Rabu, 24 Juli 2013

Mentalitas Muslim



                Ciri orang yang beriman adalah sabar dan syukur, baik seorang muslin itu dalam keadaan sempit maupun lapang. Kita sering sekali mendapatkan problematika yang membelenggu bahkan hal itu bisa jadi adalah ujian dan cobaan yang diberika Allah untuk menjadikan diri kita lebih sabar dan bersyukur. Contohnya saja, ketika kita dilanda masalah, bukan masalah apakah kita bisa menyelesaikan masalah atau tidak, tetapi bagaimana kita bisa tetap beriman dan menjaga kualitas amal kita kepada Allah dalam keadaan yang sulit sekalipun.


                Saya pernah bersinggah di indaramayu ketika penelitian pada bulan ramahdan tahun 2013. Saat sholat duhur saya sedang berada disebuah mesjid, saya melihat seorang kakek dengan tongkat ia datang ke masjid dan sholat di safh pertama. Saat itu saya berfikir, hebat betul semangat si kakek. Kemudian saya bertemu lagi ketika sahlat asyar berjama’ah, begitupun sampai magrib, isya dan subuh. Saya kemudian berfikir, ini bukan masalah semangat tetapi bagaimana kakek itu tetap menjaga kualitas ibadahnya kepada Allah bahkan dalam keadaan sempit.
                Ini bukan perkara apakah rumah kakek itu dekat atau tidak, bukan masalah kakek itu punnya pekerjaan atau tidak, sehingga ia bisa sholat berjamaah terus di masjid. Ia bisa saja meminta dispensasi kepada Allah atas penyakit polio-nya sehingga mengharuskan ia sholat di rumah, bahkan lebih buruknya ia marah ke Allah atas apa yang terjadi pada dirinya. Kakek ini tetap menjaga kualitas iman dan menjaga kualitas ibadahnya kepada Allah. Ini baru namnya sabar.
                Sabar tidak hannya diartikan berdiam diri dan menanti. Tapi sabar bisa diartikan sebagai perbuatan yang konsisten untuk tetap berbuat baik semata-mata mencari ridho-Nya. Ada sebuah kisah di zaman Rasul, ketika itu Nabi Muhammad memperintahkan umatnya untuk sholat berjamaah di masjid, seorang kakek yang kemudian meminta keringanan untuk sholat subuh di rumah lantaran masalah penglihatan, tetapi Nabi tidak membenarkan alasannya. Ketika itu si kakek ke mesjid dengan keadaan payang dan sulit sampai-sampai ia terjatuh dan kepalanya berdarah lantaran gelapnya pagi. Hari kedua, si kakek itu berjalan lagi ke masjid, tetapi di tengah perjalaanya ia bertemu dengan seorang pemuda dan pemdua itu mengantarkannya sampai ke masjid, begitupun hari ketiga dan ke empat, ketika hari kelima si kakek itu bertannya identitas pemuda itu, kemudian pemuda itu berkata “pasti anda tidak percaya”, karena ternyata yang mengantarkan si kakek setiap hari ke masjid adalah syaitan. Kenapa syaitan repot-repot mengantarkannya, karena ketika si kakek ke masjid dalam keadaan sulit bahkan terjatuh dan berdarah, Allah telah menghapus setengah dosa-dosanya, dan syaitan tidak mau ia terjatuh untuk kedua kalinya. Dari dua kisah ini kita bisa mementik beberapa pelajaran, selain keutamaan sholat berjamaan terdapat pesan moral yang penting tentang bagimana seorang muslim harus memiliki mentalitas beribadah yang baik. Jangan jadikan masalah sebagai alasan untuk meninggalkan hal yang baik, karena dibalik sesulitan terdapat kemudahan (Al-inyirah : 5-6). Lantas sudahkah kita bersabar, apakah sabar kita di arahkan kepada hal yang baik?.
                Kemuian syukur, dua contoh diatas menceritakan dua orang muslim yang menjaga kualitas beribadahnya ditengah kesulitan. Apakah kita yang dalam keadaan sehat memiliki semangat dan mentalitas layaknya seorang muslim diatas?, bersyukur bukan hannya menikmati apa yang diberi-Nya kepada kita, tetapi bisa diartikan bagimana kita bisa memaksimalkan apa yang sudah Allah amanahkan. Kita punnya kaki, Alhamdulillah keduanya sehat, sudahkah kita mengahargai apa yang Allah beri dengan cara memaksimalkan apa yang diamanahkan-Nya?. Kita diberi mata yang sehat, badan yang kuat, otak yang cerdas, tangan yang kuat, mulut yang faseh dan telinga yang baik, lantas sudahkah kita bersyukur atas nikmatnya?. Bisa jadi ini sepele, tetapi inilah ciri seorang muslim, inilah mentalitas seorang mukmin. Ia selalau bersyukur dengan apa yang diamanahkan Allah dengan cara menghargai apa yang Allah beri kepadanya. Memaksimalkan apa yang ada dan semata-mata untuk beribadah ke Allah, inysaAllah surga.
                Allah akan melipat-gandakan rezki orang yang bersyukur kepada-Nya. Boleh saja kita memiliki mobil mewah, boleh saja kita memiliki rumah mewah, boleh saja kita memiliki gelar tinggi. Lantas apakah kita sudah bersyukur? Dan bersyukur bukan saja masalah “menerima apa yang terjadi”, tetapi juga berusaha mengambil tentunya dengan cara yang baik pula. Meskipun hannya seteguk air putih dan segengam nasi, bisa saja membuat seorang msulim itu kenyang, karena kenyangnya seorang muslim bukan karena makan untuk mengisi perutnya, tapi karena keimanan. Allah-lah yang mencukupkannya dan keimanlah yang mengenyangkannya, hal inilah yang membuat seorang muslim tidak serakah.  

0 komentar:

Posting Komentar