Jumat, 03 Januari 2014

Menikah muda? Siapa takut



Oleh: Kartika Dwi Ningsih, S.Pd


Mendengar kata menikah muda sepertinya akan menjadi suatu yang aneh di masyarakat modern Indonesia saat ini. Pernikahan dalam usia muda bukanlah aib yang harus ditutupi atau sesuatu yang harus dilarang oleh kebanyakan orang tua. Mengapa demikian?karena dengan jelas Allah berfirman dalam Al-Qur’an ”Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21). Hal ini menandakan kecenderungan dan ketentraman yang hadir dalam setiap diri manusia merupakan hal yang wajar adanya, tidak terkecuali oleh pemuda

Pemuda dan segala keinginan yang hadir dalam dirinya, merupakan hal yang tidak bisa dilarang kehadirannya, cinta yang ada dan mulai dirasakan olehnya adalah anugerahNya yang tiada satu makhlukpun bisa melarangnya. Membantunya dalam merangkai kisah cinta hakiki akan jauh lebih banyak mendatangkan kebaikan seperti yang rasulullah SAW ajarkan dalam hadistnya. Dalam hadistnya rasulullah bersabda” Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya”(HR. Bukhori-Muslim). Hal ini jelas menunjukan bahwa tidak ada yang salah dengan pernikahan dalam usia muda. 

Menikah bukanlah perkara usia, selama sang calon pengantin sudah balig tidak ada salahnya menikah di usia muda. Namun, perkembangan waktu saat ini membentuk pola pikir yang berbeda dalam masyarakat Indonesia kebanyakan saat ini. Usia yang dianggap belum dewasa, pendidikan yang belum selesai, bahkan kehidupan yang dianggap belum mapan menjadikan banyak orang tua tidak mengizinkan sang anak untuk menikah di usia muda. Jika sudah begini, banyak pemuda yang membenarkan perilaku mereka untuk berpacaran yang jelas di dalam Al-Qur’an tidak ada tuntunannya. Tidak mengizinkan anak menikah di usia muda, tidak berniat menikah di usia muda, tanpa disadari melegalkan hubungan tanpa ikatan yang halal. Dampaknya mungkin tidak terlihat secara langsung. Namun dampak besar bisa kita lihat dari tingginya angka pemyimpangan seksual secara nasional dikalangan remaja. Dilihat dari jumlah pengidap dan peningkatan jumlahnya dari waktu ke waktu, maka dewasa ini HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) sudah dapat dianggap sebagai ancaman hidup bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan sampai Juni 2013 jumlah pengidap HIV/AIDS atau ODHA (Orang Yang Hidup Dengan HIV/AIDS) di Indonesia adalah 3.647 orang terdiri dari mengidap HIV 2.559 dan penderita AIDS 1.088 orang. Dari jumlah tersebut, kelompok usia 15 -19 berjumlah 151 orang (4,14%); 19-24 berjumlah 930 orang (25,50%). Ini berarti bahwa jumlah terbanyak penderita HIV/AIDS adalah remaja dan orang muda. Angka yang fantastik yang tidak bisa dibiarkan atau kita anggap tidak terjadi dalam kehidupan kita. Sebagai manusia, pemuda memiliki hasrat biologis alami kepada lawan jenisnya, terlebih sebagai pemuda kecenderungan untuk coba-coba menjadi hal yang wajar adanya.

Jelas, mengizinkan anak berpacaran tentu justru menjadi pembuka keburukan yang berkelanjutan. Banyak hal buruk yang justru datang dari berpacaran, seperti dosa yang timbul akibat rayuan melalui pesan singkat dan telepon, dan dosa akibat menyentuh yang bukan muhrimnya. Kadangkala, sang anak ingin menyegerakan pernikahan karena mengetahui betul apa yang dialami oleh dirinya, dan keinginan menundukan hawa nafsu yang hadir dalam dirinya, namun hal ini akan sangat mudah dipatahkan oleh pernyataan orang tua mengenai usia yang masih muda, pendidikan atau kuliah yang belum selesai dan soal kemapaman diri yang diukur hanya dari pekerjaan yang dilakoninya.

Kepercayaan orang tua kepada sang anak tentulah menjadi hal yang utama dan sangat diperlukan bagi sang anak. Dengan kepercayaan dan ridho yang diberikan oleh orang tua akan menghadirkan tanggung jawab baru kepada sang anak untuk terus melanjutkan hidupnya. Dengan kepercayaan dari orangtua dan izin yang dikantonginya, sang anak akan lebih ringan melangkah untuk mengumpulkan pintu rezeki yang telah ditetapkannya. Karena sesungguhnya janji Allah SWT benar adanya, seperti yang telah Allah SWT tetapkan dalam ayatnya ”dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin allah akan mengkayakan mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (An Nuur 32). Jika sudah begini masihkah kita ragu dengan segala ketetapanNya, percayalah Allah SWT tidak akan menutup pintu rezeki hambanya yang memiliki niat baik untuk menjaga diri dari keburukan dunia yang sementara. Wahai pemuda, janganlah engkau takut dan ragu dengan pernikahan dalam usia muda, karena kita punya Allah yang Maha Memiliki dan Menguasai segalanya.

0 komentar:

Posting Komentar