Sabtu, 23 Mei 2015

Aktivis 98: 17 Tahun Reformasi, Oligarki Politik Makin Subur

Jakarta, HanTer - Mantan Aktivis 98 Ubedilah Badrun menuturkan sejak jatuhnya rezim Orde Baru (Orba) pada masa Presiden ke 2 Soeharto hingga masuk kepada pemerintahan Jokowi-JK, sistem politik Indonesia tidak mampu melahirkan pemerintahan yang efektif.
Bahkan ketika demokrasi semakin liberalistik digelar sejak tahun 2004 melalui pemilu legislatif dan dengan sistem proporsional daftar terbuka serta pemilu presiden secara langsung kita tidak mampu menghasilkan anggota DPR yang berkualitas. Termasuk juga tidak mampu menghasilkan pemerintahan yang efektif sehingga hanya bisa melahirkan rezim yang bertahan dan memelihara oligarki mafia.

"Pemilu dijadikan sebagai arena kontestasi subyektif sekaligus arena transaksional yang membelah dan merusak watak rakyat. Ongkos politik yang besar memicu korupsi politik yang meluas. Kapabilitas sistem politik berada pada posisi kapabilitas yang rendah karena tak kunjung menghadirkan arah kesejahteraan rakyat yang seharusnya makin terang," kata Ubedilah kepada Harian Terbit, Rabu (20/5/2015).

Hal ini disampaikan terkait 17 tahun reformasi pasca tragedi kemanusiaan dan pelanggaran HAM pada 20-21 Mei 1998.

Ubedilah melanjutkan bahwa oligarki politik justru yang tumbuh subur, kelompok elite politik berkuasa lebih terlihat berlomba-lomba untuk mencapai tujuan pragmatisnya. National interest (kepentingan nasional) diabaikan, konstitusi dan undang undang makin dikesampingkan.

"Angka pertumbuhan ekonomi masih terus nangkring diangka 4-5%, angka kemiskinan stagnan dikisaran 14%. Dominasi asing makin kuat hingga mencapai 75%. Utang luar negeri makin terus bertambah hingga mendekati 4.000 Triliun. Kewibawaan negara bergerak menurun," terangnya.

Lebih lanjut Ubedilah menilai bahwa demokrasi saat ini sudah diukur dengan otak-atik angka survei di tengah masyarakat yang gagap, liquid dan kehilangan panduan. Analisis kualitatif diabaikan, kemunafikan politik menjadi tontonan.

"Itulah fakta setelah 17 tahun reformasi, fakta yang bertentangan dengan cita cita reformasi ketika kami dengan akal, keringat, darah dan kematian berjuang meruntuhkan rezim diktator dan korup pada 1998," pungkas Ubedilah yang juga Direktur Puspol Indonesia.

(Luki)

0 komentar:

Posting Komentar