Jumat, 09 Oktober 2015

Evaluasi Rezim Jokowi-JK: Jawaban dari Lambatnya Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Oleh : Gurnadi R.


A.    PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
Rupihan konsisten berada diangka Rp.14.000, saling tuding antar lembaga pemerintahan semakin panas, siapakah yang paling bertanggung jawab?. Siapa pun yang bertanggung jawab masyarakat adalah pihak yang paling terasa dari dampak melemahnya rupiah. Berbagai bahan kebutuhan pokok naik, belum lagi perusahaan yang melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Kamar Dagang Indonesia (Kadin), mencatat ada 30.000 karyawan yang di PHK.[1] Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), memalui data BPJS Ketenagakerjaan -mencatat ada 27.000 karyawan yang di PHK.[2] Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mencatat terdapat 26.000 karyawan yang di PHK;

Data PHK: Edisi September 2015

No
Wilayah
PHK (Orang)
1
Provinsi DKI Jakarta
1.430
2
Provinsi Banten
5.424
3
Provinsi Jawa Barat
12.000
4
Provinsi Jawa Tengah
1.305
5
Provinsi Jawa Timur
3.219
6
Provinsi Kalimantan Timur
3.128


26.506

Potensi PHK Edisi September 2015

No
Wilayah
PHK (Orang)
1
Provinsi Kalimantan Timur
3.000
2
Provinsi Kalimantan Selatan
691
3
Provinsi Jawa Tengah
1.185
4
Provinsi Banten (Tangerang)
1.030
5
Provinsi Jawa Barat (Subang)
430
6
Provinsi Sulawesi Selatan (Pangkep)
160


6.496

Kondisi ini tentu sangat disayangkan oleh masyarakat, karena lemahnya rupiah berdampak sistemik, terutama menyangkut hajat hidup dan daya beli bagi perusahaan. Salah satu sektor indsutri yang terkena dampak akibat turunnya daya beli masyarakat adalah sektor padat karya, yang menggantungkan penjualan produknya di pasar dalam negeri.[3] Sektor industri seperti garmen, tekstil, industri logam dan sepatu, adalah yang paling banyak terkena dampak. Alasannya adalah sepinya pesanan, sehingga membuat perusahaan tutup.[4] Pemerintah diharapkan mampu mengembalikan kekuatan rupiah demi memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

B.     Tenaga Kerja Asing:

Selain masalah PHK, kedatangnya TKA (Tenaga Kerja Asing) di Indonesia juga menjadi polemik. Tercatat 70.000 tenaga asing yang bekerja di Indonesia disektor industri dan jasa. Mereka dianggap legal setelah mengantongi surat izin memperkenalkan tenaga asing (IMTA). Tenaga kerja asing yang paling banyak masuk ke Indonesia saat ini berasal dari Tiongkok, mereka bukan saja buruh ahli tapi juga buruh kasar. Salah satu contoh kasus tenaga kerja asing kasar yang datang dari Tiongkok adalah yang bekerja di PT Semen Merah Putih, Banten. Kehadirannya kemudian memicu kontroversial. Sebab, tenaga buruh kasar di Indonesia pun banyak.[5] Terdapat 400 orang tenaga asing, bekerja dalam proses pembangunan pabrik Semen Merah Putih dan dermaga (PT Cemindo Gemilang). Mereka berasal dari PT Sinoma (di bidang Engineering, Procurement, dan Construction/EPC) dan China Harbour asal china.[6] Alasan-nya karena tenaga asing tersebut terampil dan memiliki pengalaman. Kondisi ini sangat ironis, ditengah lemahnya ekonomi dan PHK, munculnya TKA menambah kepahitan sendiri bagi TKI (Tenaga Kerja Indonesia).

Peraturan TKA perlu diregulasi kembali, semua instansi pemerintah patut bekerjasama dalam pengawasan TKA. Kedatangan TKA menjadi polemik tersendiri ditengah kebutuhan masyarakat terhadap lapangan kerja. Berikut adalah daftar Pengangguran terbuka di Indonesia:

Pengangguran terbuka menurut pendidikan dan jenis kelamin di Indonesia
Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Bulan Februari Tahun 2015 diolah Pusdatinaker
Pendidikan
Jenis Kelamin (Orang)
Total
Laki-Laki
Perempuan
<SD
1.276.391
771.498
2.047.889
SMTP
968.384
682.003
1.650.387
SMTA
1.874.190
1.062.587
2.936.777
Diploma I/II/III/Akademi
102.931
151.381
254.312
Universitas
265.345
300.057
565.402




JUMLAH



4.487.241
2.967.526
7.454.767

Sebanyak 7.454.767 orang pada februari 2015 terdata sebagai penganggur terbuka. Paling dominan adalah jenjang pendidikan SD dan SMTA sederajat. Diharapkan pemerintah mampu memberikan lapangan kerja bagi masyarakat, bukan malah mendatangkan TKA, apa lagi jika pekerjaanya bisa dilaukan oleh anak bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar