Oleh: Kartika Dwi Ningsih, S.Pd
Menjadi guru kelas 3
sekolah dasar tentu bukanlah perkara yang mudah. Banyak sekali kejadian dan pelajaran
yang bisa diambil dalam pembelajaran di kelas 3. Salah satunya adalah
mengahadapi siswa yang seringkali berkata sulit, ribet,susah sebelum dia
mencobanya. Kejadian ini saya alami dengan siswa saya yang bernama Rifat.
Rifat sebenarnya anak yang pintar, dia memiliki hafalan yang baik dalam perkalian atau hal yang lainnya. Namun seringkali dia berkata sulit bu, susah, dan ribet sebelum mengerjakan soal yang diberikan. Sehingga dia cenderung tidak menyelesaikan pekerjaannya bahkan tidak mengerjakannya. Namun saya tidak menyerah begitu saja dan saya tidak mau mengalah dengan pernyataannya. Tentu menyelesaikannya bukan dengan membiarkannya atau mengabaikan ucapannya. Karena yang saya tahu semakin sering dia berucap seperti itu dia akan benar-benar tidak akan percaya diri mengerjakan tugas walaupun dia bisa.
Rifat sebenarnya anak yang pintar, dia memiliki hafalan yang baik dalam perkalian atau hal yang lainnya. Namun seringkali dia berkata sulit bu, susah, dan ribet sebelum mengerjakan soal yang diberikan. Sehingga dia cenderung tidak menyelesaikan pekerjaannya bahkan tidak mengerjakannya. Namun saya tidak menyerah begitu saja dan saya tidak mau mengalah dengan pernyataannya. Tentu menyelesaikannya bukan dengan membiarkannya atau mengabaikan ucapannya. Karena yang saya tahu semakin sering dia berucap seperti itu dia akan benar-benar tidak akan percaya diri mengerjakan tugas walaupun dia bisa.
Mulanya memang sulit, tapi
memang diperlukan perhatian dan pendekatan lebih kepadanya. Hal ini saya
lakukan dengan mencari tahu hobi dan kesukaanya. Tentu saja dengan obrolan
singkat ketika makan siang bersama di kelas.
Tidak diduga Rifat yang cenderung cuek, menanggapi pertanyaan saya tentang hobinya dengan antusias. Bola adalah jawabannya, dari kejadian itu dia merasa saya lebih memperhatikannya. Beberapa kali Rifat datang ke meja saya di ruang guru hanya untuk bersalaman dan bercerita tentang team bola favoritnya. Dari ceritanya tanpa Rifat sadari seringkali saya menyisipkan nasehat sederhana tentang usaha dan kerja keras pemain bola sehingga bisa menjadi pemain professional.
Mulanya dia tidak menanggapi, tapi beberapa hari berikutnya Rifat kembali untuk bertanya apakah memang semua pemain bola harus bekerja keras dengan giat berlatih untuk menjadi juara. Siangitu saya berikan senyum kepadanya sambil berkata, “tidak ada yang mudah untuk didapatkan, semua harus diusahakan dengan serius dan kerja keras. Tidak ada yang sulit jika kita mau bersungguh-sungguh”. Rifat tersenyum dan berkata, “bu, hari ini saya akan berusaha dan berjanji untuk tidak berkata sulit atau ribet sebelum saya mencobanya”, sembari menyodorkan kelingking kanannya kepada saya sebagai symbol perjanjian. Saya tersenyum dan berkata kepadanya,” ibu yakin Rifat pasti bisa jadi yang terbaik”.
Ternyata Rifat menepati janjinya, sudah setahun saya mengajarnya tidak pernah lagi saya mendengar kata-kata sulit, dan susah keluar dari mulutnya. Awalnya memang sulit untuknya, namun seringkali dia berupaya menutup mulutnya ketika kata sulit dan susah hendak dia ucapkan, tapi pendekatan dan motivasi yang terus saya lakukan kepadanya selama setahun ini membuatnya sudah tidak berkata seperti itu lagi.
Dari Rifat saya belajar untuk lebih peduli dan meluangkan waktu lebih untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi peserta didik. Tidak hanya itu, Rifat seakan memberikan penyadaran kepada saya, yang seringkali menyerah dengan keadaan. Dengan nasehat saya kepadanya, seolah menjadi pengendali saya untuk tidak menyerah dengan keadaan yang saya hadapi baik sebagai pengajar atau manusia biasa seutuhnya ketika dihadapi dengan permasalahan.
Tidak diduga Rifat yang cenderung cuek, menanggapi pertanyaan saya tentang hobinya dengan antusias. Bola adalah jawabannya, dari kejadian itu dia merasa saya lebih memperhatikannya. Beberapa kali Rifat datang ke meja saya di ruang guru hanya untuk bersalaman dan bercerita tentang team bola favoritnya. Dari ceritanya tanpa Rifat sadari seringkali saya menyisipkan nasehat sederhana tentang usaha dan kerja keras pemain bola sehingga bisa menjadi pemain professional.
Mulanya dia tidak menanggapi, tapi beberapa hari berikutnya Rifat kembali untuk bertanya apakah memang semua pemain bola harus bekerja keras dengan giat berlatih untuk menjadi juara. Siangitu saya berikan senyum kepadanya sambil berkata, “tidak ada yang mudah untuk didapatkan, semua harus diusahakan dengan serius dan kerja keras. Tidak ada yang sulit jika kita mau bersungguh-sungguh”. Rifat tersenyum dan berkata, “bu, hari ini saya akan berusaha dan berjanji untuk tidak berkata sulit atau ribet sebelum saya mencobanya”, sembari menyodorkan kelingking kanannya kepada saya sebagai symbol perjanjian. Saya tersenyum dan berkata kepadanya,” ibu yakin Rifat pasti bisa jadi yang terbaik”.
Ternyata Rifat menepati janjinya, sudah setahun saya mengajarnya tidak pernah lagi saya mendengar kata-kata sulit, dan susah keluar dari mulutnya. Awalnya memang sulit untuknya, namun seringkali dia berupaya menutup mulutnya ketika kata sulit dan susah hendak dia ucapkan, tapi pendekatan dan motivasi yang terus saya lakukan kepadanya selama setahun ini membuatnya sudah tidak berkata seperti itu lagi.
Dari Rifat saya belajar untuk lebih peduli dan meluangkan waktu lebih untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi peserta didik. Tidak hanya itu, Rifat seakan memberikan penyadaran kepada saya, yang seringkali menyerah dengan keadaan. Dengan nasehat saya kepadanya, seolah menjadi pengendali saya untuk tidak menyerah dengan keadaan yang saya hadapi baik sebagai pengajar atau manusia biasa seutuhnya ketika dihadapi dengan permasalahan.
0 komentar:
Posting Komentar