Selasa, 20 Oktober 2015

Setahun Jokowi : Rapor Merah Politik Anggaran tidak berpihak Rakyat

Rilis FITRA.

Dalam setahun Jokowi-JK memimpin, FITRA mengukur implementasi janji nawacita dalam pengelolaan anggaran pemerintah. Cerminan ini dapat dilihay dari Nawacita kedua yaitu : Membuat Pemerintah yang bersih, efektif dan demokratis. Ditunjang dengan komitmen Tri Sakti berjanji mewujudkan perekonomian yang mandiri, tanpa hutang dan berdikari.
Fakta yang ada, FITRA menilai pedoman tersebut baik Nawacita dan Trisakti hanya sekedar janji kampanye belaka. Hal ini berdasarkan beberapa temuan yaitu :
  1. Politik Anggaran APBNP 2015 dan RAPBN 2016 masih dikelola untuk kepentingan elit, dimana dana untuk infrastruktur berorientasi pada usaha konglomerasi bukan pada infrastuktur kerakyatan seperti pertanian dan transportasi daerah tertinggal. - Anggaran untuk belanja publik/sosial juga rendah seperti kesehatan yang belum mencapai amanat konstituti 5 % dari APBN.
  2. Kementrian Jokowi-JK tidak becus mengelola anggaran : penyerapannya rendah. Dampaknya, belanja publik terhambat dan rakyat tidak sejahtera. Temuan FITRA, belanja pemerintah hanya mencapi 47% per September 2015 dari total 1.318 Triliun. Namun dominasi ada di belanja birokrasi Yang sudah mencapai 65% sebesar 191 T dari 293 T. Sedangkan belanja sosial masih tendah hanya 54% dari 107 T.
  3. Defisit anggaran meningkat, akibatnya utang luar negeri ditarik tinggi. Defisit ini akibat dari target penerimaan pajak yang rendah hanya mencapai 49,2% sebesar 867 T dari target 1.761 T. Akibatnya pembiayaan luar negeri meningkat hampir 800 T untuk menutup defisit. Sedangkan utang pemerintah mencapi Rp. 4000 T yang sebagian besar untuk pembiayaan proyek bisnis konglomerat. Pinjaman ini sudah 2X lipat dari APBN. Dampak hutang ini tidak akan lunas hingga 100 tahun Indonesia Merdeka dengan nilai jatuh tempo sebesar 191 T pada tahun 2054.
  4. Kerugian Negara Era Jokowi Meningkat menjadi 2,2 T pada hasil audit BPK semester II tahun 2015 dari 1,4 T pada semester II tahun 2014. Dalam catatan FITRA Kementrian Keuangan mendapat raport merah dengan sumbangan kerugian negara 111,5 M, potensi kerugian negara 248 M dan kekurangan penerimaan negara sebesar Rp. 3,7 Triliun.
  5. BUMN dikelola hanya untuk kepentingan menjual negara ke tangan asing dan masih menjadi sapi perah politik. Hutang bank BUMN Mandiri, BNI, BRI, BTPN senilai Rp. 40 T dengan Komitmen 500 T. Selain itu dalam waktu 7 bulan APBNP 2015 dan RAPBN 2016 Menteri Rini telah mengalokasikan 63 T + 44 T atau 107 T untuk PMN BUMN yang tidak transparan dan akuntabel.
  6. Inisiatif Jokowi menerima RUU Pengampunan Pajak adalah penghianatan terhadap warga negara pembayar pajak dan merupakan bentuk kekalahan negara pada koruptor dan penjahat ekonomi.
  7. Sikap Presiden yang tunduk pada negosiasi Freeport bertentangan dengan semangat Tri Sakti Soekarno, Nawacita dan UUD 1945 pasal 33 tentang pengelolaan SDA untuk Kesejahteraan Rakyat
Dari tujuh catatan diatas FITRA menuntut
  1. Agar Presiden Memperbaiki Pengelolaan Anggaran yang berpihak pada rakyat dengan alokasi belanja publik/sosial yang meningkat dan efektif.
  2. Menuntut Jokowi untuk menjaga kedaulatan Ekonomi dengan tidak menjual negara ke investor asing, memaksa BUMN untuk utang dan menarik utang pemerintah tidak sesuai dengan kemampuan negara.
  3. Jokowi harus mengevaluasi dan mengganti kementrian yng berkontribusi terhadap buruknya politik anggaran dan pegelolaan keuangan negara yaitu Menteri BUMN dan Menteri Keuangan.

Referensi media: 
http://berita.suaramerdeka.com/setahun-jokowi-jk-politik-anggaran-tidak-berpihak-rakyat/
http://berita.suaramerdeka.com/rapor-merah-jokowi-jk-dituntut-ubah-alokasi-anggaran/

0 komentar:

Posting Komentar