Tulisan ini lahir dari sebuah
pertannyaan seorang teman tentang islam, ketika itu ia bertannya kepadaku dalam
sebuah kunjungan pada tahun 2012 di rumahku, “Apa panduanmu dalam beribadah? kita tak mungkin beragama tanpa satu
pendekatan alim ibadah, karena kita hannya manusia biasa yang pengetahuannya
masih rendah tentang ilmu Al-Quran dan Islam, jadi butuh ilmu dan pendekatan
para alim jika kita mau menjadi muslim yang kafah”–kurang lebih seperti itu
pertannyaan temanku. Menangkapi pertannyaan tersebut otakku langsung berfikir, hal
yang ku anggap sederhana sebelumnya kemudian menjadi sesuatu yang memang harus
kufikirkan, menurutku tidak ada salahnya pertannyaan temanku untuk dicari tau
dan ditelusuri secara radikal (mengakar) kebenarannya –apa lagi aku memang suka
sekali teka-teki dan investigasi.
Awalnya aku merasa apa yang aku
lakukan khususnya dalam beribadah sudah benar dan tepat, apa yang dididik
dilingkungan keluarga dan masyarakatku –sejak kecil, sudah ku anggab sebagai kebenaran,
akan tetapi seiring dengan bertambahnya usia apa lagi memasuki dunia kampus,
hal yang kufikir sederhana ternyata belum ada apa-apanya dan memang harus kita
cari tau –carilah ilmu sampai negeri cina atau carilah ilmu sampai liang lahat,
pepatah atau peribahasa tersebut seharusnya membentuk seorang muslim menjadi
pribadi yang bersemangat dalam mencari ilmu dan kebenaran.
Di rumah, aku dididik dari lingkungan
NU, ibu dan engkongku (kakek dalam bahasa betawi) adalah orang NU –meskipun
ibuku dalam beribadah tidak pernah mengagungkan ke-NU-an dan menjadikan NU
sebagi sitem penanda yang paling benar -cenderung mengalir saja, seolah secara
otomatis dianggap sebagai pengetahuan dan kebenarannya. Aku juga banyak belajar
pemikiran Muhammadiah –H. Ahmad Dahlan, baik itu dari buku, ceramah atau dari
film “Sang Pencerah”, keluarga ayahku adalah orang Muhammadiah meskipun ayahku
lebih cenderung fleksibel. Di kampus aku belajar dari beberapa guru untuk
menambah wawasan keislaman dan keimananku terhada Allah. Aku memeliki guru dari
gerakan Ikhwanul Muslimin (Hasan Al-Banna) sebuah gerakan yang berasal dari
Mesir dan sering dikaitkan dengan salah satu partai politik di indonesia, aku
banyak belajar tentang pergerakan islam, peribadatan dan amalan keislaman. Kedua
dari organisasi islam bernama PERSIS (Persatuan Islam), bersama teman-temanku
aku memperdalam ilmu Al-Quran dan melancarkan bacaanku. dan terakhir adalah seorang
guru dari Salaf –dia orang Indonesia yang belajar ilmu agama Islam di Yaman,
bersama ustad dan kawan-kwan aku banyak belajar seputar fiqih dan akidah.
Memang kampus adalah ladangnya ideology segalah pemikiran tentang hal yang ideal
ada dan bertumpah ruah, sehingga kampus aku sebut sebagai wahana ilmu dalam
mencari kebenaran sejati. Bahkan dulu ketika aku sekolah di Subang, pernah 2
tahun belajar ilmu agama dari guruku yang mendalami ilmunya dipesantern
Cirebon. Dari beraneka ragam ladang ilmu tersebut kemudian mengkonstruksi pola pikir
dan pandanganku tentang islam dan peribadahannya.
Kenakeka ragaman menjadi menarik ketika
kita terjun ke masyarakat, sering sekali aku melihat dan mendengar keluh-kesa
masyarakat tentang perbedaan itu sendiri –sedikit berbeda dengan harapanku,
bahkan perbedaan ini menjadi konflik laten. Wajar saja, Indonesia adalah Negara
yang multikultur baik itu suku, adat, dan kepercayaan beragamanya, apa lagi di-era
globalisasi yang jarak antara ruang dan waktu sudah tidak ada (Antoni Gidden
-sosiolog), segala informasi dan transfer kebudayaan menjadi satu hal yang
mudah bahkan dalam hitungan detik, sehingga wajar menimbulkan banyak pemahaman
dan sudut pandang yang multicultural. Sering juga saya melihat kefanatikan seorang
penganut kepercayaan tertentu menanggapi perbedaan antar kepercayaan baik dalam
bentuk tulisan bahkan dibukukan, atau hal remeh seperti ledekan santai. Entah
kenapa ada rasa tidak suka dalam diri ku ketika ada kotak dalam agama islam,
aku bukan dalam posisi mebela NU atau guru-guru ku, tetapi entah kenapa ada
ketidak sukaan saja ketika ada perbedaan dalam rumah bernama Islam. Karena
bagiku tak susah menebalkan garis yang sebenarnya tipis, karena orang yang
paling diuntungkan dalam pertikaian ini adalah orang-orang kafir, mereka senang
islam terpecah dan sangat takut jika islam bersatu. Jika berbeda, jangan sampai
membuat sakit saudara kita, jika tidak paham lebih baik diam saja. Mungkin
padangan ini tercipta akibat dari banykanya pengetahuan yang aku dapat dari
berbagai sumber.
Lantas jawabanku atas pertannyaan temanku adalah, aku masih belajar. Hhe
maaf jika tidak puas. Tapi ini memang kenyataannya, aku lebih suka menuntut
ilmu dan mencari terus tanpa berkata cukup dan selesai, jadi pencarian tentang panduan,
mazab dan sebagainya aku sendiri masih dalam pencarian, mudah-mudahan tidak
bosan apa lagi mencari ilmunya Allah. Apa yang hari ini aku lahukan cukup ku
yakinkan, jika ada yang salah biar Allah yang benarkan.
Contohnya ketika aku sholat subuh,
aku yang lahir dari keluarga NU ketika berada di masjid yang notabennya
Muhammadiah, ya aku melakukan peribadatan yang sesuai dengan mereka, tidak memakai
kunut –semata-maat menghormati yang dominan. Ketika tida ada zikir dan doa
bersama setelah selesai sholat, ya sudah -aku zikir dan berdoa sendiri. Jika
berada di masjid NU, ya pake kunut dan ikut berzikir selesai sholat. Ada juga
masalah seperti memakai celana, haruskah diatas mata kaki, atau masalah jenggot
–haruskah dicukur atau tidak, sepenggal tangan atau yang penting ada dan lain
sebaginya, aku pun masih belajar untuk menanggapi masalh itu.
Aku fikir masalah perbedaan ini
terletak pada metode dan prespektif saja –kebenaran hannya milik Allah. Selagi
tuhannya masih Allah, panduan hidupnya masih Al-Quran, Rasul dan Nabi
terakhirnya masih Rasulullah dan tata cara peribadatnnya masih mengikuti
Sunahnya Rasul, ku fikir tak masalah J . Sekali
lagi apa yang ku fikirkan bisa jadi berubah seiring dengan bertambahnya ilmu. Kebenaran
hannya milik Allah. Ku fikir masalah perbedaan jangan di jadikan gab antar umat islam, Karena yang ku tau
ketika seorang muslim sudah bersahadat/ bertahuid maka air laut tidak bisa
membatasi persaudaraan muslim. Yang terpenting rukun iman dan islmanya di
jalankan, segala perbedaan yang menyangkut keseharian hidup ku –aku yang masih
belajar menganggap sebagai perbedaan dalam beragama saja dan tidak menjadi
persoalan yang harus diperdebatkan apa lagi bertikai siapa yang paling benar,
jika merasa benar ya sudah, jangan sampai mengatakan yang lain salah dan kafir.
Hal-hal yang fersifat hubungan antar manusia, tidak apa dilakukan sesuai adat
setempat sampai Allah membatasi apa yang tidak boleh dan apa-apa yang dilakukan
dalam peribadatan lakukan saja sampai Allah yang membatasi batasanya di dalam
Al-Quran.
Pertannyan selanjutnya dari dalam
diriku sendiri adalah, Apakah Rasulullah
dalam beribadah melakukan banyak cara sehingga menimbulkan multipersektif umat dalam
beribadah?
Jawab, Yang ku
tahu, sebagi-baiknya panutan dan panduan hidup umat adalah apa yang sudah di
lakukan oleh Nabi Muhammad. Karena ia memiliki pesona ahlak yang membuatnya
menjadi manusia istimewah dan dicintaii Allah. Kita harus mencontoh perbuatan
Rasulullah, meskipun ia adalah nabi dan rasul, apa yang dilakukukan sangat
manusiai dan bisa kita tiru -sebatas aktifitas kemanusiaannya bukan tanda-tanda
kenabiannya, seperti Rasul memenangkan peperangan dengan cara berusaha dan
berperang, ia adalah seorang jendral perang, ia berlatih panah-berkuda dan
berenang, Rasul juga bermusyawarah dan menyusun siasat sebelum berperang
contohnya ketika perang Parit di Madinah, adapun kemenangan peperangnnya karena
pertolongan Allah melalui malaikat-malaikatnya, itu persoalan belakangan, yang
terpenting adalah ia berusaha terlebih dahulu. Rasulullah adalah orang yang
kaya, hal itu bisa kita tiru juga, ia tidak seperti nabi Sulaiman yang memang
kaya dan memiliki harta yang berlimpah sejak lahir, Rasul kaya karena berdagang,
bahkan dulu ia adalah pengembala yang miskin, Rasul mulai berdagang
kecil-kecilan sampai berniaga besar-besaran bersama Siti Khodijah. Rasul juga berdakwah
dalam penyebaran agamanya, bahkan Michael H. Hart dalam bukunya mencatat Rasul sebagai orang
paling berpengaruh dalam sejarah –karena pengaruhnya yang lama, luas dan kuat
akibat kepemimpinannya yang dinilai Harts efektif. Jika kita sebagi pendakwah
dan dai, cara mencerangkan dan menyebarkan agama Allah -ya dengan cara dakwah,
Rasul mencontohkan-nya, tidak bisa ujung-ujung sebuah masyarakat bisa menjadi
soleh dan mendapatkan hidayah dengan begitu saja.
Dalam perjalanannya Rasulullah
memang melakukan berbagai bentuk peribadatan seiringn dengan turunnya wahyu dan
ia bisa memberikan pendapat berbeda kepada beberapa orang yang memiliik masalah
yang sama –disinilah letak kecerdasan Rasul. Contohnya saja bab masalah sholat,
sebelum perang Parit, tidak ada perintah bisa meringkas sholat dan mengjamaknya
–lanataran umat islam kala itu dalam kondisi di serang dan bertahan sehingga
konsentarsiny adalah menjaga pertahanan. Perintah berhudu dengan pasir ada
ketika peristiwa hilangnya gelang Aisyyah yang ternyata ada dibawah onta yang
sedang istrahat –kondisi kala itu tidak ada air sama sekali sampai-sampai Abu
bakar, marah dengan sikap anaknya (Aisyyah). Atau bab masalah beribadah untuk
orang yang baru dan orang yang sudah beriman, ia tidak memperlakukan sama antar
orang badui yang awan dan umat muslim yang sudah lama bersama Rasul. contohnya
ketika ada peristiwa seorang badui yang sembarangan kencing di tempat
peribadatan (lanataran ia tidak tahu –di tambah lagi kondisi temapt ibadah saat
itu tidak berbentuk banguan seperti zaman sekarang –sebatas kayu dari pohon
kurma) atau bab masalah beribadah meski hannya sebuah kurma oleh seorang badui miskin
yang ingin sekali beribdah kepada Allah dan rasul. Maskawin yang tidak
memberatkan, jika tidak ada cincin besi, jika tidak ada hafalan Juz dan
sebagainya. Hal itu bisa berubah seiring dengan datangnya wahyu dan sebab hukum
yang muncul, maka kita perlu arif dalam menyikapi sebuah kejadian berdasarkan
sebab hukumnya –tidak sembarangan memvonis. Rasul sendiri tidak selalu sholat
duha, meskipun ia sangat menginginkannya lantara ia takut umantnya mewajibkan
apan yang ia sunnahkan –akan tetapi para sahabat dan istri beliau sangat rajin
mekaukan shalat sunnah duha. Islam sangat mengakar, tidak hannya dalam masalah
peribadahan dari masalah menikah sampai berceraipun diatur. Masalah tidur
sampai bangun tidurpun dijelaskan. Masalah bersih bersih sampai makanpun
diatur.
Jika kita telusuri dalam sejarah, jauh
sesudah wafatnya Rasul, para sahabat dan orang-orang di zaman tersebut
beribadah sesuai dengan apa yang ada di Al-quran dan sunnah Rasul menurut
istihad masing-masing, dan kemudian cara bermazab lahir ketika zaman Bani
Umayyah dan Bani Abbasiah. Ulama-ulama memutuskan hukum yang ada pada masa itu,
oleh karena berlaian cara memahamkan isi Al-Quran –akibat perbedaan riwayat
sunnah rasul, sehingga terjadilah pertentangan dalam beribadah, bahkan kerap
kali timbulnya sentiment politik dan ambisi perorangan akibat metode yang
berbeda. Untungnya dalah beribadah para imam besar sendiri tidak pernah
memerintahkan kepada pengikutnya untuk berpegang pada istihdnya, akan tetapi
kita disuruh mencari dasar hukum yang lebih kuat dan sempurna, murid Iman Malik
pernah mendengar gurunya berkata “Aku hannya seorang manusia, dapat berbuat
salah dan juga berbuat benar. Lihatlah pendapatku apabila ia sesuai dengan
Kitabullah dan Sunnah Rasu, akan tetapi jika tidak sesuai maka tinggalkanlah
pendapat itu”. Iman Syafi’e pernah berpendapat, “Meskipun aku telah menyatakan
fikiranku, jika engkau dapati Nabi berkata berlainan dengan perkataanku, maka
yang benar adalah ucapan Nabi dan janganlah engkau bertaqlid kepadaku. Apa bila
sebuah hadis yang menjadi perkataanku itu sah maka ikutilah hadis itu karena
itu-lah mazabku”. Atau Iman Ahmad Ibn Hambal pernah berkata, “Janganlah kau
bertaqlid kepadaku, jangan pula kepada Malik, jangan juga kepada Syafi’e dan
jangan juga kepada Tsauri, tetapi ambillah sesuatu dari sumber tempat mereka
mengambil fikiran-fikiran itu”. Dari perkataan para Imam besar tersebut, sikap penulis
adalah apa yang ada di dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul adalah kebenaran, jika
tidak kita dapatkan jawabannya kita wajib mencari tau melalui pendekatan atau
istihd para iman atau alim ulama, akan tetapi jika kita tidak mendapatkan
jawabannya maka tetaplah mencari sesuai dasar hukum tersebut, samapai Allah
yang akan membenarkan, karena kesalahan yang tidak kita ketahui kebenarannya
bukanlah dosa jika memang perhal di atas sudah kita lakukan, inilah yang
kemudian membuat saya kagumi tentang sikap islam mendalami ilmu pengetahuan dan
hukum.
Daftar Referensi
Al-Din, Zaki (2008), “Ringkasan Shahih Muslim”, Pt. Mizan
Pustaka : Bandung (terjemahan
MH. Hart (1978)
“100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia”, Jakarta: Mizan
Stoddard, Lothrop, “Dunia baru Islam”, dicekat dalam Bahasa
Indonesia atas prakarsa Presiden Republik Indonesia, Dr. Ir H. Sukarno. Jakarta
1966.
Wahid, Sukhri (2010), “Manajemen Gerakan Dakwah Dimasa Krisi,
Belajar dari Sejarah Perang Khondaq”, Al-I’tishom : Jakarta
Ya’qud, Abdurragman (2005), “Pesona Akhlak Rasulullah Saw”, Pt. Mizan Pustaka : Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar