan manusia dan akan berdampak kepada
kedaulatan negara,keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
Skema:sinergitas
masyarakat menghadapi ancaman nirmiliter
Dalam
menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang melekat dalam kehidupan masyarakat
Indonesia kehadiran pendidikan bela negara menjadi penting dilakukan.
Pendidikan bela negara yang mengandung nilai-nilai kebangsaan seperti cinta
tanah air,kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan pada Pancasila sebagai
ideology negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara akan mampu menghidupkan
kesadaran masyarakat terhadap tugasnya dalam mempertahankan kedaulatan negara
dan rasa memiliki tanah air. Nilai-nilai yang terkandung dalam bela negara
dapat dilakukan dan diwujudkan dalam profesionalisme setiap individu-individu
dan seluruh komponen masyarakat Indonesia dalam rangka pembangunan pertahanan
negara yang kuat. Berikut skema mengenai profesionalisme bela negara dalam
setiap individu dalam menghadapi anvaman militer dan nirmiliter yang menjadi
potensi ancaman negara Indonesia saat ini.
Peran Pemerintah,Masyarakat dan Ilmuwan
Pembahasan
mengenai program pendidikan bela negara menjadi hal yang ramai diperbincangkan
belakangan ini di masyarakat Indonesia. Pro dan kontra terhadap program
pendidikan ini menjadi issue yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sebagian
opini yang mendukung menganggap program ini dapat berdampak kepada tumbuh dan
meningkatnya rasa cinta tanah air masyarakat terhadap negara Indonesia.
Sementara penolakan yang berasal dari masyarakat diindikasikan karena rasa
ketakutan dan kekhawatiran masyarakat terhadap bayang-bayang pola pendidikan
militer yang menggunakan kekuatan fisik akan membungkus program bela negara
ini.
Keterlibatan
individu dalam upaya bela negara secara konstitusional di Indonesia tertulis
jelas pada pasal 27 ayat 3 UUD 1945 yang menuliskan bahwa setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Hal ini menunjukan
bahwa sebagai warga negara, masyarakat berhak dan wajib dalam mengikuti
upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mempertahankan
keutuhan negara dalam program pendidikan bela negara.
Dilihat
dari kondisi masyarakat Indonesia yang sedang berada dalam proses
demokratisasi, masyarakat memiliki hak untuk bersuara dalam menyampaikan
penerimaan dan penolakan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Reaksi penolakan yang berasal dari masyarakat pada tulisan ini difokuskan
kepada penolakan masyarakat Indonesia yang masuk ke dalam kategorisasi Y Generation.
Istilah generasi Y pertama
kali digunakan dalam editorial koran besar di Amerika Serikat bulan Agustus
tahun 1993. Dalam tulisannya Octa Melia Jalal (2013) menyebutkan bahwa Generasi
Y adalah generasi yang lahir diantara tahun 1980-an hingga 1990-an. Generasi
ini memilki beberapa karakter yang membedakan dengan generasi sebelumnya (X generation). Octa Melia Jalal
mendefinisikan karakteristik generasi Y sebagai berikut:
a.
Komunikasi
yang terbuka
b.
Pemakai
media sosial yang fanatik
c.
Kehidupannya
terpengaruh dengan teknologi
d.
Fokus
terhadap kesejahteraan
e.
Reaktif
terhadap perubahan lingkungan
Kelima karakteristik generasi Y yang dikemukakan di atas
akan berbeda beda pada setiap individu. Perbedaan ini dapat dipengaruhi oleh
lingkungan dimana dia dibesarkan, strata ekonomi dan status sosial keluarga.
Menurut William Strauss dan Neil Howe dalam Octa Melia, generasi Y merupakan
generasi yang istimewa. Menurut mereka generasi Y merupakan generasi yang
dikategorikan sebagai hero, dengan
karakteristik sangat percaya kepada
institusi dan kewenangan, terlihat sedikit konvensional akan tetapi sangat
berpengaruh. Alur pemikiran mengenai perspektif bela negara oleh generasi Y
dituliskan dalam skema sederhana berikut ini,
Skema: Pendidikan
Bela Negara Generasi Y
Dengan melihat karakteristik yang
dimiliki oleh generasi Y kita bisa membuat perkiraan reaksi yang akan muncul
dari program pendidikan bela negara oleh pemerintah terhadap keterlibatan
generasi Y .Dalam aspek dukungan, jika sosialisasi program pendidikan bela
negara ini mampu meyakinkan generasi Y untuk terlibat maka negara Indonesia
akan mampu memaksimalkan generasi Y sebagai komponen cadangan untuk memperkuat
pertahanan negara. Melihat karakter generasi Y yang sangat aktif dalam media
sosial dan teknologi, pemerintah bisa mendekati generasi Y melalui pendekatan
media sosial dan teknologi.
Pendekatan berbasis media sosial
bisa dilakukan dengan membuat akun bela negara di media sosial yang sering
digunakan oleh masyarakat. Tidak hanya pemaksimalan dalam sosialisasi di media
sosial yang berisikan tentang pengetahuan dan urgensi bela negara. Pendekatan
berbasis teknologi juga bisa dilakukan pemerintah melalui pesan singkat
operator provider dan membawa issue bela negara dalam perspektif yang bisa
dijangkau oleh masyarakat generasi Y.
Pemerintah bekerjasama dengan pihak lain seperti media massa bisa
bekerjasama untuk mengadakan kompetisi kekinian untuk memperkenalkan konsep
bela negara kepada masyarakat generasi Y.
Dengan pendekatan berbasis media
sosial dan teknologi inilah, generasi Y akan mengenal konsep bela negara lebih
baik. Melihat potensi jumlah generasi Y yang sangat besar dan prediksi usia
produktif di tahun 2030 berasal dari generasi Y saat ini, seharusnya pemerintah
mampu menentukan langkah strategis untuk mendekatkan konsep bela negara kepada
generasi Y. Evaluasi secara berkala perlu dilakukan ketika melihat reaksi
penolakan terhadap program bela negara berasal dari generasi Y.
Skema:
Optimalisasi Penggunaan Media Sosial dan Teknologi
d. Menuju Pertahanan Nasional
Dalam
bukunya yang berjudul Studi Strategi Logika Ketahanan dan Pembangunan Nasional
Daoed Joesoef (2014) memasukkan faktor kecerdasan rakyat sebagai salah satu
factor yang mendukung tercapainya ketahanan dan pembangunan nasional. Melalui
peningkatan kualitas pendidikan maka akan berdampak pula terhadap majunya
kecerdasan masyarakat yang akan bermuara pada kokohnya pertahanan nasional.
Melalui pendidikan, penanaman nilai yang akan menambah nilai manusia sebagai
human akan terjadi. Manusia dengan kemampuan berpikir logisnya dan tetap
menjunjung nilai-nilai yang tetap berada dalam masyarakat dan tertulis dalam Pancasila
akan membentuk peradaban masyarakat yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan
inovatif. Dengan hal ini, manusia akan mengetahui secara utuh tugas dan
perannya dalam menjalankan fungsinya sebagai makhluk sosial. Sehingga, dalam
perjalanannya bernegara individu sebagai komponen terkecil sekaligus pelaku dan
pemegang kekuasaan masyarakat dapat menjalani fungsi kontrol terhadap
pemerintah yang menjalani sitem demokrasi seperti Indonesia.
Dalam skema sederhana
berikut ini, kita bisa melihat keterkaitan antara pendidikan dan terciptanya
stabilitas ketahanan nasional.
Skema: keterkaitan
pendidikan dan stabilitas pertahanan nasional
Penutup
Pendidikan
merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam tataran
kenegaraan pendidikan akan menghasilkan dan melahirkan generasi bangsa yang
berkualitas untuk memperkuat komponen masyarakat sebagai subjek kehidupan
bernegara. Sebagai subjek kenegaraan manusia yang berpendidikan akan menjadi
pengambil kebijakan politik yang bijak. Dalam tatanan kemasyarakatan, masyarakat
yang berpendidikan akan menjadi masyarakat yang cerdas yang mampu mengkritisi
jalannya pemerintahan yang telah diberikan kewenangan untuk mengatur urusan
pemenuhan kesejahteraan seluruh masyarakat.
Seperti
yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 bahwa negara Indonesia menjadikan
pencerdasan kehidupan berbangsa sebagai salah satu tujuan kemerdekaan,maka
pendidikan menjadi salah satu faktor yang harus dan terus dilakukan agar dapat
mencapai kepada tujuan negara ini. Sebab untuk menghasilkan orang-orang yang
mampu diandalkan membuat keputusan untuk masa depan negara ini diperlukan
pembangunan secara berkelanjutan dalam pendidikan.
Pendidikan
diharapkan mampu mengantarkan kehidupan masyarakat Indonesia dan terus
mengiringi perubahan-perubahan yang ada di dalam masyarakat seiring dengan
perkembangan zaman. Dalam proses demokratisasi yang dilalui oleh negara
Indonesia,pendidikan mampu menghadirkan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang
harus dimiliki oleh setiap individu. Nilai-nilai yang sesuai dengan norma-norma
dan aturan yang berlaku di dalam kehidupan bernegara menjadi pegangan yang
harus dimiliki dan diamalkan dalam pikiran dan perilaku manusia Indonesia. Individu
yang cerdas akan mampu menjalani fungsinya sebagai makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. Individu yang cerdas akan mampu memainkan perannya tidak hanya
dalam pemenuhan hak namun juga menunaikan kewajibannya terhadap negara.
Dalam
pemenuhan kewajibannya terhadap negara pendidikan bela negara menjadi salah
satu cara yang bisa dilakukan untuk kembali menumbuhkan semangat keIndonesiaan
pada setiap jiwa masyarakat. Arus globalisasi yang hadir tanpa batas perlahan
demi perlahan telah berdampak kepada berkurangnya rasa nasionalisme dan cinta
tanah air kepada masyarakat Indonesia,secara khusus generasi muda. Generasi
muda atau generasi Y merupakan generasi modern yang kini terbawa dengan arus
globalisasi dan menjalani kehidupannya sebagai masyarakat modern. Dimana
sebagai masyarakat modern generasi ini bebas melakukan apapu yang diinginkannya
dan cenderung mengabaikan kewajibannya kepada negara.
Pendekatan-pendekatan
kekinian perlu dilakukan untuk melakukan sosialisasi nilai-nilai yang ada dalam
pendidikan bela negara terhadap generasi Y. Pemaksimalan penggunaan
perkembangan teknologi harus dilakukan agar sosialisasi ini bisa dilakukan
secara efektif. Pendidikan dengan pendekatan karakter juga bisa dilakukan untuk
menyampaikan nilai-nilai yang ada dalam bela negara. Generasi yang khas dengan
kecanggihan teknologi dan karakter yang unik seperti generasi Y dapat
dimaksimalkan sebagai komponen pendukung menuju pembangunan pertahanan negara.
Referensi
Australian
Consortium For In Country Indonesian Studies,
Data Persentase Angka Aborsi Pada Usia
Remaja diakses di http://www.cnnindonesia.com, tanggal
22 Agustus 2015
Indeks
Pembangunan Pendidikan Atau Education
Development Index (EDI) diakses di http://disdikpora.palangkaraya.go.id/,tanggal
22 Agustus 2015
Joesof,
Daoed. Studi Strategi Logika Ketahanan
dan Pembangunan Nasional. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. 2014.
Komisi
Perlindungan Anak (KPAI), Data Kasus Tawuran Pelajar 2013 diakses di http://metro.tempo.co, tanggal
22 Agustus 2015
Sahid,Komarrudin. Sosiologi Politik. Bogor:
Ghalia Indonesia. 2011.
http://suaragempal.blogspot.com/2012/11/keterbukaan-dan-jaminankeadilan_18.html
[1]
http://suaragempal.blogspot.com/2012/11/keterbukaan-dan-jaminan-keadilan_18.html
0 komentar:
Posting Komentar