Oleh: Kartika Dwi Ningsih, S.Pd
Mendengar
kata menikah muda sepertinya akan menjadi suatu yang aneh di masyarakat modern
Indonesia saat ini. Pernikahan dalam usia muda bukanlah aib yang harus ditutupi
atau sesuatu yang harus dilarang oleh kebanyakan orang tua. Mengapa
demikian?karena dengan jelas Allah berfirman dalam Al-Qur’an ”Dan diantara
tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri,supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21). Hal
ini menandakan kecenderungan dan ketentraman yang hadir dalam setiap diri
manusia merupakan hal yang wajar adanya, tidak terkecuali oleh pemuda
Pemuda
dan segala keinginan yang hadir dalam dirinya, merupakan hal yang tidak bisa
dilarang kehadirannya, cinta yang ada dan mulai dirasakan olehnya adalah
anugerahNya yang tiada satu makhlukpun bisa melarangnya. Membantunya dalam merangkai
kisah cinta hakiki akan jauh lebih banyak mendatangkan kebaikan seperti yang
rasulullah SAW ajarkan dalam hadistnya. Dalam hadistnya rasulullah bersabda”
Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin,
maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan
pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka
hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai
baginya”(HR. Bukhori-Muslim). Hal ini jelas menunjukan bahwa tidak ada yang
salah dengan pernikahan dalam usia muda.
Menikah
bukanlah perkara usia, selama sang calon pengantin sudah balig tidak ada
salahnya menikah di usia muda. Namun, perkembangan waktu saat ini membentuk
pola pikir yang berbeda dalam masyarakat Indonesia kebanyakan saat ini. Usia
yang dianggap belum dewasa, pendidikan yang belum selesai, bahkan kehidupan
yang dianggap belum mapan menjadikan banyak orang tua tidak mengizinkan sang
anak untuk menikah di usia muda. Jika sudah begini, banyak pemuda yang
membenarkan perilaku mereka untuk berpacaran yang jelas di dalam Al-Qur’an
tidak ada tuntunannya. Tidak mengizinkan anak menikah di usia muda, tidak
berniat menikah di usia muda, tanpa disadari melegalkan hubungan tanpa ikatan
yang halal. Dampaknya mungkin tidak terlihat secara langsung. Namun dampak
besar bisa kita lihat dari tingginya angka pemyimpangan seksual secara nasional
dikalangan remaja. Dilihat dari jumlah pengidap
dan peningkatan jumlahnya dari waktu ke waktu, maka dewasa ini HIV (Human
Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) sudah
dapat dianggap sebagai ancaman hidup bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan
Departemen Kesehatan sampai Juni 2013 jumlah pengidap HIV/AIDS atau ODHA (Orang
Yang Hidup Dengan HIV/AIDS) di Indonesia adalah 3.647 orang terdiri dari
mengidap HIV 2.559 dan penderita AIDS 1.088 orang. Dari jumlah tersebut,
kelompok usia 15 -19 berjumlah 151 orang (4,14%); 19-24 berjumlah 930 orang
(25,50%). Ini berarti bahwa jumlah terbanyak penderita HIV/AIDS adalah remaja
dan orang muda. Angka yang fantastik
yang tidak bisa dibiarkan atau kita anggap tidak terjadi dalam kehidupan kita.
Sebagai manusia, pemuda memiliki hasrat biologis alami kepada lawan jenisnya,
terlebih sebagai pemuda kecenderungan untuk coba-coba menjadi hal yang wajar
adanya.
Jelas,
mengizinkan anak berpacaran tentu justru menjadi pembuka keburukan yang
berkelanjutan. Banyak hal buruk yang justru datang dari berpacaran, seperti
dosa yang timbul akibat rayuan melalui pesan singkat dan telepon, dan dosa
akibat menyentuh yang bukan muhrimnya. Kadangkala, sang anak ingin menyegerakan
pernikahan karena mengetahui betul apa yang dialami oleh dirinya, dan keinginan
menundukan hawa nafsu yang hadir dalam dirinya, namun hal ini akan sangat mudah
dipatahkan oleh pernyataan orang tua mengenai usia yang masih muda, pendidikan
atau kuliah yang belum selesai dan soal kemapaman diri yang diukur hanya dari
pekerjaan yang dilakoninya.
Kepercayaan
orang tua kepada sang anak tentulah menjadi hal yang utama dan sangat
diperlukan bagi sang anak. Dengan kepercayaan dan ridho yang diberikan oleh
orang tua akan menghadirkan tanggung jawab baru kepada sang anak untuk terus
melanjutkan hidupnya. Dengan kepercayaan dari orangtua dan izin yang
dikantonginya, sang anak akan lebih ringan melangkah untuk mengumpulkan pintu
rezeki yang telah ditetapkannya. Karena sesungguhnya janji Allah SWT benar
adanya, seperti yang telah Allah SWT tetapkan dalam ayatnya ”dan nikahkanlah
orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah)
dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika
mereka miskin allah akan mengkayakan mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha
Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (An Nuur 32). Jika sudah begini
masihkah kita ragu dengan segala ketetapanNya, percayalah Allah SWT tidak akan
menutup pintu rezeki hambanya yang memiliki niat baik untuk menjaga diri dari
keburukan dunia yang sementara. Wahai pemuda, janganlah engkau takut dan ragu
dengan pernikahan dalam usia muda, karena kita punya Allah yang Maha Memiliki
dan Menguasai segalanya.
0 komentar:
Posting Komentar