Pedongkelan adalah suatu tempat dicempaka
putih dekat dengan danau cempaka putih Jakarta Timur. Disana berdiri sebuah rumah berukuran 7 x 5 meter. Cukup besar memang tapi bukan besar-kecilnya yang
membuat rumah tersebut bermakna. Dimata penduduk pedongkelan, rumah tersebut memiliki
arti sebagai rumah belajar. Disanalah para penerus bangsa mempelajari hal-hal
yang mereka tidak mengerti dibangku kelas dan disanalah rumah tersebut memiliki
makna yang mendalam dihati anak-anak.
Lantas siapa yang menggerakan sekolah
tersebut, pikirku sejenak? Sesaat kemudian, terlihat beberapa wanita muda
memasuki rumah belajar. Dengan senyuman hasnya yang sejuk dan ikhlas, anak-anak
pun menyambut mereka dengan antusias. Wanita-wanita muda itu adalah para
kartini-kartini muda, mereka menghabiskan waktunya
untuk mengajar dam mengabdi. Mereka datang
setiap minggu pagi. Itulah kartini.
Mereka datang dengan cahanya yang menenggelapkan kekelapan. Tak dibayar dan
rutin datang seolah menunjukan bahwa mereka adalah orang yang loyal dan
konsisten. Masa muda mereka dihabiskan untuk mengajar dan mengabdi. Tak seperti
wanita muda kebanyakan. Mereka memiliki visi menata bangsa
dengan memulai membangun pondasi kecil. Membangun pondasi masa depan dan
membangun generasi penuntas mimpi. Ya, anak-anak. Mereka adalah orang yang
kelak meneruskan setiap napas pembangunan, pembangunan tanpa rezim tirani
pembangunan tampa oligarki dan pembangunan berlandaskan intelektual.
Disana kartini muda pedongkelan mendidik
para penerus bangsa. Kulihat mereka sangat
piawai mengajar, anak-anak pun nampak asik menyimak. Meski
mereka masih muda, ku kira mereka sekelas dengan para guru-guru yang ku kenal
dan dosen-dosen yang ku hafal, mereka nampak piawai mengendalikan kelas. Asal
kau tau,, yang mereka ajar bukan anak sembarangan. Mereka anak-akan pedongkelan
dari RT 7. Menurut keterangan penduduk sekitar, seandainya RT 1-6 adalah kota
maka RT 7 adalah hutan. Hutan yang gelap dengan segala
kengeriannya. Katanya, preman, copet, rampok sampai baci-baci lampu merah pun
tinggal disana. Meski anak-anak disana agak nakal, tak membuat semangat para
kartini muda padam. Dengan segala taktik yang mereka punya, anak-anak merasa
nyaman bersama
mereka. Terbukti anak-anak
antusias setiap minggu untuk datang belajar.
Jika para kartini muda melakukan itu, lantas apa yang sudah kalian lakukan?
Kuharap lebih baik dari mereka.
Sediki cerita di minggu yang cerah,
kulihat
saat kartini muda mengajar seperti pada minggu-minggu yang sama, datang sesosok
tua yang menuntun anak. Dia datang dengan raut wajah yang penuh harap dan
keramahan senyumannya dengan tutur kata yang agak ragu lidahnya pun berkata “kepada kartini muda, boleh nga anakku
belajar disini?”. Dengan senyum dan
kata yang santun kartini muda pun berkata “Ya, boleh saja ibu” tanpa banyak bicara kartini muda pun menuntun
anak tersebut untuk diajarkan banyak hal. Didalam hatinya begitu besar harap
sang ibu untuk membuat anaknya menjadi cerdas minimal mereka memiliki motiovasi
yang tinggi untuk belajar. Dengan harapan tinggi, ibu tersebut menunggu anaknya diajar banyak
hal oleh kartini muda. Sambil melepas lelah ia duduk didekat pintu sambil
melihat anaknya belajar. Rumah anak dan ibu tersebut ternyata cukup jauh, sang
ibu berharap datang tidak dengan kesia-siaan. Begitu besar harap sang ibu kepada
kartini muda untuk mengajarkan anaknya banyak hal, jalan jauh pun rela ia
tempuh.
Pada
minggu yang lain ketika hujan tiba, puluhan anak-anak menanti kedatangan para
kartini muda. Tidak besar harap mereka, lantaran mereka tau cuaca tidak
memungkinan kartini muda datang. Banyak diatara mereka yang berkata-kata “kemana kartini muda, ko nga dateng-dateng?”
dan yang lainnya “ mudah-mudahan mereka
dateng”. Banyak pula yang berkata “ gara-gara
hujan nih” dan lainnya “ hujan cepat
reda donk ”. Begitu besar harap mereka akan kedatangan kartini muda.
Lambat-laun
mereka tersadar bahwasannya kartini muda tidak akan datang lagi. Mungkin selamanya.
Karena mereka tau hujan yang datang tidak sekedar hujan biasa. Hujan yang
datang bukanlah hujan air semata. Beberapa anak merasa haru dan kehilangan.
Separuhnya berharap akan kedatangan orang lain yang akan menggatikan peran kartini dipedongkelan.
Mereka tersadar bahwasannya para kartini muda sudah berusia senjak. Para
kartini muda sudah tidak sekuat dahulu ketika mengajarkan ayah dan ibu mereka
beberapa tahun lalu. Dengan harap besar mereka berdoa semoga akan datang sosok
yang akan menenggelapkan lagi sang gelap dengan api semangat yang tak pernah
padam.
Akhirnya
ku tau, gelapnya negeriku dikarenakan belum ada lagi yang menyambung api
semangat para kartini muda. Ku harap itu adalah kamu. Ku harap kamu akan mendatangkan generasi baru. Generasi tanpa rezim tirani, generasi tampa oligarki dan generasi yang berlandaskan intelektualitas. Karena hujan globalisasi dan modernisasi akan terus
datang, belum lagi waktu yang terus berputar kian cepat.
0 komentar:
Posting Komentar