Perempuan beranggapan bahwa status mereka kurang beruntung dari
pada laki-laki. wanita tidak memiliki hak untuk mendapatkan politik, hak
memilih, pendidikan dan pekerjaan terutama dalam upah. Kedudukan
perempuan dianggap tidaklah setara dengan laki-laki dan di nomor duakan.
Kata feminisme sendiri
terbentuk pertama kali berawal dari gerakan-gerakan wanita di Eropa yang
berujung di Amerika. Perjuangan aktivis gerakan itu melahirkan gelombang
pertama feminism dalam menuntut kebebasan perempuan sedunia.
Teori feminis adalah sebuah
generasi dari berbagai system gagasan mengenai kehidupan sosial dan pengalaman
manusia yang dikembangkan dari perspektif yang terpusat pada wanita.
Kenapa demikian karena sasaran utama studinya bertitik tolak pada wanita, mulai
dari pengalaman sampai situasi yang dialami wanita dalam lingkungan sosial.
Kedua, sasaran sentral yang dituju dalam teori ini adalah wanita dan ketiga
teori feminis berasal dari kepentingan wanita. Tujuan feminisme adalah
menunjukan bagimana penilaian tentang suatu kondisi sosial dimana perempuan
menempuh kehidupan mereka membuka kesempatan untuk merekonstruksi dunia mereka
dan menewarkan kepada mereka prospek kebebasan di masa depan.
Feminisme
Radikal
Kunci untuk memehami feminis
radikal adalah patriaki,
menurut feminis radikal patriarki adalah budaya peninadasan diaman kaum wanita
dikontor dalam segala bidang hal ini yang membuat feminis radikal lebih memilih
memutuskan patriarki dengan cara menghancurkan pengaruh biologis perempuan,
menurut mereka dengan menghilangkan pengaruh biologis wanita dengan cara
membuat teknologi mengandung diluar ramih akan memutuskan perbedaan gender dan
peran ibu akan sendirinya hilang. Selain itu feminis radikal juga melaukan
kebebasan perkawinan untuk menghilangkan dominasi laki-laki dengan cara
melakukan kebebasan untuk melakukan perkawinan atau tidak sama sekali. terakhir
feminis radikal juga melegitimasi kebebasan seks, entah mau sesama jenis (
lesbian/ separasi ) atau tidak.
Shulamith Firestone termasuk
yang berasumsi bahwa untuk menghindari terjadinya dominasi dan eksploitasi
system patriarki, maka perlu menghilangkan landasan tentang faktor biologis
perempuan. System partiarki berlandasakan perempuan mengandung dan melahirkan.
Jika ditemukan teknologi yang dapat membuahi diluar rahim maka barulah
perempuan mendapatkan kebebasannya.
Kate Millett
( 1934-1977 ), berpendapat bahwa patriarki dibawah oleh control gagasan
kebudayaan oleh laki-laki. Sehingga memungkinkan untuk melakukan penindasan
terhadap perempuan. Kate berpendapat bahwa bentuk penindasan tidak hanya secara
fisik. Tetapi bisa juga dengan melakukan ekspoitasi, dominasi dan pencekalan
akses. Feminis radikal tidak begitu memusatkan perhatian pada interaksi umum
dalam keluarga atau perkawinan.
Bagi
feminis radikal dunia perempuan terancam oleh kekerasn laki-laki, dimana
kekerasan juga tergambar dalam bentuk simbolik ( seks heteroseksual ) dan dipromosikan oleh iklan dan ponografi.
Feminis radikal merasa potensi ancaman terbesar bagi perempuan justru terjadi
dalam kehidupan sehari-hari ( Elizabeth
Stanko ). Dalam karya Andrenne
Risch dan Andrea Dworkin, perempuan
digambarkan sebagai mahluk yang maja, akomodatif, siap sedia bagi laki-laki
demi memenuhi hasrat seksual mereka. Sehingga pelecehan seksual, perkosaan dan
kekerasan seksual lainnya tidak mengherankan terjadi. Hal ini semat-mata adalah
ekspresi kekerasan dari hubungan seksual “normal” antara laki-laki dan
perempuan.
Landasan
Pemikiran Feminis Radikal
Feminisme
radikal didasarkan atas dua keyakinaan sentral bahwa, wanita memiliki nilai
positif mutlak sebagai wanita dan wanita dimana-mana ditindas oleh system
patriarki. Pada zaman kebengkittannya feminis radikal bergabung dalam
organisasi “Black flower” Afrika-Amareika untuk melawan tirani system
patriarki. Feminis radikal melihat bahwa didalam setiap institusi dan didalam
stuktur masyarakat yang paling mendasar terhadap system penindasan dimana
oaring tertentu / lai-laki mendominasi dan penindasan itu terjadi dalam bentuk
antar seks ( jenis kelamin ).
Feminis
merasa praktik penindasan juga terjadi secara sebunyi, dibalik satandar mode
dan kecantikan, dibalik gagasan tirani keibuan, dibalik praktik sinekologi,
ilmu kebidanan dan psikoterapi dan balik pekerjaan rumah tangga yang tak diupah
atau pekerjaan yang diupah tetapi rendah. Perempuan secara tidak langsung
dikendalikan dan dikontorl hidupnya. Jika kita lihat dalam sejarahnya patriarki
muncul dari kultur kekerasan terhadap perempuan seperti pembakaran penyihir
wanita, pelemparan batu terhadap wanita yang berzinah hingga mati, membuhuh
bayi perempuan, membelenggu telapak kaki wanita cina , menyiksa kaum lesbian
dan pemaksaan bunuh diri bagi janda hindu. Dari kultur tersebut melahirkan
kekejaman dan budaya sadisme terhadap wanita seperti perbudakan seks, praktik
pelacuran, kekejaman suami terhadap istri dan sadisme terang-terangan dalam
pornografi.
Hal
yang membuat patriarki kuat adalah kekuatan mereka yang terkumpul dalam
ekonomi, pengetahuan, emosional dan sumber daya lainnya. Dikarenakan perempuan
selalu di nomor duakan; perempuan lebih
baik bekerja sebagai ibu, prempuan lebih baik bekerja didapur dan sebagainya,
membuat perempuan lebih kecil dari pada laki-laki. Hal ini dikarenakan akses
perempuan yang dikontorl, diatur, dicekal dan dimatikan oleh system patriarki.
Hal ini yang membuat lai-laki beranggapan bahwa wanita adalah pelayan yang
selalu mengalah, alat yang efektif untuk memuasakan nafsu, tenaga kerja yang
bermanfaat dan buruh yang murah.
Lantas
bagaimana cara mengalahkan system patriarki?
Feminis
radikal menjadwab dengan memfungsikan kembali kesadaran mendasar bagi perempuan
sehingga setiap perempuan mengakui nilai dan kekuatan dirinya sendiri.
Bagai
mana cara mengevaluasi feminis radikal ?
Feminis
radikal adalah gabungan baik antara feminis Marxian dan Psikoanalisis. Mereka
berlandaskan bahwa patriarki adalah praktik kekerasan terhada wanita, meskipun
feminis radikal terlalu memusatkan perhatian pada patriarki sehinga
menyederhanakan realitas organisasi sosial dan ketimpangan sosial.
Menolak dan Mendukung
Sobordinasi Gender
Bagi
semua masyarakat, sebutan lazim yang senama bagi gender adalah subordinasi
perempuan, dijembatani oleh kelas dan ras. Dalam bahasan ini diharapkan dapat
memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar penunjuk, karena dalam setiap
masyarakat, Utara maupun Selatan, tradisi politik, cultural dan demokrasi
mendiktekan bagaimana seharusnya menyusun subordinasi gender dengan baik.
Subordinasi gender menegaskan bahwa dalam skala yang luas dapat dipahami
sebagai masalah structural, di atas tinjauan-tinjauan individu dan membentuk
pemikiran maupun aksi melalui pranata social, politik, dan cultural maupun
ekonomi yang membentuk dunia social.
Tinjauan pertama di awali dalam
meneropong keluarga, seperti mengenai dampaknya, masalah keutamaan laki-laki
dan seksualitas, dimana keduanya menjadi isu penting bagi gerakan perempuan di
seluruh dunia. Kemudian lebih lanjut akan meneropong isu-isu yang terkait
mengenai akses terhadap kekayaan, ritual, tradisi dan tabu cultural. Kekerasan
dalam perempuan merupakan salah satu senjata ampuh untuk menjamin kesesuaiannya
dengan norma-norma gender, sementara agama digunakan untuk mengabsahkan
subordinasi dalam setiap tradisi. Selain itu akan dibahas pula hakikat
subordinasi di dalam kultur antara pekerjaan wanita dan pekerjaan laki-laki.
Masalah Struktural
Sebagian orang yang lahir dan besar
di Negara-negara Utara dengan tradisi demokrasi liberal sama-sama memilki
asumsi tertentu mengenai perilaku. Hakikatnya, kita percaya bahwa kita
melakukan apa yang kita lakukan karena ingin melakukannya, dan berlaku dengan
cara tertentu karena kita telah memilihnya. Untuk mengetahui gender
mempengaruhi keyakinan dan kebutuhan individu yang mandiri, maka akan di
modifikasi pada kebutuhan individu lain yang pada dasarnya orang itu adalah
makhluk social.
Kemudian daripada itu, Pranata
social masuk sebagai individu sejak kita memasuki keluarga pada saat lahir,
melalui pendidikan, kultur pemuda, dan kedalam dunia kerja dan kesenangan,
serta mulai membentuk keluarga sendiri dalam memberi pesan yang jelas kepada
seseorang, bagaimana orang “normal” berperilaku yang sesuai dengan gendernya.
Dalam teori setiap langkah kehidupan
terbuka bagi perempuan di Utara. Namun, pada saat bersamaan mereka harus
terus-menerus di ingatkan bahwa peran utama seorang perempuan adalah menjadi
seorang istri dan ibu. Sesungguhnya, ideal seorang laki-laki akan menjadi mitra
kepada siapapun ke semua energy emosionalnya diarahkan dalam lembaga
perkawinan. Kemudian apabila kita melihat masyarakat di luar kawasan industri
Utara, dimana ideology individualitas dan keyakinan dalam kebebasan individu
tidak dominan. Kenyataanya bahwa peran gender tidak bersandar kepada kehendak
individu tetapi semata-mata kepada struktur masyarakat menjadi jauh lebih
jelas. Dalam dokumen Women Living Under Muslim Laws (Perempuan yang hidup di
bawah hukum Islam) menyatakan bahwa, “banyak perempuan tidak memiliki pilihan
sama sekali untuk menentukan arah kehidupan dewasanya sendiri, karena
pertama-tama mereka di atur oleh ayah dan ibunya dan kemudian oleh suami dan
ibu mertuanya”. Agama menentukan cara tertentu dalam berperilaku, begitu pula
tradisi. Dapat dikatakan, sebagian masyarakat sangat sulit untuk menolak peran
gender, karena sebagian besar masyarakat di dunia ini adalah patriarchal dan
melalui struktur kekuasaan itu posisi subordinat perempuan dijunjung tinggi dan
dikekalkan oleh peran gender tradisional.
Partiarki itu sendiri yang dimaksud
adalah sebuah konsep bahwa laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran
penting dalam masyarakat, pemerintahan, militer, pendidikan, industry, bisnis,
dan agama yang pada dasarnya perempuan tercerabut dari akses terhadap kekuasaan
itu. Pandangan ini berpengaruh penting ketika berbicara tentang peran gender
tradisional yang susah berubah. Ini merupakan ciri pokok masyarakat yang
terorganisir sepanjang garis patriarchal dimana ada ketidaksetaraan (unequal)
hubungan gender (gender inequalities) merupakan sesuatu yang sangat mengancam
karena berarti menolak seluruh struktur social. Patriarki mempengaruhi ke semua
aspek masyarakat dan system social, oleh karena itu akan ditelaah sebagian
aspek dan system ini serta melihat bagaimana strukturnya, yang memberi hak-hak
istimewa kepada laki-laki dengan mengorbankan perempuan serta menjunjung tinggi
perbedaan gender.
Dalam hal ini dicontohkan salah satu
aspeknya yaitu keluarga. Dapat dikatakan suatu unit Keluarga Inti apabila
terdiri atas seorang ibu, ayah, dan dua atau tiga orang anak. Unit ini
dikatakan sempurna bagi masyarakat industry karena ini berarti bahwa permintaan
akan produk terus berkembang tanpa batas karena keluarga inti memproduksi
sendiri. Namun tidak dapat dipungkiri akan terdapat variasi dalam struktur
keluarga, dan semakin banyaknya jumlah rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan.
Kebanyakan masyarakat berharap bahwa perempuan yang terikat dalam perkawinan
tunduk kepada kepala rumah tangganya yaitu laki-laki. Hal ini akan memberi
dampak penting kepada perempuan berkenaan dengan control terhadap kehidupan
reproduktifnya.
Di dalam unit keluarga patriarchal,
kepentingan, kebutuhan, dan kekuasaan setiap anggota keluarga akan berbeda.
Atas dasar inilah akan muncul perencanaan pembangunan yang peka gender
berpendapat bahwa mengambil keluarga sebagai unit dalam perencanaan pembangunan
tidak bias menjamin pembagian keuntungan secara merata kepada semua anggota
keluarga. Tetapi unit keluarga merupakan focus dominan dalam banyak perencanaan
pembangunan, khususnya dikalangan beberapa lembaga dengan agenda Kristen dan
dengan komitmen ideologis menegakkan integritas keluarga.
Keutamaan Anak
Laki-laki
Dalam pepatah India terdapat istilah
membesarkan seorang anak perempuan sama saja seperti mengairi pohon rindang di
halaman orang lain. Maksud istilah tersebut adalah apabila kita memiliki seorang
anak perempuan, maka ia tidak akan lama berada dalam satu atap dengan
orangtuanya, karena hakikatnya perempuan harus mengikuti kemana suaminya
melangkah. Salah satu konsekuensi dari posisi subordinat perempuan adalah
perkembangan keutamaan anak laki-laki. Tidak sulit untuk memahami mengapa
perempuan cenderung lebih menyukai anak laki-laki, karena anak perempuan akan
meninggalkan rumah suatu hari anti, mengambil sebagian kekayaan keluaraga dalam
bentuk mas kawin, sementara anak laki-laki menawarkan janji autonomi dan
autoritas masa depan atas menantu perempuan serta para cucu.
Seksualitas
Seksualitas adalah kawasan dimana perempuan dalam
masyarakat patriarkal merasa dirinya terlalu dikendalikan. Penggunaan bahasa
kerap membuat gagasan hak-hak seorang suami atas kemampuan melahirkan istrinya
menjadi eksplisit. Ia sendiri menanamkan benih kepada istrinya. Banyak
perempuan di seluruh dunia percaya bahwa benih suami mengandung semua yang
diperlukan bagi bayi untuk memulai pertumbuhan; ibu hanya memberikan sari
makanan agar membuatnya berkembang. Di India bagian tengah dan utara, proses
reproduksi diarahkan melalui penggunaan metafora dua istilah yakni “benih” dan
“ladang”. Laki-laki memberi benih dan esensi, dan karena benih menentukan jenis
anak, maka identiras seorang anak pada dasarnya berasal dari si ayah.
Kerja perempuan dalam reproduksi ditentukan dan dinilai
rendah oleh ideologi yang melihat penghasilan nyata adalah milik laki-laki,
demikian pula, kontribusi perempuan terhadap perekonomian rumah tangga
diabaikan atau tidak diakui secara nyata. Perempuan dibawah lingkungan
patriarki teralienasi dari kerja reproduktif dan produktifnya. Hasil kedua
kerja itu milik orang lain.
Gagasan tentang seksualitas itu sendiri sebagai suatu
konstruksi sosial, dan bukan entitas lahiriah secara biologis yang tidak bisa
berubah, menjadi penting. Seksualitas dilihat sebagai “cara yang rumit dan
beraneka ragam dimana emosi, hasrat dan hubungan kita dibentuk oleh masyarakat
dimana kita hidup”. Memahami kekuatan sosial ini merupakan langkah pertama
untuk merubahnya, dengan memastikan bahwa perempuan memiliki peluang
merenungkan kedudukan dan pengertian seksualitas dalam kehidupan dan
hubungannya. Dalam proses ini, muncul masalah identitas, kewajiban, kekuasaan,
kesenangan, pilihan dan hati nurani. Serta kesempatan perempuan untuk memiliki
autonomi dalam kawasan intim dari hidupnya.
Akses Terhadap Kekayaan
Menurut hukum Islam, waris yang diterimia seorang anak
perempuan dibatasi setengah dari yang diterima oleh anak laki-laki (karena anak
perempuan diharapkan menikah dan kebutuhannya dipenuhi oleh suaminya, berarti
membiarkan mereka tetap tergantung kepada laki-laki). Di beberapa masyarakat,
proses Islamisasi memiliki pengaruh yang mengganggu atas pola pewarisan.
Di Afrika sub-Sahara, hukum adat melakukan diskriminasi
terhadap perempuan. Hak tanah sering berpindah kepada laki-laki atas asumsi
bahwa kepala keluarga senantiasa laki-laki, walaupun ini dapat bererti bahwa
anggota keluarga perempuan mungkin sekali kehilangan statusnya sebagai petani
independen. Perempuan terpaksa tetap bergantung pada laki-laki untuk menjamin
akses terhadap tanah yang diperlukannya guna menanam bahan pangan demi
kelangsungan hidup mereka dan anak-anaknya. Akibatnya, banyak perempuan di Afrika
dan berbagai belahan dunia lainnya, tetap dirumah perkawinan mereka kendati
mengalami perlakuan semena-mena dan kekerasan, karena takut kehilangan akses
terhadap beberapa sumber daya yang dimilikinya, tanah dan anak.
Banyak organisasi perempuan memusatkan perhatian pada hak
atas tanah dan kekayaan. Di Zimbabwe, misalnya, perempuan memperolah hak yang
sama atas tanah di lahan-lahan koperasi transmigrasi.
Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekerasan menimbulkan rasa malu dan mengintimidasi
perempuan; ketakutan akan kekerasan menghalangi banyak perempuan mengambil inisiatif dan mengatur
hidup yang akan dipilihnya. Ketakutan terhadap kekerasan merupakan satu faktor
kunci yang menghambat perempuan ikut terlibat dalam pembangunan. Perempuan yang
tidak terlalu tergantung kepada suami atau bantuan mitranya mungkin tidak
begitu rentan terhadap kesemena-menaan
walaupun laki-laki yang tidak bekerja mungkin juga melampiaskan rasa
frustrasinya kepada perempuan.
Kalau dulu perkosaan dilihat sebagai kejahatan yang dilakukan
oleh laki-laki tidak normal yang tidak mampu mengontrol nafsu birahinya, kini
perkosaan dilihat sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki
“normal” terhadap perempuan: pada dasarnya tindakan itu merupakan mekanisme
kontrol dan intimidasi.
Pornografi juga merupakan bentuk kekerasan lainnya
terhadap perempuan yang melanggengkan perbedaan gender. Pembahasan tentang
pornografi terhambat oleh gagasan kebebasan, kebebasan berekspresi dan masalah
moralitas maupun sensor. Sussanne Kappeler berkeyakinan bahwa masalahnya
bukanlah pada isi pornografi: masalahnya karena ada representasi dan makna
representasi itu untuk mengubah seseorang menjadi objek. Pornografi
mengondisikan kegairahan laki-laki terhadap subordinasi perempuan, penghinaan,
kesakitan, perkosaan dan perusakan: baik halus maupun kasar. Si pornografer,
orang yang menciptakan kesan, selalu memulai dengan merendahkan subjeknya
menjadi objek, sebuah objek yang kemudian dapat dijual kepada laki-laki sebagai
kekayaan.
Tabu Ritual, Tradisi dan Kurtural
Dalam tradisi atau kultur
tertentu seringkali masalah gender jadi jurang pemisah. Pemahaman tentang
perbedaan gender dalam kepemilikan dan kontrol terhadap kekayaan, pembagian
kerja secara seksual dan nilai kerja ekonomi perempuan perlu disimbangkan
dengan pandangan lainnya. Sebagian antropolog berpendapat bahwa gender
merupakan basis sistem sosial ganda; struktur masyarakat secara keseluruhan,
keyainan dan perilaku yang bergantung kepada gagasan tentang perbedaan mendasar
antar dua jenis kelamin. Pandangan bahwa perempuan bisa bertindak seperti
laki-laki masih dianggap tabu disebagian komunitas masyarakat.
Agama
Menurut
dari sebagian besar agama dunia, perempuan diberi peran sekunder dan
subordinat. Namun hal ini segera diperbaiki dan dikaji ulang oleh kaum feminis
kristen, yahudi, dan Islam dengan meninjau kembali ayat suci mereka. Lalu
mereka menyimpulkan bahwa agama mereka menawarkan kemungkinan pembebasan dan
perbaikan dalam posisi perempuan, tetapi tradisi dan sejarah telah menumbangkan
potensi in dan menggunakan agama untuk menekan perempuan
Kultur Bekerja
Diskriminasi gender dalam
pembagian kerja di luar konteks rumah tangga menyentuh hampir semua kerja
produktif ekonomis yang di lakukan kaum perempuan di selatan, misalnya dalam sektor
informal atau dalam sektor pariwisata dan pelacuran.
- Perempuan dalam industri manufaktur
Dalam kasus ini, perempuan
hanya dijadikan dalam bagian operasional. Sedangkan laki-laki dipekerjakan
ditingkatan yang lebih tinggi.
- Perempuan dalam sektor informal
Dalam kasus ini biasanya
perempuan mendapatkan sepertiga upah lebih rendah dibandingkan laki-laki, mengalami pelecehan seksual,
bekerja terus selama hamil, dan tidak memiliki kelengkapan bagi pengurusan anak
setelah melahirkan.
- Pariwisata dan Pelacuran
Pariwisata seks terkadang
dibenarkan dengan cara menunjuk pada kemiskinan di negara-negara dimana
pariwisata semacam itu terjadi. para turis seks mungkin saja diberitahu
mengenai kebutuha individu untuk memperoleh penghasilan keluarga, dan didorong
untuk mempercayai bahwa pelacuran merupakan ekspresi autonomi perempuan dalam
membuat keputusan atas kehidupan dan perilaku seksualnya sendiri.
Sistem Hukum
Perbedaan
gender dipertahankan dan diabadikan melalui hukum keluarga atau hukum personal
suatu negara, yang mugkin menawarkan hak yang sangat berbeda kepada laki-laki
dan perempuan. Hukum adat merupakan kekuatan dahsyat di banyak negara,
sekalipun ada satu sistem hukum yang berlaku. Dalam hukum adat perempuan
cenderung paling didiskriminasi, karena hukum adat berurusan dengan hal-hal
seperti hubungan keluarga, perkawinan, perceraian, dan perwalian yang kerap
menjadi isu senral dalam kehiduapan perempuan.
Pendidikan
Bagaimanakah
pendidikan menopang gender?
1.
kuantitas pendidikan yang didapatkan oleh anak-anak
gadis
2.
bobot pendidikan yang diterima
Tidaklah sulit memahami
mengapa pendidikan mngkin lebih mengekalkan peran gender ketimbang menolaknya.
Kebanyakan guru sendiri tidak menyadari diskriminasi yang dihadapi perempuan
sebagai gender dan mereka tidak mampu menolak stereotipe yang bersifat merusak
dalam materi pendidikan, pilihan karir yang tersedia bagi anak gadis, dan
lingkungan sekolah yang mungkin melakuakn diskriminasi, semata mata karena
mereka tidak memahaminya.
Laki-laki Publik : Perempuan
Privat
Satu
ideologi paling kuat yang menyoong perbedaan gender adalah pembagian dunia ke
dalam wilayah pulik dan privat. Wilayah publik, yang terdiri atas pranata
publik, negara, pemerintahan, pendidikan, media, dunia bisnis, kegiatan
perusahaan, perbankan, agama, dan kultur, hampir semua didominasi laki-laki.
Suku, kelas dan agama mungkin memainkan peran besar dalam memutuskan laki-laki
mana yang menjalankan kekuasaan, tetapi akses perempuan terhadap kekuasaan
senantiasa lebih kecil dibandingkan akses laki-laki dari latar belakang yang
sama.
Referensi
George
Ritzer dan D J. Goodman, Teori Sosioligi Modern. Jakarta : Kencana
PIP
Jones, Teori-teori Sosial. Jakarta : Buku Obor
Bahan ajar : Gender dan pembangunan : Bab 4, (
Evy
0 komentar:
Posting Komentar