Oleh:
Prof. Dr. Warsono (UNESA)
Perubahan
dalam suatu kehidupan merupakan sutu
keniscayaan, yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. Bahkan manusia sebagai agen
perubahan dengan sadar melakukan perubahan untuk menuju kehidupan yang lebih
baik. Meskipun demikian, tidak semua
orang siap menghadapi perubahan, termasuk dalam menghadapi perubahan kurikulum
pendidikan nasional.
Memang
perubahan tidak selalu membawa kehidupan menjadi lebih baik. Namun perubahan
juga membawa harapan untuk menjadi lebih baik. Perdebatan cara pandang seperti
ini selalu ada dalam masyarakat. Mereka yang berpandangan konservatif, selalu
pesimis menghadapi perubahan dan cenderung mempertahankan keadaan yang ada.
Sedangkan bagi mereka yang berpandangan progresif bersikap optimis terhadap
perubahan, karena melihat ada harapan untuk menjadi lebih baik. Perbedaan cara
pandang seperti ini dalam sosiologi telah melahirkan berbagai teori yang lahir
dari paradigma yang berbeda. Para penganut strukturalis fungsional (Talcolt
Parson; Robert K. Merton ) cenderung bersikap konservatif, yang beranggapan
bahwa masyarakat sebagai suatu sistem yang selalu menjaga keseimbangan, kalau
ada perubahan yang terjadi tetap dalam
keseimbangan, tidak sampai menimbulkan goncangaan. Sedangkan para penganut paradigma
mikro (Weber; Bourdiau) yang menempatkan individu sebagai subjek (agent) lebih
bersikap progresif dan melihat perubahan adalah suatu keniscayaan, dan dengan
perubahan diharapkan akan ada kehidupan lebih baik.
Sama
seperti yang terjadi pada dunia pendidikan kita, Kebijakann Pemerintah
untuk memberlakukan kurikulum tahun 2013
telah menimbulkan polemik di kalangan masyarakat dan keresahan di kalangan guru yang akan menjadi pelaksana
kurikulum di lapangan. Berbagai kritik dilontarkan oleh sebagian elit, pengamat
pendidikan, dan para pendidik. Bahkan ada juga yang menyarankan pelaksanaan
kurikulum tahun 2013 ditunda terlebih dahulu, dengan berbagai alasan. Namun
tentu juga ada yang mendukung terhadap perubahan kurikulum dan segera
dilaksanakan.
Dalam
satu dasawarsa terakhir pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan
kurikulum, dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK), ke kurikulum tingkataan
satuan pendidikan (KTSP) pada tahun 2006, dan sekarang diganti dengan kurikulum
baru tahun 2013. Dari sisi pemerintahan dan yang mendukung, perubahan kurikulum
ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perubahan dan menyiapkan generasi tahun 2045 agar siap
menghadapi tantangan jaman. Hal ini
didassarkan pada asumsi bahwa tantangan yang dihadapi generasi mendatang (tahun
2045) akan berbeda dengan tantangan yang dihadapi generassi saat ini. Oleh
karena itu, kurikulum pendidikan yang memuat kompetensi yang diharapkan harus
dilakukan perubahan sesuai dengan tantangan yang akan dihadapi di masa depan.
Perubahan
kurikulum ini juga didasarkan pada kondisi faktual masyarakat yang menujukan
sikap dan perilaku yang kurang baik, seperti perkelaian antar pelajar, korupsi,
narkoba, plagiatisme, ketidakjujuran dalam ujian nasional, yang semua itu
menjukan perilaku yang buruk/tidak berkarakter. Padahal dari pengalamann
berbagai Negara menunjukan bahwa karakterlah yang menyebabkan suatu negara bisa
maju dan menjadi negara yang berbudaya. Buruknya perilaku masyarakat ini
menurut pemerintah dan juga pendapat sebagian masyarakaat disebabkan kurikulum
sebelumnya lebih banyak menekankan aspek kognitif dan kurang memberi penekanan
pada pembentukan karakter. Kompetensi dalam kurikulum
KTSP belum menggambarkan secara holistik domain sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.
Meskipun
antara kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya (KTSP) ada perbedaan, tetapi ada
juga persamaannya, yaitu ada kompetensi yang akan dicapai. Hampir dalam setiap kurikulum ada kompetensi
yang akan diwujudkan. Hal ini sejalan dengan pengertian kurikulum sebagaimana
yang dijelasskann dalam Undang-Undang Sisdiknas Passal 1 ayat 19, yaitu
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum tahun 2013 dimaksudkann untuk
memperbaiki kelemahan kurikulum sebelunya dengan mengintegrasikaan sikap,
pengetahuan, tindakan dan agama yang dianut. Dalam kurikulum 2013 setiap
lulusan diharapkan memiliki kesatuan antara sikap, pengetahuan, tindakan, dan
ajaran agama yang diyakini. Kemampuan yang diharapkan dari setiap lulusan pada
setiap tingkat pendidikan merupakan kompetensi inti, yang meliputi: sikap
keagamaan; sikap sosial; pengetahuan; dan penerapan pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari. Kompetensi inti tersebut kemudian dijabarkan kedalam kompetensi
dasar pada masing-masing matapelajaran. Selain integrasi antara sikap,
pengetahuan, tindakan, dan ajaran agama, kurikulum 2013 juga lebih menekankan
pada kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher
order thinking skill). Kemampuan berpikir tingkat tinggi ini ditunjukan dalam kompetensi inti,
khususnya penerapan pengetahuan dalam
kehidupan, yaitu: mengolah, menalar,
dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan.
Kemampuan
berpikir tingkat tinggi (analisis, evaluasi, dan kreatif) ini memang sangat
dibutuhkan bagi perkembangan bangsa ke depan. Hal ini sejalan dengan
perkembangan ekonomi, yang mengarah kepada ekonomi yang berbasis jasa (ekonomi
kreatif), yaitu ekonomi yang lebih mengandalkan pada ide, gagasan kreatif, dan
temuan-temuan dalam ilmu dan teknologi yang dipatenkan.
Selama ini kelemahan para pelajar, termasuk
mahasiswa adalah pada kemampuan berpikir secara keilmuan (konsisten, runtut,
kritis dan analitis). Pemebelajaran yang
dilakukan para guru, cenderung bersifat ekspository, yang hanya memaparkan
pengetahuan tanpa memberi stimulus kepada siswa untuk berpikir kritis. Bahkan
dalam memberikan pelajaran (pengetahuan) para guru jarang mengkaitkan dengan
realita dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, pengetahuan yang diberikan atau yang diterima
oleh siswa hanya menjadi bahan hafalan semata. Mereka tidak
mampu menggunakan pengetahuan yang
dimiliki dalam kehidupan, atau pengetahuan yang dimiliki tidak dijadikan
pedoman dalam bersikap dan bertindak.
Matapelajaran Sosiologi Antropologi dalam Kurikulum
2013
Dalam kurikulum tahun 2013 matapelajaran
sosiologi antropologi ada di SMA pada peminatan IPS, sedangkan pada peminatan
bahasa ada matapelajaran antropologi dengan jumlah jam pelajaran kelas X ada 3
jam, kelas XI ada 4 jam dan kelas XII juga 4 jam. Hal ini berbeda dengan
kurikulum KTSP yang memisahkan antara matapelajaran sosiologi dengan
antropologi.
Dari
aspek pengetahuan antara kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 ada sedikit perbedaan.
Materi sosiologi dalam kurikulum KTSP lebih
banyak dibanding dengan yang ada di kurikulum 2013. Ada beberapa konsep yang ada
didalam KTSP, tetapi tidak ada dalam kurikulum 2013, antara lain adalah
interaksi sosial, dan lembaga sosial. Namun demikian dalam kurikulum 2013
masalah-masalah kebudayaan sebagai bahan kajian antropologi menjadi pokok
bahasan.
Perbedaan
komptensi dasar antara kurikulum KTSP (2006) dengan kurikulum 2013 di kelas X
SMA
Jml
|
Kompetensi
Dasar KTSP
|
Kompetensi
Dasar Kurikulum 2013
|
1.
|
Menjelaskan fungsi
sosiologi sebagai ilmu yang mengkaji hubungan masyarakat dan
lingkungan
|
Mendeskripsikan peran dan fungsi
Sosiologi dan Antropologi dalam mengkaji berbagai fenomena sosial dan budaya
yang terjadi di masyarakat
|
2.
|
Mendeskripsikan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
|
Menerapkan konsep-konsep dasar sosiologi
dan antropologi dalam memahami hubungan sosial antar individu dan kelompok
|
3.
|
Mendeskripsikan proses interaksi sosial sebagai dasar
pengembangan pola keteraturan dan dinamika kehidupan sosial
|
Mendeskripsikan proses internalisasi
nilai-nilai dan norma sebagai pembentuk kepribadian dan dasar untuk membangun
hubungan (interaksi) sosial yang harmonis
|
4.
|
Menjelaskan sosialisasi sebagai proses dalam
pembentukan kepribadian
|
Mengkaji adanya berbagai bentuk perilaku menyimpang
atau sub-kebudayaan menyimpang sebagai konsekuensi dari ketidakharmonisan
hubungan sosial
|
5.
|
Mendeskripsikan terjadinya perilaku menyimpang dan
sikap-sikap anti sosial
|
|
6.
|
Menerapkan pengetahuan sosiologi dalam kehidupan
bermasyarakat
|
Kelas XI
Juml
|
Kompetensi
Dasar KTSP
|
Kompetensi
Dasar Kurikulum 2013
|
1.
|
Mendeskripsikan bentuk-bentuk struktur sosial dalam fenomena kehidupan
|
Menggunakan
tinjauan Sosiologi dan Antropologi dalam mengkaji struktur sosial masyarakat
yang berbasis ekologis (seperti: masyarakat pantai, pertanian, industri,
perkebunan, pegunungan, dan perkotaan)
|
2.
|
Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam
masyarakat
|
Mendeskripsikan
substansi dan unsur-unsur budaya dalam memahami adanya keberagaman budaya
dalam suatu masyarakat ekologis
|
3.
|
Menganalisis hubungan antara struktur sosial dengan
mobilitas social
|
Menerapkan
prinsip-prinsip kesetaraan dalam menyikapi keberagaman untuk menciptakan
kehidupan harmonis dalam masyarakat multikultur
|
4.
|
Mendeskripsikan berbagai kelompok sosial dalam
masyarakat multikultural
|
Menganalisis potensi-potensi terjadinya
konflik dan kekerasan dalam kehidupan masyarakat yang beragam
|
5.
|
Menganalisis perkembangan kelompok sosial dalam
masyarakat multikultural
|
Menggunakan
kajian sosiologi dan antropologi dalam memahami berbagai faktor pendorong dan
penghambat integrasi nasional
|
6.
|
Menganalisis keanekaragaman kelompok sosial dalam
masyarakat multikultural
|
Mendeskripsikan melalui contoh tentang faktor-faktor
yang mendorong dinamika budaya
|
Kelas XII
Juml
|
Kompetensi
Dasar KTSP
|
Kompetensi
Dasar kurikulum 2013
|
1.
|
Menjelaskan proses perubahan sosial di masyarakat
|
Mendeskripsikan berbagai ketimpangan sosial dan
budaya yang disebabkan oleh perubahan sosial dan budaya
|
2.
|
Menganalisis dampak perubahan sosial terhadap kehidupan
masyarakat
|
Merumuskan langkah-langkah antisipatif
pemecahan masalah sehubungan terjadinya ketimpangan sosial dan budaya sebagai
dampak perubahan sosial budaya
|
3.
|
Menjelaskan hakikat lembaga sosial
|
Menemukan berbagai strategi untuk
mempertahankan nilai-nilai budaya Indonesia di tengah-tengah pengaruh
globalisasi
|
4.
|
Mengklasifikasikan tipe-tipe lembaga sosial
|
|
5.
|
Mendeskripsikan peran dan fungsi lembaga sosial
|
|
6.
|
Merancang metode, melaksanakan penelitian sosial secara
sederhana
dan mengkomunikasikan hasilnya
|
Jika
kita cermati kompetensi inti kurikulum tahun 2013 lebih komprehensif dan
mencerminkan pendidikan yang utuh, karena menyatukan keyakinan, sikap,
pengetahuan dan tindakan. Setiap
pengetahuan (ilmu) yang diberikan harus dikaitkan dengan sikap, keyakinan
(agama), dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sikap dan tindakan harus dilandasi oleh
pengetahuan dan keyakinan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Weber, bahwa kayakinan
dan keinginan merupakan alasan yang mendorong seseorang melakukan suatu
tindakan (A. Rosenberg, 2008:37-39).
Orang
yang yakin bahwa agar tetap sehat harus berolahraga, dan dia ingin tetap sehat,
maka orang tersebut tentu akan berolahraga. Sudah tentu keyakinan tersebut
berhubungan dengan pengetahuan, karena keyakinan merupakan puncak dari
pengetahuan. Ini berarti jika pengetahuan seseorang bertambah, keyakinannya
juga akan berubah. Begitu juga sikap seseorang tidak lepas dari pengetahuan
yang dimiliki. Perubahan pengetahuan dapat menimbulkan perubahan sikap. Orang
yang memiliki pengetahuan lebih lengkap terhadap suatu objek, sikapnya akan berbeda
dengan orang yang tidak/pengetahuannya terbatas terhadap objek tersebut.
Dalam kenyataan sehari-hari, perilaku dan sikap siswa tidak dilandasi oleh
pengetahuan dan keyakinan. Banyak anak yang tahu dan telah memperoleh
pengetahuan bahwa membuang sampah di sungai itu bisa menyebabkann banjir.
Bahkan dari sisi agama (Islam) telah diajarkan bahwa kebersihan itu bagian dari
iman, namun kenyataannya pengetahuan dan keyakinan tersebut tidak membimbing
perilaku mereka sehari-hari. Banyak anak yang membuang sampah di sembarang
tempat, termasuk ke sungai atau ke selokan. Bahkan banyaknya korupsi dan
perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para elit politik, mengindikasikan
bahwa antara pengetahuan, keyakinan, dan tindakan tidak ada kaitannya. Padahal
para elit tersebut telah mengenyam pendidikan mulai dari SD sampai di PT. Dan mereka pasti tahu bahwa korupsi itu dosa,
dan mereka juga tahu bahwa korupsi itu
dilarang agama. Bahkan mereka (mungkin) juga yakin bahwa dosa itu
menyebabkan masuk neraka.
Sosiologi antroplogi sebagai ilmu sosial
mempelajari tindakan manusia, mengapa manusia melakukan tindakan seperti itu,
atau apa yang menyebabkan manusia melakukan suatu tindakan. Social science begins with the aim of
explaining human action (Rosenberg, 2008:31). Berbagai fenomena tindakan
manusia akan dijari penjelasanya, dan penjelasan-penjelasan tersebut
menghasilkan teori-teori.
Secara
filosophis, manusia merupakan makhluk yang unik dan misterius, karena manusia
sendiri yang mempelajari dirinya tidak
pernah tuntas dan menemukan jawaban yang tunggal (Louis Lehay, Fay) Manusia
sendiri telah menjadi objek yang melahirkan banyak ilmu sosial, diantaranya
sosiologi dan antropologi. Namun di sisi lain, manusia sebagai subjek yang otonom memiliki kesadaran diri, yang bisa menjadikan
dirinya sebagai subjek dan objek
(Herbert Mead). Tindakan manusia yang dilakukan dengan sadar memiliki tujuan. Bahkan
tindakan manusia juga tidak pernah bersifat monologik (causalitas tunggal) dan
selalu memiliki makna subjektif. Tindakan manusia yang tidak bersifat
monologik, dan memiliki tujuan, telah melahirkan banyak teori dalam sosiologi,
khususnya sosiologi mikro.
Dalam konteks kehidupan (alam semesta),
manusia merupakan subjek yang selalu berusaha mentransendensi (mengatasi).
Manusia adalah makhluk yang tidak sepenuhnya patuh kepada hukum alam. Mereka
selalu berusaha “mengatasi” hukum alam tersebut, dengan menggunakan ilmu dan
teknologi yang mereka miliki. Akibatnya sering terjadi penggunaan ilmu dan
teknologi yang bisa menghacurkan kehidupan manusia sendiri. Oleh karena itu,
dalam pengembangan ilmu diperlukan
landasan aksiologi, sebagai bentuk pertanggungajawaban moral manusia.
Relevansi
dengan sosial kemasyarakat
Jika dicermati kompetensi yang ingin
dicapai dalam matapelajaran sosiologi antropologi, sangat relevan dengan
kondisi masyarakat Indonesia saat ini,
yaitu untuk memberi pengetahuan, dan pemahaman kepada setiap siswa mengenai sistem
sosial. Fakta dalam kehidupan masyarakat menunjukan adanya beberapa permasalahaan,
diantaranya adalah banyaknya perilaku
menyimpang, dan lemahnya kemampuan
berpikir. Bahkan para ahli menyebutkan
adanya budaya buruk di masyarakat kita, seperti mental penerabas (koentjaraningrat), sikap
munafik (Mochtar Buchori), sikap malas (Alatas). Dengan adanya matapelajaran
sosiologi antropologi diharapkan siswa mampu menganalisis berbagai permasalahan
sosial, dan kemudian mampu bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat.
Sosiologi antropologi akan menyadarkan
manusia bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Agar
menjadi “manusia”, seseorang harus hidup bermasyarakat, menyepakati nilai dan
norma yang harus dijadikan acuan dalam hidup bersama. Sosiologi antropologi
juga mengajarkan bagaimana hidup
bersama, learning to live together dalam perbedaan. Adanya perbedaan suku,
adat, budaya dan agama harus diterima
dan dihormati, karena perbedaan merupakan suatu yang taken for granted, yang
tidak bisa ditolak.
Melalui
matapelajaran sosiologi antropologi, para sis juga dipahamkan adanya
perubahan sosial. Kehidupaan masyarakat bersifat dinamis, bukan sesuatu yang
statis. Bahkan kebudayaanpun tidak bersifat statis, tetapi juga mengalami
perubahan. Adanya materi perubahan sosial dan budaya sebagai akibat dari
globalisasi dalam matapelajaran sosiologi antropologi, bisa memberi
pengetaahuan dan pemahaman kepada siswa mengenai dampak globalisasi. Pokok bahasan yang sangat penting agar
generasi muda dapat mempersiapkan diri
dalam menghadapi globalisasi dengan
tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa.
Memang dalam kurikulum 2013 aspek
pengetahuan dalam matapelajaran sosiologi antropologi masih berupa konsep-konsep dasar, belum
sampai mengenalkan teori-teori. Meskipun demikian konsep-konsep tersebut telah
memberikan pemahaman dan pada gilirannya
diharapkan menumbuhkan kesadaran akan kedudukan dan peran manusia dalam
kehidupan.
Dalam konteks kehidupan, matapelajaran
sosiologi antropologi di sekolah menengah menjadi sangat penting, karena
memberi pemahaman tentang kedudukan dan
peran manusia dalam alam semesta ini. Dengan memahami kedudukan dan perannya
memungkinkan sesorang bertindak secara bijak, dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, matapelajaran sosiologi antropologi
atau ilmu sosial seharusnya diberikan kepada semua peminatan, termasuk pada
peminatan ilmu alam, sebab ilmu yang
mereka pelajari hanyalah sebagai alat (penjelasan tentang hukum alam), tetapi
penggunaannya sangat tergantung kepada manusia itu sendiri.
Tantangan
Pembelajarannya
Kurikulum
tahun 2013 menggunakan pendekatan student
center atau pemebalajaran siswa aktif. Pendekatan ini membutuhkan
kreatifitas guru, agar terjadi pembelajaran aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan yang sering disebut dengan PAKEM. Dalam PAKEM, guru harus kreatif dengan
berbagai inovasi, agar dapat mengaktifkan siswa dalam proses pemebelajaran.
Kemampuan berpikir kreatif membutuhkan prasyarat berupa berpikir kritis
(bertanya terus menerus dan secara runtut). Guru harus mampu memberi stimulus
(rangsangan) dengan berbagai pertanyaan kritis,
sehingga merangsang siswa mengembangkan pemikirannya dan aktif untuk
terlibat dalam proses berpikir.
Dengan kemampuan berpikir kreatif
guru juga dapat memilih metode dan media agar proses pembelajaran berjalan
efektif. Selain itu, guru yang
kreatifitas juga dapat
menciptakan suasana pembelaajaran yang menyenangkan. kurikulum 2013 menuntut guru-guru yang kritis
dan kreatif. Guru harus memiliki kompetensi bertanya
secara kritis untuk merangsang kemampuan berpikir siswa.
Kemampuan
berpikir kritis para guru juga dibutuhkan pada saat mereka akan
menyusun rencana pelaksanaan
pemebelajaran (RPP). RPP merupakan naskah akademis, yang harus bisa
dipertanggungjawabkan secara logis hubungan antara komponen-komponennya. Dalam RPP ada logicalsquence antara
kompetensi dasar yang mau dicapai dengan indikator, materi, metode, dan alat
evaluasi. kompetensi dasar
menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Sesuai dengan tugas guru untuk
mewujudkan atau mencapai kompetensi yang
telah ditetapkan, guru harus memahami substansi dari kompetensi yang akan
dicapai, baik dari aspek sikap, pengetahuan, maupun tindakan. Dari aspek
pengetahuan, guru harus memahami konsep dan teori apa yang harus dicapai sesuai dengan kompetensi
yang telah ditetapkan. Bertolak dari
pemahaman konsep dan teori yang ingin dicapai, guru harus mengkaitkan
dengan sikap dan tindakan yang harus
dilakukan dalam merespon berbagai masalah sosial. Bahkan guru juga
dituntut mampu mengintegrasikan, ketiga
ranah tersebut dalam suatu rencana pembelajaran.
Kurikulum
2013 memberi tantangan yang lebih berat kepada para guru, sebab guru harus
mampu mengintegrasikan antara sikap, pengetahuan, perilaku dan keyakinan dalam
proses pembelajaran. Bahkan guru juga harus mampu mengembangkan materi ajar, memilih metode, menyusun alat
evaluasi yang mampu mengukur kompetensi sikap, pengetahuan, dan tindakaan. Seandainya materi ajar sudah ditentukan dari
pemerintah, guru masih harus menyusun
strategi pembelajaran agar semua kompetensi yang telah ditetapkan tercapai.
Dalam
melaksanakan kurikulum tahun 2013, guru dituntut memiliki dan
mengaktualisassikan seluruh kompetensi
yaitu kompetensi pedogogik, professional, social, dan kepribadian. Semua
kompetensi tersebut harus benar-benar diwujudkan dalam proses pembelaajaaran.
Dengan kata lain, filosofi “guru” (digugu
dan ditiru), harus benar-benar dimiliki oleh seorang guru. Mereka bukan
hanya digugu karena memiliki
pengetahuan dan kemampuan berpikir yang kritis, kreatif, dan cerdas, tetapi
juga ditiru (bisa dijadikan teladan), karena memiliki karakter.
Hal
yang juga harus dilakukan para guru dalam menghadapi kurikulum 2013 adalah
menyiapkan diri dengan meningkatkan kemampuan berpikir secara kritis dan kreatif. Dengan memiliki kemampuan
berpikir kritis dan kreatif guru tidak perlu gamang menghadapi perubahan
kurikulum. Paling tidak agar dapat mengajarkan berpikir tingkat tinggi kepada
siswa, guru juga harus mampu berpikir tinnggkat tinggi. Suatu hal yang impossible,
guru mampu menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, kalau dia sendiri tidak
mampu berpikir tingkat tinggi.
Dan
hal yang tidak kalah penting dan harus dilakukan, agar kurikulum 2013 dapat
terlaksana dengan baik adalah sekolah
harus membangun budaya yang berkarakter. Sebab proses pembelajaran integratif yang menggabungkan antara sikap, pengetahuan,
dan tindakan harus didukung dengan budaya sekolah yang berkarakter. Tanda
didukung budaya yang berkarakter, misi kurikulum 2013 untuk membangun karakter bangsa tidak akan terwujud, karena
salah satu metode pendidikan
karakter adalah melalui pembiasaan dan
keteladanan.
Daftar Pustaka
Delanty,
Gerard and Strydom, Piets (ed.) 2003.
Philosophies of Social Science the Classic and Contemporary Readings. Philadelpia:
Open University Press.
Fay Brian. 2002. Filsafat Ilmu Sosial
Kontemporer. Alih Bahasa M. Muhith.
Yogyakarta: Penerbit Jendela.
Gutek,
L Gerald. 2009. New Perspectives on Philosophy and Education. New Jersey:
Pearson Education, Inc,
Hergenhahn,
R.B and Olson, H. Matthew. 2009. An
Introduction to Theories of Learning. London: Pearson Education, Inc,
Johnson,
P. Doyle. 2008. Contemporary Sociological Theory an Integrated Multi-Level
Approach. Texas Tech University: Springer Science + Business Media LLC.
Rosenberg, A. 2008. Philosophy of Social
Science. Philadelphia: Westview Press.
1 komentar:
terimakasih, tulisannya keren
Posting Komentar