Rabu, 15 Mei 2013

ANALISIS KONSEP-KONSEP DASAR DALAM KURIKULUM SOSIOLOGI 2013


Dr. Linda Darmajanti, MT
Education’s purpose is to replace an empty mind with an open one[1]  Malcolm S. Forbes





 Pengantar
Sejak Sosiologi dan Antropologi dijadikan mata pelajaran ditingkat Sekolah Menengah Atas (SMU),  maka di tingkat Perguruan Tinggi dirasakan adanya kesenjangan pemahaman pemberian mata ajar ini. Kesenjangan dirasakan baik dari materi ajar, pemahaman konsep-konsep dasar dan metode pengajaran yang digunakan. Berbagai faktor utama yang mengakibatkan kesenjangan ini terjadi antara lain di tingkat SMA : (1) Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mengajar mata ajar Sosiologi dan Antropologi; (2) Keterbatasan ruang untuk mengkomunikasikan, mendiskusikan, mengintegrasikan kesinambungan materi yang diajarkan; (3) Keterbatasan pemahaman mata ajar Sosiologi dan Antropologi sebagai ilmu yang harus diajarkan ditingkat dasar (basic) dan lanjutan (advance) sesuai dengan kompetensinya; (4) Keterbatasan melakukan intervensi pada pihak-pihak pemangku kepentingan yang terlibat (regulator), seperti penerbitan Buku Ajar dsb. Sampai saat ini berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi kesenjangan yang selama ini menjadi isu dan belum dikelola berbagai pihak yang berkepentingan. Isu ini semakin kuat setelah mata ajar Sosiologi dan Antropologi masuk kedalam mata ajar yang diujikan di Ujian Nasional (UN).

Keprihatinan ini sudah sejak lama muncul, namun berbagai kendala menjadi hambatan baik dari pengelola di tingkat  Perguruan Tinggi maupun di tingkat SMU, apalagi pada pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders). Seharusnya pemerintah sebagai regulator harus ikut mengatasi masalah ini baik di tingkat perencanaan kurikulum, proses perumusan kebijakan sampai di tingkat praktis. Aturan main yang dijalankan harus jelas karena mata ajar ini akan memberi bekal pengetahuan dan membangun karakter penting bagi siswa, serta  awal belajar dan mempelajari tata-prilaku dalam kehidupan sosial.

Di tingkat makro perubahan kebijakan kurikulum tidak diikuti oleh upaya-upaya untuk mengintegrasikan berbagai pihak yang terlibat, Sekolah dan Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan, penulis buku ajar, penerbit, pemerintah daerah dsb. Sehingga kesenjangan ini semakin terasa dan dampak yang paling buruk adalah sasaran utama terhadap siswa tidak tercapai. Bahkan yang paling buruk adalah berbagai konsep-konsep dasar Sosiologi dan Antropologi difahami dan diajarkan tidak sesuai dengan metode ajar yang berbeda-beda. Seminar ini adalah awal dari upaya untuk memperbaiki dan mengurangi keprihatian semua pihak. Forum-forum seperti ini penting untuk dilanjutkan sebagai wadah komunikasi dari semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan pendidikan tinggi maupun menengah atas.

Sebaliknya ditingkat yang lebih mikro dan praktis forum seperti ini bisa terus berjalan dengan kerjasama dan partisipasi pemangku kepentingan di wilayah masing-masing (Kabupaten /Kota). Sasaran utama adalah perbaikan kualitas proses pembelajaran Sosiologi dan Antropologi baik ditingkat SMA maupun Perguruan Tinggi dimasing-masing program studi. Mulai dari rancangan kurikulum sesuai kompetensi, kualitas bahan ajar (buku yang digunakan), pemahaman materi ajar,  evaluasi (pembuatan kisi-kisi soal), metode pengajaran, dsb. Meskipun dengan keterbatasan yang ada metode Teaching Centered Learning (TCL) sudah lama harus ditinggalkan dan sudah saatnya memperbaiki pendekatan fokus terhadap siswa atau Student Centered Learning (SCL).
Makalah ini berupaya untuk mengkaji kembali kurikulum Sosiologi dan Antropologi trahun 2013 dari aspek kompetensi dan SAP-Silabus yang diberikan bagi siswa SMA (sesuai ToR panitia penyelenggara).

Kurikulum 2013 Sosiologi dan Antropologi
Secara umum diuraikan tujuan dari kurikulum 2013 yaitu menumbuhkan kesadaran, kepekaan dan penghayatan dalam menyikapi dan merespon berbagai keberagaman peristiwa/gejala sosial budaya dengan menggunakan prinsip-prinsip kesetaraan dalam rangka membangun masyarakat multikultur. Mengembangkan kompetensi dalam menerapkan konsep-konsep dasar sosiologi dan antropologi sebagai ilmu dan metode serta mengkomunikasikannya ke berbagai media. (Sosiologi dan Antropologi SMA_121212).
Jika dicermati dari tujuan di atas maka tidak mudah bagi siswa maupun guru Sosiologi dan Antropologi dalam pencapaian tujuan tersebut. Bagaimana prinsip-psinsip kesetaraan diharapkan guna membangun masyarakat multikultur. Belum jika kita kembali pada SDM guru-guru SMA yang tersedia. Secara rinci bagi anak kelas X, khususnya butir 3 dan 4 dimana mahasiswa kompetensi inti : butir 3
memahami, menerapkan pengetahuan konseptual, faktual, prosedural dalam ilmu pengetahuan teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan wawasan kemanusian, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan..........
dengan kompetensi dasar :
mendeskripsikan peran dan fungsi ...... menerapkan konsep dasar.....mendeskripsikan proses internalisasi nilai-nilai dan norma sebagai pembentukan dasar kepribadian dan dasar membentuk hubungan......mengkaji adanya berbagai bentuk perilaku menyimpang..........
butir 4
mengolah, menalar, dan menyajikan dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah kelimuan.
Kompetensi dasar :
menyusun rancangan penelitian sederhana tentang kehidupan sosial budaya dalam masyarakat....mengolah data....sampai mampu mengkomunikasikan melalui berbagai media.....

Untuk siswa kelas X kompetensi inti dan dasar cukup berat, khususnya bagi guru yang dituntut mampu menunjukkan langsung dalam kehidupan sehari-hari (role model), lebih penting dari sekedar mengajarkan. Apalagi jika mengkaji lebih dalam untuk butir ke empat, siswa diharapkan mampu melakukan penelitian sampai mengolah data bahkan mengkomunikasikannya ke media massa. Kompetensi dasar ini kemudian didukung dengan mengajarkan metode penelitian yang diajarkan dalam 4 bab tersendiri dalam buku Sosiologi dan Antropologi. Di perguruan tinggi mahasiswa dituntut untuk melakukan penelitian mulai merancang dan mengolah data, menulis laporan penelitian serta mengkomunikasikannya dibimbing secara intensif selama 6 bulan. Penelitian sosial budaya adalah bentuk pengayaan dan pengembangan ilmu pengetahuan oleh sebab itu harus sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan. Etika penelitian menjadi suatu hal penting untuk membangun kebenaran atas peristiwa empirik yang terjadi di masyarakat. Proses yang harus dilakukan secara sistimatik sesuai dengan metode ilmiah menjadi dasar hasil akademik suatu penelitian dalam Sosiologi dan Antropologi sebagai ilmu.

Kompetensi inti dan dasar dari kelas X, belum untuk kelas XI dan XII, semakin berat dan tidak mudah dilakukan dalam proses belajar mengajar di SMA. Kemampuan untuk mendeskripsikan ketimpangan sosial, merumuskan langkah-langkah antisipatif bahkan bersifat intervensi bahkan sampai menemukan strategi untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Indonesia di tengah-tengah arus globalisasi. (Sosiologi dan Antropologi SMA_121212). Pada butir keempat, silahkan untuk direnungkan bagaimana siswa diharapkan mampu,
merancang rencana aksi yang sudah bersifat intervensi, melaksanakan, mengekspose, membuat laporan hasil kegiatan kepedulian sosial.
Dalam rumusan tersebut di atas menjadi renungan bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses belajar mengajar baik ditingkat mikro (relasi dalam institusi pendidikan) sampai ketingkat yang lebih makro, khusunya kebijakan dalam bidang pendidikan mulai dari dasar-menengah dan atas. Bahkan di  Perguruan Tinggi yang mengajarkan Sosiologi dan Antropologi sebagai ilmu yang menghasilkan Sosiolog dan Antropolog memiliki kompetensi sesuai dengan generik ilmunya yang harus bekerja di masyarakat secara profesional (standar Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia).

Konsep-konsep Dasar Sosiologi dan Antropologi
Jadi dapat dibayangkan jika kemudian diminta untuk mengkaji isi dari sap-silabus yang harus diajarkan guna pencapaian kompetensi inti dan dasar dalam Kurikulum SMA 2013. Sosiologi sebagai ilmu bukan common-sense berpikir menurut akal sehat tetapi justru yang diajarkan yang beyond common-sense.  Konsep-konsep dasar yang diberikan sebagai contoh kajian yang bisa didiskusikan adalah :

Tindakan Sosial (paradigma dalam sosiologi)
Tindakan sosial bukan hanya sekedar konsep dasar tetapi merupakan paradigma berpikir dari Max Weber. Diperlukan kemampuan untuk menjelaskan pemikiran tokoh sosiologi dengan contoh-contoh, agar mudah difahami oleh siswa. Pemahaman paradigma sosiologi diawali dari perkembangan Sosiologi sebagai ilmu, disamping paradigma-paradigma lain seperti fakta sosial dari Emile Durkheim. Tindakan sosial sebagai paradigma tidak dapat diartikan sebagai konsep tentang bagaimana orang bertindak secara sosial. Kemudian Tindakan Sosial diajarkan sama dengan mengajarkan konsep-konsep dasar lain diantaranya Relasi Sosial, Interaksi Sosial, Realitas Sosial. Sistimatika Sosiologi dan antropologi sebagai suatu Ilmu menjadi tidak sistimatik, tentu akan membawa dampak serius dalam menerapkannya dalam kehidupan sosial.
Konsep dasar dalam Antropologi diberikan mulai dari konsep Kebudayaan, seolah-olah kebudayaan bukan konsep dasar dalam Sosiologi. Dalam memberikan konsep-konsep dasar Sosiologi dan Antropologi ada konsep-konsep yang diajarkan dalam Sosiologi dan Antropologi. Sebagai Ilmu Pengetahuan, Sosiologi dan Antropologi memiliki kajian utama yang harus diajarkan memiliki generik ilmu yang berbeda. Perbedaan generik yang harus jelas diajarkan sejak awal jika ilmu ini akan diajarkan muali dari tingkat pendidikan menengah atas. Sebagai ilmu pengetahuan tentu Kerangka Berpikir Sosiologi dan perkembangan ilmu berbeda dengan Kerangka Berpikir Antropologi, dan kesamaannya sebagai ilmu yang belajar tentang manusia dan masyarakat. Konsep dasar bisa mulai dengan generik ilmu seperti yang dikemukakan oleh T.O. Ihromi seorang antropolog Indonesia sejajar dengan Selo Soemardjan (Sosiolog), Ilmu yang mempelajari tentang manusia. Memahami semua sifat-sifat manusia yang telah sirna di bumi ini, tinggal di pedalaman berbagai benua dunia yang telah rumit sekali cara hidupnya (Ihromi).
Sebaliknya Sosiologi adalah a systematic study of social behaviour ( Macionis, 2007), selanjutnya dikenal sebagai ilmu yang mempelajari tentang struktur sosial, proses sosial, kelompok sosial, lembaga sosial dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Konsep- konsep dasar tentang masyarakat antara Sosiologi dan Antropologi tentu tidak berbeda dalam konteks tertentu seperti tentang Kebudayaan, Norma dan Nilai-nilai sosial, Lembaga Sosial, proses sosial dalam kebudayaan yang terkait dengan proses Sosialisasi, Asimilasi, Akulturasi, dan sebagainya. Sebagai ilmu sosial dan humaniora tentu memiliki batang ilmu yang sama (filsafat) dan berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan, ada arsiran yang sama terutama pada konsep-konsep dasar. Untuk Sosiologi dan Antropologi, konsep-konsep dasar penting sama dan digunakan untuk kajian masalah-masalah sosial dengan keranga berpikir yang berbeda.

Kebudayaan
Manusia sebagai mahluk budaya diuraikan sebagai konsep dasar secara komprehensif baik adri unsur, terbentuknya kebudayaan dari berbagai pakar Antropologi dan ada yang dimulai dari Maslow. Kemudian berbagai pengertian lain disejajarkan dengan konsep kebudayaan antara lain, Pengetahuan, Tradisi, Teknologi, Ilmu, Norma, Lembaga, Seni dan Bahasa. Konsep-konsep dasar dikaji sebagai konsep dasar Antropologi padahal konsep-konsep dasar ini menjadi konsep dasar dalam Sosiologi. Harus hati-hati meletakan konsep dasar dalam konteks kajian ilmu pengetahuan (sciences). Jika penguasaan kedua ilmu ini tidak “baik” maka akan mengalami kesulitan menyampaikan pemahaman dalam proses belajar mengajar (transfer of knowledge). Kemudian Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk, pemahaman konsep-konsep dasar akan sangat terbantu apabila mampu memberikan contoh-contoh yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Contoh yang tepat akan sangat membantu siswa untuk memahami konsep dasar, untuk itu diperlukan wawasan yang luas dan kemampuan untuk menjelaskan. Kesalahan memberikan contoh atau perumpamaan akan berakibat fatal dalam memberikan pemahaman konsep dasar, sebagai contoh konflik sosial diumpamakan sebagai sayur lodeh (dalam salah satu buku ajar Sosiologi). Bagi saya tidak jelas bagaiman menjelaskan contoh tersebut. Tokoh-tokoh masing-masing pakar ilmu juga harus jelas baik yang ada di dunia Barat sebagai pelopor maupun tokoh di Indonesia.

Penutup
Kritik utama yang paling mendasar terhadap konsep-konsep dasar Sosiologi dan Antropologi adalah pada kompetensi dasar dan inti yang terlalu “berat” bagi siswa kelas X SMA. Tidak salah jika SAP-Silabus yang diberikan berupaya untuk memenuhi kompetensinya. Kompetensi seharusnya terintegrasi dan berjenjang sesuai dengan tingkat pendidikan. Untuk  kelas X, konsep-konsep dasar Sosiologi dan Antropologi sebaiknya pada tahap memperkenalkan apa itu Sosiologi dan Antropologi dan mengapa harus diberikan di SMA ? Pertama, solusi internal terkait proses belajar mengajar fokus pada sistem pendidikan. Ada 3 komponen penting dalam sistem pendidikan yaitu[1] : (1) the content of the curriculum; (2) the mode of delivering this curriculum to students;(3) the assessment of performance.  selain isi dari kurikulum cara menyampaikannya kepada siswa juga sangat penting. Di bawah ini dapat dilihat pergeseran dari model tradisional ke model belajar berdasarkan masalah (PBL).


Model pendekatan tradisional digantikan dengan proses belajar yang menggunakan skenario- skenario dalam dunia nyata (real-world). Pemahaman konsep-konsep Sosiologi dan Antropologi sangat tepat jika digunakan metode PBL, pemahaman siswa diperoleh dari belajar aktif serta dari lingkungan sehari-hari siswa itu sendiri. Kondisi ini menjadi lebih kondusif karena ditunjang oleh kemajuan teknologi komputerisasi. Tingkat kompetensi inti dan dasar dapat diturunkan namun pencapaian sasaran pembelajaran dapat terpenuhi. Baik siswa maupun guru sebagai fasilitator/mediator akan memperluas wawasan secara aktif dan mandiri.
Kedua secara eksternal, masalah ini harus ditindak lanjuti dengan merumuskan kembali secara vertikal dan terpadu Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi sesuai dengan profil lulusan SMA yang akan dihasilkan. Hal ini guna menghindari pengenalan konsep-konsep dasar di SMA yang terlalu “berat” dibandingkan dengan yang akan diajarkan di  pendidikan lanjutan (PT). Cakupan pelajaran Sosiologi dan Antropologi di tingkat Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi lebih “advance” dibandingkan dengan di SMA. SAP dan Silabus harus mengikuti tuntutan rumusan  kompetensi baik inti maupun dasar.


Acuan Pustaka

Onn-Seng Tan, Problem-based Learning Innovation, using problems to power learning in the 21 st century. Singapore : Thomson Asia Pte ltd, 2003.

Lynda, Wee Keng Neo, Jump Start Authentic Problem, Based Learning. Singapore : Pearson Education South Asia Pte Ltd, 2004.

Kompetensi Inti dan kompetensi Dasar Kurikulum 2013

Buku-Buku Pegangan Sosiologi dan Antropologi untuk kelas X dan XI

Kumpulan Kebijakan dan Peraturan Sistem Pendidikan di Indonesia terkait Kurikulum Berbasis Kompetensi


[1] Lynda, Wee Keng neo, Jump Start Authentic Problem, Based Learning. Hal.1.
[2] Oon-Seng Tan, Problem-based Learning Innovation, using problems to power learning in the 21 st century. hal.7.

0 komentar:

Posting Komentar