Oleh:
Ubedilah Badrun (Direktur Puspol Indonesia)
Ubedilah Badrun (Direktur Puspol Indonesia)
Ahmad Tarmiji A. (Litbang Puspol Indonesi)
Pengantar
Diskursus
Pilpres 9 Juli 2014, membawa banyak konsekuensi. Saat ini, Kita menghadapi masa
ketidakpastian panjang – setelah dua calon presiden mengklaim kemenangannya
masing-masing. Problem ini memunculkan berbagai spekulasi terhadap akan
munculnya kekerasan, konflik, hingga melambatnya investasi dan laju ekonomi. Selain
itu, Pilpres 2014 ini juga mengubah peta struktur sosial masyarakat kita
menjadi dua (oposisi biner). Sangat jelas, konsekuensinya adalah kedaulatan
politik dan Negara yang Plural ini
Berdasarkan pada konteks tersebut, Pusat
Studi Sosial Politik Indonesia (Puspol Indonesia) mengadakan studi kualitatif
mengenai Diskursus Pilpres 2014, dengan metode “Discourse Analysis”. Sumber data primer yang digunakan
sebagai referensi utama adalah informasi dari mass media dan
sosial media.
Aspek utama yang dianalisis, yaitu: (1) debat dan emosi public; (2) kampanye
hitam dan negatif; (3) collective action dan orientasi politik; (4) intervensi asing; dan (5) pembelahan
masyarakat.
Merah – Putih yang Terbagi: Diskursus Pilpres
2014
Berikut ini
hasil studi kualitatif Puspol Indonesia tentang “Diskursus Pilpres 2014,
terbagi atas persepsi masyarakat sebelum Pilpres 9 Juli dan Sesudah Pilpres 9
Juli, serta dampaknya:
Aspek
yang Dianalisis
|
Persepsi
Masyarakat
|
Dampaknya
|
|
Sebelum
Pilpres 9 Juli
|
Sesudah
Pilpres 9 Juli
|
||
Debat dan Emosi
Publik
|
§
Penuh
harapan terhadap visi, misi, dan program kerja Capres-Cawapres
§
Terkonsentrasi
dan tersubyektivikasi oleh substansi yang dibawakan oleh Capres –Cawapres
§
Hasil
debat didrive untuk mendulang suara, dan menskoringkan hasil debat di sosial media
menjadi trending topic
§
Pangung
debat hadir di mana-mana, dan masyarakat terkelompokkan menjadi dua
|
§
Pembenaran
terhadap visi, misi, dan program kerja Capres-Cawapres
§
Personifikasi
Capres-Cawapres
§
Saling
klaim kemenangan versi debat, berpengaruh kepada versi survey. Di sini, hasil
debat dijadikan propaganda kemenangan
§
Panggung
politik diarahkan secara berlawanan, saling serang, hingga pembunuhan
karakter yang tentunya tidak elegan bila ditinjau dari etika politik kita
|
Terciptanya
masyarakat tontonan – spectacle
society,
|
Kampanye Hitam
dan Negatif
|
§
Catatan
Politica Wave selama Mei-Juni 2014, terdapat 458.678 kampanye hitam.
§
Jokowi-JK
merupakan pasangan yang paling banyak diserang oleh kampanye hitam,
dengan persentase 74,5% serangan kampanye hitam dan 25,5% kampanye
negatif.
§
Prabowo-Hatta lebih banyak
mendapat kampanye negatif, sebesar 83,5% dibandingkan kampanye hitam sebesar
16,5%.
|
§
Hasil
observasi pasca pilpres kampanye hitam dan negatif, lebih banyak menyerang
Prabowo-Hatta. Di mana isu yang berkembang, bahwa kubu Prabowo-Hatta tidak
siap kalah dan akan melakukan kekerasan.
§
Deklarasi
pemenangan yang terlalu dini, sebelum data mencapai 100%, oleh Kubu Jokowi –
Jusuf Kalla, menjadi tending topic negatif untuk pasangan tersebut. Jokowi –
JK dinilai terlalu prematur mendeklarasikan kemenangan
|
Politik
kehilangan kesantunan – Senjakala Demokrasi adalah katastrofi bagi
perkembangan demokrasi kita
|
Collective Action
dan Orientasi Politik
|
§
Legitimasi
lembaga survey, sehingga memicu lahirnya berbagai lembaga survey. Yang
terdaftar di KPU 50 Lembaga Survei
§
Legitimasi
KPU
|
§
Delegitimasi
lembaga survey
§
Delegitimasi
KPU
§
Proyeksi
dan Potensi Politisasi MK
|
Munculnya
berbagai gerakan sosial di tingkat grasroot, yang dapat memicu ketidakstabilan
keamanan, pertikaian, dan konflik
|
Intervensi Asing
|
§
Pemberitaan
media asing yang tidak berimbang.
§
Isu
gelontoran dana asing dalam Pilpres
|
§
Massifnya
pemberitaan media asing menyudutkan pasangan Prabowo-Hatta.
§
Pertanyaan-pertanyaan
yang diarahkan oleh para Jurnalis Asing kepada Prabowo mengarah pada “bila
anda kalah”
§
Spekulasi
kedatangan Bill Clinton, 22 Juli 2014
§
Bagi
Kubu Jokowi-JK isu intervensi asing menjadi senjata politik baru dalam
pilpres ini. Tim Kampanye Jokowi-JK merasa aneh dengan tuduhan sejumlah pihak
yang mengeksploitasi intervensi asing di ajang Pilpres 2014.
|
Melucuti
kedaulatan NKRI
|
Pembelahan masyarakat
|
§
Bersifat
laten dan parsial
§
Optimisme
untuk menyatu kembali
§
Berbeda,
tapi kedua-duanya adalah putra-putri terbaik bangsa.
|
§
Bersifat
manifest dan massif. Pada level grasroot, misalnya: pembelahan pada keluarga
menyebabkan perceraian. Level komunitas: perselisihan antar kelompok.
§
Pesimisme
masyarakat, berujung pada keresahan sosial, yang sudah menggejala dibeberapa
tempat
§
Beberapa
pernyataan elite yang mempertegang situasi. (1) Burhanudin “KPU keliru kalau
tidak menetakan Jokowi sebagai pemenang Pilpres”; (2) Fadli Zon “Tak ada
scenario kalah”; (3) Panglima TNI dan Kapolri mengatakan “Siaga 1”.
|
|
Sumber: Diolah dari berbagai informasi media massa
dan sosmedia, 2014.
Menjahit
Kembali Merah – Putih Kita
Perlu waktu yang
tak sedikit untuk mengembalikan “pembelahan masyarakat” ini kepada bentuk
struktur semula pasca Pilpres 2014. Untuk itu, perlu dilakukan beberapa hal:
1.
Rekonsiliasi
Menyimak
perkembangan kampanye Pilpres 2014 yang panas belakangan ini, rekonsiliasi dan
pencegahan konflik pasca Pilpres mutlak diperlukan antara dua kubu kontestan.
2.
Reorientasi
Sistem Kaderisasi dan Pendidikan Politik
Pilpres 2014
yang hanya menyajikan dua pasang calon, dalam banyak hal mencerminkan kegagalan
elite politik melahirkan generasi pemimpin bangsa. Untuk itu, perlu reorientasi
sistem kaderisasi dan pendidikan politik di masa mendatang.
3.
Spirit
Kebangsaan
Menumbuhkembalikan
Spirit Kebangsaaan dengan mengedepankan semangat spiritualitas, toleransi,
saling menghargai, bersatu, dan adil yang bertumpu kepada ideologi berbangsa
dan bernegara, yaitu Pancasila.
4.
Spirit
Kedaulatan
Point penting
dari ajang Pilpres ini adalah “kedaulatan bangsa”, di mana ke depan tujuan dan
tantangan bernegara akan teramat besar, siapapun yang akan menjadi presiden
kita nanti, diperlukan komitmennya untuk menjaga kedaulatan NKRI.
0 komentar:
Posting Komentar