Ciri orang yang beriman adalah
sabar dan syukur, baik seorang muslin itu dalam keadaan sempit maupun lapang. Kita
sering sekali mendapatkan problematika yang membelenggu bahkan hal itu bisa jadi
adalah ujian dan cobaan yang diberika Allah untuk menjadikan diri kita lebih sabar
dan bersyukur. Contohnya saja, ketika kita dilanda masalah, bukan masalah
apakah kita bisa menyelesaikan masalah atau tidak, tetapi bagaimana kita bisa
tetap beriman dan menjaga kualitas amal kita kepada Allah dalam keadaan yang
sulit sekalipun.
Saya pernah bersinggah di
indaramayu ketika penelitian pada bulan ramahdan tahun 2013. Saat sholat duhur saya
sedang berada disebuah mesjid, saya melihat seorang kakek dengan tongkat ia datang
ke masjid dan sholat di safh pertama. Saat itu saya berfikir, hebat betul
semangat si kakek. Kemudian saya bertemu lagi ketika sahlat asyar berjama’ah,
begitupun sampai magrib, isya dan subuh. Saya kemudian berfikir, ini bukan masalah
semangat tetapi bagaimana kakek itu tetap menjaga kualitas ibadahnya kepada
Allah bahkan dalam keadaan sempit.
Ini bukan perkara apakah rumah kakek
itu dekat atau tidak, bukan masalah kakek itu punnya pekerjaan atau tidak,
sehingga ia bisa sholat berjamaah terus di masjid. Ia bisa saja meminta
dispensasi kepada Allah atas penyakit polio-nya sehingga mengharuskan ia sholat
di rumah, bahkan lebih buruknya ia marah ke Allah atas apa yang terjadi pada
dirinya. Kakek ini tetap menjaga kualitas iman dan menjaga kualitas ibadahnya
kepada Allah. Ini baru namnya sabar.
Sabar tidak hannya diartikan
berdiam diri dan menanti. Tapi sabar bisa diartikan sebagai perbuatan yang konsisten
untuk tetap berbuat baik semata-mata mencari ridho-Nya. Ada sebuah kisah di zaman
Rasul, ketika itu Nabi Muhammad memperintahkan umatnya untuk sholat berjamaah
di masjid, seorang kakek yang kemudian meminta keringanan untuk sholat subuh di
rumah lantaran masalah penglihatan, tetapi Nabi tidak membenarkan alasannya. Ketika
itu si kakek ke mesjid dengan keadaan payang dan sulit sampai-sampai ia
terjatuh dan kepalanya berdarah lantaran gelapnya pagi. Hari kedua, si kakek
itu berjalan lagi ke masjid, tetapi di tengah perjalaanya ia bertemu dengan
seorang pemuda dan pemdua itu mengantarkannya sampai ke masjid, begitupun hari
ketiga dan ke empat, ketika hari kelima si kakek itu bertannya identitas pemuda
itu, kemudian pemuda itu berkata “pasti anda tidak percaya”, karena ternyata yang
mengantarkan si kakek setiap hari ke masjid adalah syaitan. Kenapa syaitan
repot-repot mengantarkannya, karena ketika si kakek ke masjid dalam keadaan
sulit bahkan terjatuh dan berdarah, Allah telah menghapus setengah dosa-dosanya,
dan syaitan tidak mau ia terjatuh untuk kedua kalinya. Dari dua kisah ini kita
bisa mementik beberapa pelajaran, selain keutamaan sholat berjamaan terdapat
pesan moral yang penting tentang bagimana seorang muslim harus memiliki
mentalitas beribadah yang baik. Jangan jadikan masalah sebagai alasan untuk meninggalkan
hal yang baik, karena dibalik sesulitan terdapat kemudahan (Al-inyirah : 5-6). Lantas
sudahkah kita bersabar, apakah sabar kita di arahkan kepada hal yang baik?.
Kemuian syukur, dua contoh diatas
menceritakan dua orang muslim yang menjaga kualitas beribadahnya ditengah
kesulitan. Apakah kita yang dalam keadaan sehat memiliki semangat dan
mentalitas layaknya seorang muslim diatas?, bersyukur bukan hannya menikmati
apa yang diberi-Nya kepada kita, tetapi bisa diartikan bagimana kita bisa
memaksimalkan apa yang sudah Allah amanahkan. Kita punnya kaki, Alhamdulillah keduanya
sehat, sudahkah kita mengahargai apa yang Allah beri dengan cara memaksimalkan
apa yang diamanahkan-Nya?. Kita diberi mata yang sehat, badan yang kuat, otak
yang cerdas, tangan yang kuat, mulut yang faseh dan telinga yang baik, lantas sudahkah
kita bersyukur atas nikmatnya?. Bisa jadi ini sepele, tetapi inilah ciri seorang
muslim, inilah mentalitas seorang mukmin. Ia selalau bersyukur dengan apa yang
diamanahkan Allah dengan cara menghargai apa yang Allah beri kepadanya. Memaksimalkan
apa yang ada dan semata-mata untuk beribadah ke Allah, inysaAllah surga.
Allah akan melipat-gandakan rezki
orang yang bersyukur kepada-Nya. Boleh saja kita memiliki mobil mewah, boleh
saja kita memiliki rumah mewah, boleh saja kita memiliki gelar tinggi. Lantas apakah
kita sudah bersyukur? Dan bersyukur bukan saja masalah “menerima apa yang
terjadi”, tetapi juga berusaha mengambil tentunya dengan cara yang baik pula. Meskipun
hannya seteguk air putih dan segengam nasi, bisa saja membuat seorang msulim itu
kenyang, karena kenyangnya seorang muslim bukan karena makan untuk mengisi
perutnya, tapi karena keimanan. Allah-lah yang mencukupkannya dan keimanlah
yang mengenyangkannya, hal inilah yang membuat seorang muslim tidak serakah.
0 komentar:
Posting Komentar