(Studi Kasus Desa Dukuh Tengah Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Propinsi Jawa Tengah)
Disusun Oleh:
Gurnadi Ridwan
Iqbal Aminuzal
Neny Mulyaningsih
Nesa Febrisanti
Sosiologi
Pembangunan ( Non Reguler )’09
Fakultas
Ilmu Sosial
Universitas
Negeri Jakarta
2012
BAB 1
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang Masalah
Desa
memiliki hak untuk mengurus/mengatur rumah tangganya sendiri yang disebut
otonomi desa. Hak untuk mengurus/ mengatur rumah tangganya sendiri sebagai
kesatuan masyarakat hukum tidak hanya berkaitan dengan kepentingan pemerintahan
(kenegaraan) semata, akan tetapi juga berkaitan dengan kepentingan
masyarakatnya. Desa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Bukan
hanya dikarenakan sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di desa,
tetapi desa memberikan sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas nasional.
Pembangunan desa adalah merupakan bagian dari rangkaian pembangunan nasional.
Pembangunan nasional merupakan rangkaian
upaya pembangunan secara
berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Pembangunan
desa bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, termasuk penciptaan
iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat desa. Penduduk
pedesaan adalah merupakan suatu potensi sumber daya manusia yang memiliki
peranan ganda, yaitu sebagai objek pembangunan dan sekaligus sebagai subjek
pembangunan. Dikatakan sebagai objek pembangunan, karena sebagian penduduk di
pedesaan dilihat dari aspek kualitas masih perlu dilakukan pemberdayaan.
Sebaliknya sebagai subjek
pembangunan penduduk pedesaan memegang peranan yang sangat penting sebagai
kekuatan penentu (pelaku) dalam proses
pembangunan pedesaan maupun pembangunan nasional. Pembangunan desa di Indonesia dipengaruhi oleh
masalah sosial-ekonomi dan politik. Pembangunan desa di Indonesia masih lemah
dari berbagai aspek pembangunan, baik aspek bantuan dan dukungan moril,
politik, teknologi, maupun pendanaan, pengaruh pembaguian kerja dan kultur
masyarakat desa mempengaruhi debit percepatan perkembangan desa. Berikut data statistik mengenai Luas Penggunaan Lahan Menurut Kabupaten / Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 Land Use Area by Regency/City in Jawa Tengah
Province 2007:
Tabel
1
Luas Penggunaan Lahan Menurut Kabupaten / Kota Di
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 Land Use Area by Regency/City in Jawa Tengah
Province 2007[1]
NO
|
Kabupaten/Kota
Regency / City
|
Lahan Sawah (Ha)
Paddy field Area
|
|
Jumlah Total (Ha)
Total
|
1.
|
2.
|
3.
|
4.
|
5.
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
|
Kab. Cilacap
Kab. Banyumas
Kab. Purbalingga
Kab. Banjarnegara
Kab. Kebumen
Kab. Purworejo
Kab. Wonosobo
Kab. Magelang
Kab. Boyolali
Kab. Klaten
Kab. Sukoharjo
Kab. Wonogiri
Kab. Karanganyar
Kab. Sragen
Kab. Grobogan
Kab. Blora
Kab. Rembang
Kab. Pati
Kab. Kudus
Kab. Jepara
Kab. Demak
Kab. Semarang
Kab. Temanggung
Kab. Kendal
Kab. Batang
Kab. Pekalongan
Kab. Pemalang
Kab. Tegal
Kab Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Kota Tegal
JUMLAH
|
63.094
32.226
21.472
14.568
39.807
30.115
17.288
37.250
23.077
33.435
21.111
32.148
22.241
40.339
63.435
46.505
30.091
58.348
20.579
26.409
49.278
24.405
20.630
26.196
22.288
25.307
38.267
40.384
63.280
213
106
774
3.980
1.283
895
990.824
|
150.757
100.533
56.293
92.406
88.467
73.367
81.180
71.323
78.430
32.121
25.555
150.089
54.979
54.310
134.150
132.935
71.319
90.772
21.938
74.007
40.465
70.281
66.393
74.031
56.607
58.306
62.923
47.586
102.493
1.599
4.297
4.522
33.387
3.213
2.554
2.263.588
|
213.851
132.759
77.765
106.974
128.274
103.482
98.468
108.573
101.507
60.556
46.666
182.237
77.220
94.649
197.585
179.440
101.410
149.120
42.517
100.416
89.743
94.686
87.023
100.227
78.895
83.613
101.190
87.970
165.773
1.812
4.403
37.367
37.367
4.496
3.449
3.254.412
|
Berdasarkan data yang terdapat di atas bahwa
Kab. Cilacap, bukan lahan sawah (Ha Non Paddy field Area) itu sebesar 150.757 . Sedangkan Kab. Tegal,
bukan
lahan sawah (Ha Non Paddy field Area) hanya sebesar 47.586. Sehingga, Kab. Cilacap lebih besar jumlah
bukan lahan
sawahnya dibandingkan Kab. Tegal. Kota tegal lahannya lebih identik
digunakan untuk pertanian berupa sayur-sayuran,umbi-umbian
dan buah-buahan. Seperti salah satu contoh desa swadaya ada di Desa Dukuh Tengah Kabupaten Tegal provinsi
Jawa Tengah ini lahannya ditanami sayuran seperti Jagung, Kol, Cabai, sawi dan
wortel. tanaman umbi-umbiannya yaitu singkong dan ubi. Kemudian, tanaman
buah-buahannya yakni jeruk dan pisang.
Desa
Dukuh Tengah tersebut memiliki banyak potensi sumber daya alam khususnya dalam
bidang pertanian. Pertanian di desa ini bersifat homogen, banyak petani yang
memiliki produk pertanian yang sama, di antaranya jagung, kol, cabe, sawi, dan
wortel. Namun, potensi tersebut tidak dapat diberdayakan secara maksimal oleh
petani dikarenakan belum adanya bantuan dari pemerintah dan masih mengandalkan
tadah hujan sebagai pengairan. Sehingga kualitas hasil produksi tidak maksimal.
oleh karena itu, pendapatan petani di desa ini tidak sebesar petani di desa
lainnya.
1.2 Rumusan Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang permasalahan di atas, yang menjelaskan tentang moral ekonomi
petani, masyarakat Desa Dukuh Tengah, Tegal, Jawa Tengah. Maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan permasalahan,
yaitu:
1. Bagaimana
etos kerja petani di Desa Dukuh Tengah?
2. Bagaimana
dengan dinamika yang terjadi pada sistem pertanian di Desa Dukuh Tengah?
1.3 Tujuan
Penelitian dan Signifikansi
Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan moral ekonomi petani,
masyarakat Desa Dukuh Tengah, Tegal,
Jawa Tengah Tengah. Penelitian ini juga memiliki
signifikansi penelitian baik secara akademik maupun secara praktis, yang
dijelaskan yakni:
1.
Secara
akademik penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan etos kerja petani di
daerah tersebut.
2.
Menjelaskan dinamika yang terjadi pada sistem pertanian
di Desa Dukuh Tengah.
1.4 Signifikansi
Penelitian
Signifikansi
dari penelitian ini adalah untuk
memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan produksi
pertanian yang ada di Desa Dukuh Tengah. Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan wacana
dan dapat dijadikan kajian ilmiah dan dasar bagi penelitian selanjutnya.
1.5.
Tinjauan pustaka
Banyak
studi yang telah dilakukan oleh para peneliti mengenai pembangunan pertanian
untuk Indonesia. Mengacu kepada penelitian terdahulu pada tema pertanian,
peneliti pada posisi lain melihat bagimana strategi atau upaya yang di laukan
oleh para petani dalam menjalankan usahannya. secara tidak langsung, para
petani pun di hadapkan oleh resiko pertanian yang belum tentu mereka atasi
sendiri seperti penelitian yang di lakukan : Pertama, penelitian yang dilakukan
oleh Wicaksono Pranatra Baroto di Desa Sumber Jaya Kecamatan Tambun Selatan
Kabupaten Bekasidengan fokus penelitiannya pada strategi bertahan petani padi
di Desa Sumber Jaya[2]. Wicaksono
Pranatra Baroto meneliti dampak yang dirasakan oleh para petani karena lahan
pertanian yang ada berubah menjadi pemukiman penduduk dan industri.
keterbatasan akses tersebut yang di miliki oleh para petani kapisan bawah,
menjadikan keadaan mereka semakin tertingal dan tertekan.
Kondisi
geografi desa sumber jaya sudah tidak lagi memungkinkan bagi pengembangan dan
peningkatan pertanian akibat penyusutan lahan pertanian. Sehingga strategi yang
dilakukan petani merupakan sebuah upaya untuk bertahan pada sebuah situasi dari
sistem sosial masyarakat. Upaya mempertahankan eksistensi lahan sawah dan
peningkatan pendapatan petani akan sangat ditentukan oleh keberhasilan program
disversifikasi usaha tani. Kinerja disversifikasi di lahan sawah memiliki
prospek yang baik tetapi dihadapkan kepada sejumlah kendala teknis, ekonomi,
lingkungan, sosial, dan budaya. Secara sistemik, pengetahuan dan teknologi
lokal telah dimusnahkan oleh model revolusi hijau dan sistem ekonomi kapitalis,
maka kearifan berbudidaya harus direbut kembvali oleh masyarakat petani sendiri
secara mandiri.
1.6
Kerangka konseptual
1.6.1 Pengertian Pertanian
Pada
umumnya pertanian memiliki artian bercocok tanam dan usaha kegiatan bertanam,
tetapi secara luas pertanian meliputi bercocok tanam, kehutanan , perikanan dan
perternakan. Dalam melaksanakan kegiatan pertanian, terdapat dua pengertian
pada tempat yang di gunakan untuk melaksanakan petanian, pertama lahan sawah
dan kedua lahan kering. Lahan kering adalah lahan yang tidak digenangi oleh
air, tetapi sesekali disiram dengan air. Sedangkan lahan sawah adalah lahan
yang disaat-saat tertentu digenagi air untuk ditanami, kalau terus-menerus
digenangi namannya tambak atau kolam. Air sawah sendiri terbagi menjadi dua,
pertama :
1. Sawah
irigasi, tandah hujan, rawa dan paluh adalah pengairan atau pemberian air
kelahan dengan sprinkle atau drainasi
2. Lahan
kering adalah lahan yang di usahakan kering dan sering juga disebut lahan
darat, tegalah, huma atau ladang (biasanya untuk usaha perkebunan).
1.6.2 Konsep Subsisten
Pertanian Subsisten memiliki ciri dimana unit produksi
dan unit konsumsi dijadikan satu, arinya apa yang mereka ingin tanam-jual
adalah apa yang mereka ingin makan.
Pertama adalah moral subsisten, dimana petani lebih menyukai bentuk-bentuk aman
dari pertanian, jarang sekali mengambil resiko besar untuk maju, ini terlihat
dari cara menanam dan mengelolah pertaniaan. Tanaman pertania yang di tanam cenderung menanam
tanaman yang bisa diprediksi.
1.6.3 Konsep Rasional
Maksimalisasi
potensi yang ada sehingga memiliki daya dan nilai jual yang lebih.
1.7
Hubungan Antar Konsep
Hubungan
Konsep moral Ekonomi dengan konsep Petani ini sangat berkesinambungan. Karena
moral ekonomi petani masyarakat Desa Dukuh Tengah ini ditentukan tergantung
dari pola pikir petani dalam pemanfaatan dan pengelolaan pertaniannya. Mata
pencaharian penduduk Desa Dukuh Tengah hampir seluruhnya petani, disebabkan
tiap rumah warga terdapat area perkebunan atau ladang milik pribadi yang tidak
begitu luas. Petani disini menggunakan sistem pengairan berupa tadang hujan.
Hal ini dikarenakan sungainya kering jikalau musim kemarau. Oleh karena itu,
petani di desa Dukuh Tengah hanya menanam padi pada musim penghujan. Sementara
pada musim kemarau, petani menggarap ladang berupa tanaman seperti sayur-sayuran,umbi-umbian
dan buah-buahan seperti Jagung, Kol, Cabai, Cengkeh,singkong, ubi, jeruk,
pisang, dan kopi.
Komoditas
pertanian masyarakat Desa Dukuh Tengah, tanaman yang ditanam itu adalah
sayur-sayuran dan umbi-umbian seperti jagung, kol, sawi, singkong, cabai,
wortel dan buncis. Sebagian besar penduduk pedesaan adalah bermata pencaharian
sebagai petani, berkebun, dan pekerjaan yang berkaitan dengan lahan. Lahan di
sekitar pedesaan merupakan salah satu alat untuk landasan perekonomian, faktor
produksi, dan sumber kemakmuran yang dimiliki oleh masyarakatnya. Hal itulah
yang tidak lepas dari desa Dukuh Tengah itu sendiri, penduduk desa ini hampir
keseluruhannya masih menggantungkan hidupnya dari bertani. Lahan itu sendiri
secara turun-menurun di wariskan ke generasi berikutnya dan tentu saja tidak
merubah fungsi asli dari lahan tersebut yaitu untuk bertani ataupun berkebun.
Namun di dalam unit produksi dan konsumsi pertaniannya itu dijadikan satu. artinya apa yang mereka ingin tanam-jual adalah apa yang
mereka ingin makan. Contoh Petani Desa Dukuh
Tengah menanam tanaman jagung, maka
makanan pokok mereka adalah nasi jagung, meski ada juga beberapa yang memakan
nasi, biasanya mereka beli dari hasil petukaran dengan produk yang mereka tanam
atau mereka memiliki sawah/ padi. Sebagian dari hasil panen mereka jual dan
sebagainnya lagi dimakan untuk dijadikan lauk-pauk dirumah. Maka pola
pengelolaan dan pemanfaatan tersebut dapat dikatakan moral ekonominya bersifat
subsisten, dimana petani lebih menyukai bentuk-bentuk aman dari pertanian,
jarang sekali mengambil resiko besar untuk maju, ini terlihat dari cara menanam
dan mengelola pertaniaan. Tanaman
pertanian
yang di tanam cenderung menanam tanaman yang bisa diprediksi.
Akan tetapi, seiring
dengan jaman yang sudah modern dan uang menjadi prioritas pada saat sekarang
ini. Maka, pola pikir sebagian petani Desa Dukuh Tengah pun berubah maju. Moral
ekonomi petani dulunya masih bersifat
subsisten sekarang menjadi moral ekonomi yang bersifat rasional yakni petani yang visioner, berfikir maju dan melakukkan
maksimalisasi terhadap nilai, alat dan produk pertaniaan. Ia bisa mengambil
resiko guna keluar dari zona amannya.
Dimana dalam maksimalisasi hasil tanah, ia menggunakan strategi dalam menanamnya tidak
hanya sesuai keinginan mereka yang
mereka tanam-jual adalah apa yang mereka ingin makan. Namun pola dalam
memaksimalisasi hasil tanahnya lebih cenderung ke pemikiran bagaimana tanaman
yang dihasilkan memiliki nilai jual tinggi dipasaran. walaupun proses penanaman
tanaman tersebut memerlukan waktu lama namun hasilnya sangat memuaskan karena
memiliki daya dan nilai jual yang lebih. Ini menunjukan bahwa moral ekonomi
petaninya bersifat rasional.
1.8
Metodelogi
penelitian
1.8.1 Pendekatan dan Jenis
penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan menggunakan jenis penelitian fenomenologi. Alasan kami sebagai peneliti
memilih pendekatan ini karena pendekatan kualitatif memiliki rancangan
penelitian yang tidak linear. Pendekatan kualitatif bisa dikatakan penelitian
yang tidak menggunakan metoda matamatik dan statistik.
Proses
penelitian dimulai dengan menyusun asumsi-asumsi dasar yang akan digunakan
dalam penelitian. Lalu asumsi tersebut diterapkan dalam pengumpulan data dan
pengolahan data untuk memberikan penjelasan. Lalu dengan jenis penelitian fenomenologi, peneliti
ingin mengungkap atau mendeskripsikan pengalaman subjek akan pembangunan di Desa Dukuh Tengah terutama tentang etos
kerja petani di Desa Dukuh Tengah dan dinamika yang terjadi pada sistem
pertanian di Desa Dukuh Tengah tersebut. Yang dalam penelitian ini adalah moral
ekonomi petani, masyarakat Desa Dukuh Tengah, Kecamatan Bojong, Tegal, Jawa Tengah dan dispesifikasikan ke dalam sebuah penelitian
kualitatif dengan konsep sosiologis tertentu.
1.8.2 Subyek,
lokasi dan waktu penelitian
a.
Subyek
penelitian
Subjek penelitian kelompok kami
adalah moral
ekonomi petani, masyarakat Desa Dukuh Tengah, Kecamatan Bojong, Tegal, Jawa
Tengah. Alasan peneliti
mengambil subyek penelitian ini karena pada komunitas pertanian memiliki moral
ekonomi petani yang mayoritas penduduknya bertani subsisten. Dengan demikian, dapat
mempengaruhi etos kerja petani dan dinamika
sistem pertanian, serta faktor pendorong dan penghambat pertanian di Desa Dukuh
Tengah tersebut dalam mengembangkan hasil sektor usaha pertaniannya.
b.
Lokasi
penelitian
Dalam melakukan penelitian tentang moral ekonomi
petani, masyarakat Desa Dukuh Tengah, Tegal, Jawa Tengah, peneliti mengambil
lokasi penelitian di daerah tegal desa Dukuh Tengah kecamatan bojong, kabupaten
tegal.Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di sana, karena dukuh tengah
memiliki aspek komoditas pertanian produknya cenderung homogen dan penghasilan didapat dari berkebun, bertani
dan nyadap getah. selain itu, mayoritas
penduduknya bertani subsisten sehingga mempengaruhi moral ekonomi
petani, masyarakat Desa Dukuh Tengah, Kecamatan Bojong, Tegal, Jawa Tengah tersebut.
c.
Waktu
penelitian
Tanggal : 20 Juni 2012-26 Juni 2012
1.8.3
Prosedur pengumpulan data
Prosedur pengumpulan data yang akan kami lakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu:
a.
Data primer:
·
Observasi (pengamatan)
Pada kegiatan ini peneliti melakukan
pengamatan langsung di lapangan dan
kemudian mencatat hasil pengamatan tersebut secara lengkap dan akurat. Pada
observasi ini tujuannya mengamati gejala-gejala, kejadian-kejadian, atau
objek-objek dari subjek penelitian untuk mendukung hasil penelitian yang
dilakukan.
·
Wawancara
Melakukan tanya jawab kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan subjek
penelitian, pertama adalah
komunitas petani wanita dan masyarakat umum. Teknik wawancara yang
dilakukan misalkan seperti wawancara mendalam, wawancara berstruktur, atau
wawancara sambil lalu.
b. Data Sekunder:
Untuk
pengambilan data sekunder, peneliti mengambil data dari dokumentasi yang dimiliki
oleh komunitas petani di Desa Dukuh Tengah yang nantinya akan peneliti jadikan
acuan sebagai penambah informasi untuk memperjelas penelitian ini.
1.8.4 Prosedur Pengolahan
Data
Setelah data primer dan sekunder yang diperlukan terkumpul maka data tersebut
akan diolah dengan metode : Deskriptif kualitatif, yaitu pengolahan data
melalui wawancara langsung serta pemahaman mendalam yang telah diperoleh dengan
menggambarkan karakteristik dan spesifikasi objek penelitian yang diangkat.
1.8.5 Peran peneliti
Peran peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai pengumpul data dan
pengamat partisipan. Peneliti disediakan waktu untuk turun langsung di lapangan dengan cara berbaur dengan komunitas petani wanita dan menggali data sebanyak
mungkin. Data-sata tersebut dikumpulkan melalui wawancara mendalam, wawancara
berstruktur, atau wawancara sambil lalu. Tidak hanya itu, agar data yang terkumpul lebih variatif peneliti
juga
melakukan pengamatan dan penelusuran di daerah desa Dukuh Tengah, terutama pada
saat masyarakat sedang beraktifitas agar memudahkan melakukan pengamatan.Teknik tersebut
digunakan untuk mendapatkan informasi mendalam dari berbagai informan yang kami
wawancara.
1.8.6 Strategi validasi dan keterbatasan
penelitian
Dalam strategi validasi data, peneliti melakukan
triangulasi, yaitu kroscek data dari satu sumber dengan sumber lainnya. Untuk
mengetahui apakah hasil wawancara kepada komunitas para petani secara akurat
atau tidak, maka peneliti melakukan kroscek melalui observasi, dengan turun
langsung ke lokasi penelitian. Selain melakukan kroscek dengan melakukan
observasi, peneliti juga menguji data yang telah didapat dengan data sekunder,
yaitu sumber yang berasal dari dokumentasi yang dimiliki oleh desa dukuh
tengah. Sedangkan untuk keterbatasannya sendiri.
1.9
sistematika
penulisan
Penelitian
ini akan menerangkan kajian mengenai “moral
ekonomi
petani, masyarakat Desa Dukuh Tengah, Kecamatan Bojong, Tegal, Jawa Tengah”. Laporan hasil kuliah kerja
lapangan yang akan dibuat oleh penulis ini, terdiri dari 3 bagian, yaitu pendahuluan, pembahasan, dan penutup. Ketiga
bagian ini akan dipaparkan kembali ke dalam 5 bab, yakni satu bab pendahuluan,
tiga bab pembahasan atau isi, dan satu bab lagi yaitu penutup.
Pada
BAB I penulis akan menerangkan latar belakang mengenai gambaran umum pertanian masyarakat
Desa Dukuh Tengah, Kecamatan Bojong, Tegal,
Jawa Tengah, permasalahan yang ingin diteliti, kerangka konseptual yang
memandu peneliti dalam menganalisis permasalahan yang dikaji, tinjauan pustaka
yang berisikan penelitian terdahulu yang sejenis, dan menjelaskan metodologi
penelitian yang akan digunakan didalam penelitian.
Bagian
pembahasan studi ini akan dipaparkan dalam bab 2,3, dan 4, yang ketiganya
berisikan hasil temuan lapangan peneliti selama melakukan penelitian. Pada BaB
II, penulis akan menerangkan gambaran umum Desa Dukuh Tengah tentang
profil demografi Desa Dukuh Tengah, kondisi Desa Dukuh Tengah, konteks Sosial
Budaya Desa Dukuh Tengah, dan kondisi Politik Desa Dukuh Tengah. BAB III,
penulis akan menjelaskan mengenai keanekaragaman Perkebunan di Desa Dukuh Tengah yakni komoditas masyarakat
Dukuh Tengah, Tanaman Musiman yang di tanam, Produk Pokok Panen yang menunjang,
perbandingan harga dan masa panen tanaman. Selain itu, Penulis akan menjelaskan
Pola dan Alat produksi petani Dukuh Tengah serta dinamika Dinamika
pertanian Masyarakat Duku Tengah ini yakni Faktor Pendorong dan Penghambat Pertanian di Duku Tenggah.
BAB IV, adalah pembahasan dari
permasalahan utama penelitian, yang menjabarkan mengenai temuan-temuan yang
dihasilkan di lapangan dan dihubungkan dengan teori yang relevan dengan
permasalahan dan temuan penelitian. Dengan teori yang didapat oleh peneliti
diharapkan penelitian ini menjadi lebih tersusun sehingga dapat berguna. BAB
ini akan menjelaskan tentang “Etos Kerja Petani Dukuh Tengah yang has dari keluarga
petani yang berorientasi pada subsisten
namun ada juga yang moral ekonominya bersifat rasional”; terkait pada
permasalahan petani di Dukuh Tengah dalam memaksimalkan lahan yang ada untuk
meningkatkan produktivitasnya. Serta akan menjelaskan peran upaya
lembaga/instansi terkait dengan para petani dalam upaya meningkatkan produksi
pertanian lokal.
BAB
V merupakan bagian terakhir dalam studi ini, yang berisikan penutup dan
kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian. Kesimpulan ini merupakan jawaban
eksplisit dari pertanyaan penelitian yang penulis rumuskan.
BAB 2
Gambaran Umum Desa Dukuh Tengah
2.1 Konteks Historis Desa Dukuh Tengah
2.1.1
Profil
Demografi Desa Dukuh Tengah
Desa Dukuh Tengah adalah
salah satu desa dari 18 desa yang berada di Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal,
Jawa Tengah. Desa tersebut bila ditempuh dari arah Slawi berada setelah desa
Rembul dan jika ditempuh melalui dari arah Pemalang berada setelah desa
Kedawung. Luas desa Dukuh Tengah ini
sekitar 535.808 ha, yang terbagi atas 108.568 ha (luas pemukiman penduduk), 6
ha (luas sawah), 70.225 ha (luas ladang), dan 351.020 ha (luas hutan). Desa
Dukuh Tengah berbatasan langsung dengan Desa Karangmulya di wilayah utara,
dengan hutan Gunung Slamet di wilayah selatan, dengan desa Rembul di wilayah
barat serta dengan desa Kedawung di wilayah timur. Desa Dukuh Tengah ini
terbagi lagi atas empat dusun yaitu pedukuhan Peneker, pedukuhan Anggah,
pedukuhan Dempis dan pedukuhan Banyu Medal yang tersebar di sekitar desa Dukuh
Tengah. Kemudian Desa ini terbagi atas 11 rukun tetangga (RT) dan 2 rukun warga
(RW). Dengan luas wilayah 535.808 ha, desa Dukuh Tengah merupakan desa yang
luas wilayahnya paling panjang dibandingkan dengan desa yang lainnya di wilayah
kecamatan Bojong, serta luas wilayah desa ini terletak pada geografis yang
melintang dari arah utara ke selatan. Desa Dukuh Tengah memiliki jumlah
penduduk sekitar 2708 jiwa.
Kondisi
dari Desa ini terdiri dari dataran rendah dan tinggi, lereng-lereng gunung dan
perbukitan, serta beberapa ladang untuk bercocok tanam. Desa Dukuh Tengah ini
juga dilalui oleh tiga aliran sungai yaitu sungai Erang, sungai Klewung dan
sungai Kentengan. Ketinggian dari Desa Dukuh Tengah berkisar antara 950 mdpl
sampai dengan 1100 mdpl. Berdasarkan dari topografi di atas, Desa Dukuh Tengah
memiliki kondisi iklim yang sejuk dengan suhu antara 210C hingga 280C dan
memiliki curah hujan 125 mm dengan jumlah bulan hujan 12 bulan. Berdasarkan
topografi perairan di wilayah ini terbagi menjadi dua, yaitu perairan permukaan
dan perairan bawah tanah. Dari perairan yang terdapat di permukaan berasal dari
aliran air sungai dan air sisa rumah tangga yang dapat dimanfaatkan sebagai
aliran irigasi untuk pengairan ladang penduduk. Namun air yang dapat mengalir
di sungai hanya terdapat pada waktu musim penghujan saja, kecuali sungai Erang.
Pada musim kemarau alirannya menjadi kering, faktor tersebut merupakan salah
satu kendala bagi aliran untuk mengairi pertanian dan perkebunan penduduk.
Sedangkan perairan yang berasal dari bawah tanah terdapat mata air di desa
Dukuh Tengah yang terletak di pedukuhan banyu medal yang menjadi sumber mata
air bersih untuk di wilayah desa ini. Saat ini mata air banyu medal sedang
diproyeksikan menjadi mata air untuk memenuhi kebutuhan akan air di kota-kota
di luar kecamatan bojong, yaitu kota Brebes, Tegal dan Slawi.
Semua
kawasan desa Dukuh Tengah tersebut masih terkesan alami, dimana pada tiap-tiap
puncak perbukitan dan lereng-lereng gunung masih terdapat hutan yang kemudian
hutan tersebut dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dalam segi perkebunan, wilayah ini mayoritas
dipenuhi oleh tanaman jagung,kol,sawi dan singkong yang terdapat di sekitar
pekarangan rumah penduduk desa Dukuh Tengah. Dikarenakan tanaman tersebut cocok
ditanam pada saat sekarang ini. Sebagian dari hasil perkebunan di desa Dukuh
Tengah ini, dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat sendiri, namun
beberapa dijual kepada pasar-pasar yang masih berada di sekitar wilayah desa
Dukuh Tengah. Seperti Pak Sakrib, Pak Tarno dan Pak Sunadi . Berikut dapat
dilihat informan pertama yang bernama Pak Sakib di bawah ini pada gambar 2
sebagai berikut:
Gambar.2
Kediaman
Pak Sakrib[3]
Pada
gambar diatas merupakan foto informan pertama yang berhasil diwawancara yang
bernama Pak Sakrib. Pak Sakrib ini merupakan salah satu petani warga RT 03 RW 01 Desa Dukuh Tengah. Pak Sakrib memiliki
tanah seluas 20x15m3 berada di depan rumah dan memiliki
tanah didaerah pesawahan dua kali lipat dari tanah yang ada di depan rumahnya.
namun, pak sakrib selain menjadi seorang petani,ia juga bekerja sebagai tukang
kuli bangunan.
Menurut
penuturan Pak Sakrib, Desa Dukuh Tengah persebaran pemukimannya tidak terpusat.
Artinya dapat disimpulkan masyarakat disini hidup terpencar.Terdapat beberapa
bukit yang menghubungkan beberapa dusun. Di tiap rumah warga terdapat area
perkebunan atau ladang milik pribadi yang tidak begitu luas. Jalanan tidak
begitu luas dan masih berbatu apabila masuk kedalam.
Kemudian
mata pencaharian penduduk Desa Dukuh Tengah sendiri diantaranya petani, buruh
tani,buruh/Swasta, pegawai negeri, pengrajin, pedagang, peternak. Petani disini
menggunakan sistem pengairan berupa tadang hujan. Hal ini dikarenakan sungainya
kering jikalau musim kemarau. Oleh karena itu, petani di desa Dukuh Tengah
hanya menanam padi pada musim penghujan. Sementara pada musim kemarau, petani
menggarap ladang berupa tanaman seperti sayur-sayuran,umbi-umbian dan
buah-buahan seperti Jagung, Kol, Cabai, Cengkeh,singkong, ubi, jeruk,pisang,dan
kopi. Selain itu, petani di Desa Dukuh Tengah tersebut ada yang menjadi petani
sadap getah pinus yang dijadikan mata pencaharian mereka. dalam sistem
pelatihan tata cara industri dan pengrajinan di Desa Dukuh tersebut dibiayai
oleh PNPM. dalam peternak yang ada di Desa Dukuh Tengah ini yakni peternak kambing.
Kemudian dalam pengrajinnya sebagai pembuat kerajinan anyaman.
Komoditas
pertanian masyarakat Desa Dukuh Tengah, Pak Sakrib memaparkan bahwa masyarakat
pertanian Desa Dukuh Tengah tersebut menanam berbagai macam sayur-sayuran dan
umbi-umbian seperti jagung, kol, sawi, singkong, cabai, wortel dan buncis. Pak
Sakrib sendiri memiliki sebuah perkebunan kol, cabai dan jagung. hasil dari
perkebunan tersebut ia jual kepemborong karena masa panennya sekitar 3 bulan
sekali. dalam pemupukannya sendiri, ia menggunakan pupuk kimia. Harga kol per
kilo gramnya yang dijual mahal itu seharga RP.2.000,00-RP. 3.000,00. harga yang
murahnya berkisaran RP.500,00. Hasil panen tersebut biasanya dikirim ke
Cirebon,Tegal dan Jakarta. mayoritas masyarakat Desa Dukuh Tengah menanam
wortel dan kol.
Gambar.3
Kebun
Pak Tarno[4]
Pada
gambar diatas merupakan foto informan Kedua yang berhasil diwawancara yang
bernama Pak Tarno memiliki tanah seluas ½ bahu ini ditanami jagung. harga
jagung perkilogramnya berkisaran RP. 2.500,00-RP.17.500,00. namun Pak tarno
berbeda dengan Pak Sakrib itu memanfaatkan hasil dari panen tanaman yang ia
tanam untuk dijual ke pemborong tidak hanya untuk dikonsumsi sendiri. Kemudian
kalau Pak Tarno sendiri memanfaatkan hasil dari panen wortelnya itu tidak untuk
dijual. akan tetapi untuk dikonsumsi sendiri. harga wortel bisa mahal ataupun
murah itu ditentukan tergantung kualitas wortelnya sendiri. karena faktor cuaca
pun mempengaruhi pertumbuhan wortel tersebut. dikarenakan sistem pengairannya
dari sebuah selokan yang airnya berasal dari satu sumber mata air dan dialirkan
ke dua desa yakni Desa Dukuh Tengah dan Desa Kedaung. Jadi ketika musim kemarau
tiba, maka hasil produksinya menjadi tidak maksimal.
Selain
lahan perkebunan, kawasan desa Dukuh Tengah ini masih cukup banyak yang berupa
hutan, hutan-hutan tersebut tersebar di beberapa pedukuhan di desa Dukuh
Tengah, seperti di dukuh Peneker, pedukuhan Dukuh Anggah dan pedukuhan Banyu
Medal.
Kemudian
kawasan pemukiman pada pola persebaran masyarakat di Desa Dukuh Tengah bersifat berkelompok dengan memiliki jarak
antar rumah penduduk satu dengan yang lainnya sekitar 20 meter. Bangunan fisik
yang terdapat di dalam desa Dukuh Tengah ini antara lain berupa balai desa,
masjid dan musholla di sekitar rumah penduduk yang kurang lebih berjumlah
sekitar 15 bangunan, SDN Dukuh Tengah serta fasilitas umum lainnya yang
terdapat di desa ini.
Adapun
fasilitas lainnya seperti drainase dan balai desa yang sedang dalam tahap
pembangunan serta digunakan untuk aktivitas program posyandu. Sebagian jalanan
di desa dukuh tengah sudah ada yang diperbaiki. Namun belum sepenuhnya jalanan
tersebut diperbaiki, sebagian lagi sedang dalam tahap proses perbaikan. Adapun
jalan yang belum tersentuh perbaikan ialah wilayah-wilayah terpencil yang
terletak di pinggiran desa Duku Tengah. Sebaliknya rumah – rumah desa Duku
Tengah mayoritas masih berstruktur sangat sederhana, hanya beberapa rumah saja
yang sudah terlihat sudah modern. Rumah sederhana ini kami amati dari struktur
bangunannya yang masih terbuat dari kayu dan berlantaikan semen.
2.1.2
Kondisi
Desa Dukuh Tengah
Sebagian besar
penduduk pedesaan adalah bermata pencaharian sebagai petani, berkebun, dan
pekerjaan yang berkaitan dengan lahan. Lahan di sekitar pedesaan merupakan
salah satu alat untuk landasan perekonomian, faktor produksi, dan sumber kemakmuran
yang dimiliki oleh masyarakatnya. Hal itulah yang tidak lepas dari desa Dukuh
Tengah itu sendiri, penduduk desa ini hampir keseluruhannya masih
menggantungkan hidupnya dari berkebun. Lahan itu sendiri secara turun-menurun
di wariskan ke generasi berikutnya dan tentu saja tidak merubah fungsi asli
dari lahan tersebut yaitu untuk bertani ataupun berkebun. Namun pertanian dan
perkebunan tersebut kebanyakan digarap oleh para buruh tani. Seperti itulah
gambaran umum fungsi utama dari lahan yang dimiliki oleh penduduk pedesaan dan
masih berlaku di Desa Dukuh Tengah, Kecamatan Bojong. Pernyataan tersebut dapat
dibuktikan dari tabel 1 yang menggambarkan bahwa mata pencaharian masyarakat
mayoritasnya sebagai buruh tani dapat dilihat di bawah ini :
Tabel
2
Mata
Pencaharian masyarakat Desa Dukuh Tengah[5]
Mata perncahatian
|
Jumlah
|
Petani
|
100
|
Buruh Tani
|
390
|
Buruh/Swasta
|
20
|
Pegawai Negeri
|
6
|
Pengrajin
|
75
|
Pedagang
|
50
|
Peternak
|
30
|
Dari tabel di atas, dapat terlihat bahwa mata pencaharian masyarakat Desa
Dukuh Tengah paling banyak adalah buruh tani sebesar 390 orang. Dikarenakan
lapangan pekerjaan Desa Dukuh Tengah sempit. Maka masyarakat pun, memilih
menjadi buruh tani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari daripada tidak ada
penghasilan sama sekali. Apalagi potensi alam di Desa Dukuh Tengah ini berpotensi
sebagai pertanian dan perkebunan. Maka dari itu, banyak masyarakat yang
penghasilnya didapat dari buruh tani menggarap pertanian milik orang lain.
Desa
Dukuh Tengah memiliki jumlah penduduk sekitar 2708 jiwa. Desa ini memiliki
potensi alam yang cukup berlimpah, khususnya dibidang pertanian dan perkebunan.
Adapun masyarakat yang berprofesi sebagai petani berjumlah 78 orang, sebagai
buruh tani 250 orang, buruh bangunan/swasta 150 orang, PNS 11 orang, pedagang
425 orang, dan yang lainnya 100 orang. Hampir seluruh masyarakatnya memiliki
pekarangan di sekitar rumahnya untuk berkebun. Salah satunya adalah kebun
sayur-sayuran, seluruh masyarakatnya ikut menggeluti kegiatannya dari menanam
benih sampai memetik hasilnya untuk dijual ke pasar-pasar. Tidak heran lagi
bahwa kehidupan sehari-hari masyarakat Dukuh Tengah bertumpu pada hasil menanam
sayur-sayuran tersebut.
Mayoritas
penduduk di desa Dukuh Tengah adalah lulusan SD, hanya sebagian kecil yang
berpendidikan SMP sampai SMA. Hal tersebut dikarenakan masalah ekonomi,
minimnya kesadaran terhadap pentingnya pendidikan, serta faktor akses menuju
sekolah yang jauh. Di desa Dukuh Tengah hanya terdapat satu bangunan, yaitu SDN
Dukuh Tengah, sedangkan untuk SMP dan SMA berada di desa lain. Impact dari kurangnya sarana pendidikan
dan akses yang jauh membuat pengetahuan dan pemahaman akan teknologi rendah.
Faktor ekonomi terlihat dari profesi masyarakat, kebanyakan masyarakatnya
sebagai buruh tani. Kesadaran akan pentingnya pendidikan terlihat dari tingkat
pendidikan orang tua. Pernyataan ini dapat dibuktikan dari tabel 2 yang
menggambarkan bahwa kebanyakan pendidikan masyarakatnya lulusan SD. Pernyataan
ini bisa dibuktikan dari tabel 2 yang menggambarkan bahwa mata pencaharian
masyarakat mayoritasnya sebagai buruh tani dapat dilihat di bawah ini :
Tabel
3
Pendidikan
masyarakat Desa Dukuh Tengah[6]
Jenjang pendidikan
|
Jumlah
|
Belum sekolah
|
85
|
Usia 7-45 tahuin tidak pernah
sekolah
|
15
|
Pernah sekolah SD tetapi tidak
tamat
|
156
|
Tamat SD/Sederajat
|
1750
|
SLTP/Sederajat
|
95
|
SLTA/Sederajat
|
45
|
S1
|
7
|
Dari
tabel diatas terlihat bahwa pendidikan
masyarakat Desa Dukuh Tengah kebanyakan tamat SD sebesar 1750 orang. sehingga, pendidikan
tamatan SD tersebut mempengaruhi pekerjaan yang nantinya akan di dapat. Maka,
masyarakatnya hanya dapat bekerja sebagai buruh tani atau tukang bangunan.
Dengan demikian, pendidikan itu sangat menentukan akan pekerjaan yang akan
didapat untuk bisa memiliki kehidupan yang lebih baik. Masyarakat hanya sampai
lulusan tamat SD ini dikarenakan faktor ekonomi yang tidak mendukung untuk
dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
Pola
pemukiman masyarakat desa Dukuh Tengah ialah terpola. Maksudnya adalah dalam
satu komplek biasanya satu keluarga yang tinggal di sana. Hal tersebut karena
masyarakat di sini menganut sistem kekerabatan dan rasa solidaritas yang kuat
dan juga karena mayoritas adalah masyarakat asli turun-temurun. Penduduk desa
Dukuh Tengah sendiri tergolong agamis dan memiliki nilai-nilai religius yang
cukup kental. Hal tersebut dapat dilihat dari bangunan masjid dan musholla yang
berjumlah sekitar 15. Selain itu, setiap hari Jum’at diadakan kegiatan
pengajian dan Shalawatan secara rutin oleh ibu-ibu PKK desa ini. Di desa Dukuh
Tengah juga terdapat sebuah padepokan yaitu Padepokan Wulan Tumanggal. Dimana padepokan
tersebut memiliki sebuah kepercayaan terhadap agama budaya (kejawen).
2.1.3
Konteks
Sosial Budaya Desa Dukuh Tengah
Jumlah penduduk
desa Dukuh Tengah Kecamatan Bojong berjumlah 2970 Jiwa, jumlah penduduk
laki-laki mencapai 1400 jiwa sedangkan penduduk perempuan berjumlah 1570 jiwa. Jumlah
kepala keluarga 800 KK. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dari tabel 3 yang
menggambarkan jumlah kependudukan Desa Dukuh Tengah yang bisa dilihat di bawah
ini :
Tabel 4
Kependudukan[7]
Jenis Usia
|
Jumlah
|
Balita
(0 - 5 tahun)
|
310
|
Anak –
Anak ( 6-16 tahun)
|
768
|
Produktif (17- 45 tahun)
|
2757
|
Tidak
Produktif (46 - >60 tahun)
|
1669
|
Jumlah
|
5499
|
Dari
tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang paling banyak adalah
jenis usia produktif (17- 45 tahun) sebesar 2757 jiwa. Secara sosial budaya,
wanita yang tidak dapat melanjutkan pendidikan, biasanya dinikahkan oleh orang
tuanya atau dilamar. Sedangkan laki-laki cenderung memilih untuk bekerja di
luar kota. Hal ini terlihat dari beberapa wanita yang memiliki anak di usia
muda.
Adat
pernikahan di Desa Dukuh Tengah terbilang cukup unik, karena di sini adat
pernikahannya adalah hari pernikahan dan lamaran dijadikan satu, dalam satu
hari acara pernikahan dan lamaran dilakukan dalam satu hari. Setelah menikah,
pihak laki-laki akan tinggal dengan keluarga wanita. Hal tersebut dikarenakan
laki-laki dapat digunakan untuk membantu pekerjaan keluarga wanita, selain itu
untuk pengakraban dengan keluarga wanita.
Masyarakat
di desa ini memiliki kesenian dan kebudayaan yaitu Kuda Lumping, Kuntul
(Marawis), dan Samroh (semacam Rebana yang dimainkan oleh kelompok wanita).
Biasanya kesenian tersebut diadakan saat perayaan 17 Agustus. Akan tetapi,
kesenian tersebut tidak ditampilkan saat hari pernikahan, berbeda misalnya
dengan pernikahan orang Betawi dan kebudayaan Ondel-Ondelnya. Saat pernikahan,
warga di sini menggunakan musik Campursari untuk merayakannya.
Tradisi
lainnya di desa Dukuh Tengah ketika merayakan kelahiran anak biasanya
masyarakat di sini melakukan ritual potong puser. Tradisi tersebut dilakukan
dengan suatu simbol berdasarkan jenis kelamin si anak. Untuk anak laki-laki
saat di potong pusernya disimbolkan dengan 2 kg beras merah, sedangkan untuk
anak perempuan disimbolkan dengan 1 kg beras merah dan 1 buah kelapa.
Dalam
hal kesehatan, masyarakat di Dukuh Tengah memiliki pengobatan secara
tradisional. Ramuan herbal, kepercayaan doa-doa dari ulama menjadi tradisi
masyarakat Dukuh Tengah. Penduduk di sini termasuk masih memegang teguh
nilai-nilai keagamaan atau agamis. Selain itu, kepercayaan kesehatan spiritual
lainnya adalah melahirkan dengan jasa dukun beranak.
2.2
Kondisi
Politik Desa Dukuh Tengah
2.2.1
Profil
Kepala Desa
Landasan utama
struktur Pemerintahan desa yang disusun berdasarkan undang-undang Nomor 5 Tahun
1979 adalah sebagaimana tercantum dalam pasal 1a dan 1b. Dalam pasal ini
dinyatakan bahwa pemerintahan desa adalah penyelenggara pemerintahan yang
dilaksanakan oleh organisasi pemerintahan terendah dibawah kecamatan. Dalam UU
tersebut dibedakan antara desa dan kelurahan. Perbedaan utamanya adalah bahwa
desa memiliki hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri ( dalam batas ikatan
NKRI ) , sedangkan kelurahan tidak memiliki hak semacam itu. Dalam struktur
pemerintahan desa terdapat perangkat desa yang mengatur pemerintahan desa,
yaitu : kepala desa serta wakilnya, BPD (badan permusyawaratan desa) yang
berfungsi memusyawarahkan segala masalah yang dihadapi desa, pembantu-pembatu
kepala desa baik sekertaris desa maupun kepala-kepala urusan yang tergabung
dalam pamong desa. Disamping sekertaris desa yang membantu kepala desa,
terdapat pula kepala-kepala dusun atau kepala kampung. Berbeda dengan perangkat
pemerintahan desa tersebut, perangkat yang ada di pemerintahan kelurahan
terdiri dari lurah dan wakilnya yang dibantu oleh sekretaria kelurahan dengan
kepala-kepala urusan dan kepala lingkungan. Dikelurahan tidak terdapat lembaga
musyawarah kelurahan sebagaimana BPD di desa.
Peran
pemerintahan
Kepala
Desa : Kepala desa bertugas untuk
melindungi dan bertanggung jawab desa
Kepala
Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala
Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan.
Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah
mendapat persetujuan bersama BPD.
Perangkat
Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa, yang ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Desa. perangkat desa juga mempunyai tugas untuk
mengayomi kepentingan masyarakatnya.
Kepemimpinan
memegang peranan kunci di dalam mengerakkan partispasi masyarakat agar tata
kelola pemerintahan yang berpihak pada pelayanan dasar dan kebutuhan hak-hak
warga negara, khususnya yang berada di kawasan (daerah) tertinggal dapat
diatasi secara baik. Selama ini kawasan daerah tertinggal hampir tak tersentuh
pembangunan secara maksimal karena dari tingkat pemerintahan lokal sampai
nasional pola kepimpinan yang berkembang masih kepemimpinan feodalis, lebih
bersifat ingin dilayani daripada dilayani.
Struktur Kepemerintahan Desa Dukuh
Tengah kini berubah, Kades beserta perangkatnya dahulu dibantu oleh Kepala
Dusun sebagai satuan membantu jalannya pemerintahan desa. Namun sekarang Kepala
Dusun dibantu oleh RW dan RT, hal ini terjadi karena Desa Dukuh Tengah
mengambil sistem kepemerintahan Minimal dengan maksud meminimalkan perangkat
desa. Desa ini masuk kedalam tipe desa swadaya atau desa terbelakang Desa
terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia atau tenaga kerja
dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada di
desanya. Biasanya desa terbelakang berada di wilayah yang terpencil jauh dari
kota, taraf berkehidupan miskin dan tradisional serta tidak memiliki sarana dan
prasaranan penunjang yang mencukupi. Ini jelas yang kehidupan dalam konteks
sosial masyarakat desa dukuh tengah masuk kedalamnya perangkat desa yang belum
maju.
Tokoh
yang berperan selain organisasi pemertintah adalah Ustad atau tokoh agama
karena mayoritas memiliki kepercayaan islam, sehingga nuansa kulturnya pun
berlandaskan islam juga mempengaruhi peranan seorang ustad sebagai tokoh yang
di hargai dan di pandang masyarakat sebagai tauladan.
Dalam
kegiatannya melayani masyarakat perangkat desa ini tidak digaji secara penuh,
mereka dibayarkan oleh pemerintah sebesar 700 ribu rupiah perbulan dan
dibayarkan 3 bulan sekali, bahkan pembayarannya sering terlambat. Hal ini
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup masyarakat desa ini, sehingga jam kerja
untuk perangkat desa terbatas. Pelayanan kepada masyarakat diberikan di Balai
desa setiap hari senin hingga jum’at dari jam 8 pagi hingga ba’da zuhur.
Setelah itu perangkat desa biasanya memiliki perkerjaan lain untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
Sebagai
Kepala Desa dan Sekertaris Desa kedua perangkat desa ini diberikan tanah yang
dapat digunakan untuk ditanami sebesar 1 bahu (7500) untuk kepala desa dan 1/8
bahu untuk sekretaris desa. Tetapi tanah yang diberikan pemerintah ini memiliki
kendala dalam sektor kesuburan dan jarak. Tanah yang diberikan ini jika
ditanami padi selalu diserang hama tikus, sementara ditanami lain tidak tumbuh
subur. Tanah ini tidak produktif untuk dijadikan sebagai penghasilan tambahan.
2.2.2
Sistem Rekruitmen Kepala Desa Dukuh Tengah
Jabatan
Kepala Desa sebagai pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berlangsung 6
tahun. Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)
oleh penduduk desa setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 sebagai berikut:
·
Bertakwa kepada Tuhan
YME
·
Setia kepada Pacasila
sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah
·
Berpendidikan paling
rendah SLTP atau sederajat
·
Berusia paling rendah
25 tahun
·
Bersedia dicalonkan
menjadi Kepala Desa
·
Penduduk desa setempat
·
Tidak pernah dihukum
karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun
·
Tidak dicabut hak
pilihnya
·
Belum pernah menjabat
Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
·
Memenuhi syarat lain
yang diatur Perda Kab/Kota Tegal
Pemilihan
Kepala Desa di Dukuh Atas juga memiliki persyaratan administrasi yang sama.
Warga memiliki hak untuk menetukan siapa calon pemilihannya melalui pemilihan
langsung, warga dapat mencalonkan dirinya sebagai kepala desa apabila memenuhi
kualifikasi atau dengan mencalonkan seseorang yang dianggap mampu dalam
mememimpin roda kepemerintahan desa.
Pada
saat pemilihan kepala desa tahun 2007, kepala desa sebelumnya mendaftarkan
dirinya kembali sebagai calon independen. Kepala desa lama berpendidikan SLTA
dan sudah menjabat selama 6 tahun dari tahun 2001-2007. Lain dari calon incumben
ini, calon kepala desa selain itu datang dari pilihan masyarakat dukuh
Tengah. Adalah Bapak Saan, seorang ustad yang ramah dan santun, pekerjaannya
menjadi ketua Madrasah Diniyah dan mengajar disana, pekerjaan lainnya yakni
beternak dan menjual kambing.
2.2.2
Biografi
Kepala Desa
Pak
Saan merupakan kepala desa duku tengah, beliau sudah menjadi Kepala Desa selama
5 tahun. Namun, siapa sangka beliau adalah orang pendatang di desa ini. Sebelum
menetap di desa Duku Tengah, Pak Saan adalah penduduk dari desa Karang Mulya.
Menempuh pendidikan sekolah dasar didesanya, akhirnya beliau melanjutkan
pendidikannya di sekolah ‘Modis’. Sekolah ini sebenarnya adalah sekolah
kejuruan seperti SMK, akan tetapi disini lebih dikenal dengan sekolah Modis.
Sekolah yang mengajarkan tentang keahlian ini rupanya membuat pak Saan tidak
terlalu menyukainya. Sebelum lulus dari sekolah yang notabene setara dengan SMP
ini, beliau memutuskan untuk pindah ke pondokan ( pesantren ) untuk melanjutkan
pendidikannya. Rupanya disinilah beliau mulai terasah ilmunya. Memang di desa
Duku Tengah ini Agama sangat teguh dipegang oleh masyarakatnya, begitupun
dengan Pak Saan.
Pengenalan
akan agama membuat dirirnya semakin berkembang. Dengan memperdalam ilmu
agamanya di pondokan ini, akhirnya Pak Saan diangkat menjadi ketua sebuah
madrasah. Namun sebelum menjadi ketua madrasah disana, beliau secara aktif
memimpin pengajian – pengajian rutin di daerahnya, pada akhirnya mulailah beliau
dikenal sebagai ustad disana. Selain menjadi ustad beliau juga mencari nilai
ekonominya dengan cara menjual hewan ternak maupun hewan qurban berupa sapi
ataupun kambing. Disinilah Pak Saan mulai aktif masuk dan kenal dengan
masyarakat Duku Tengah. Sebagai penjual
hewan ternak ini, pak saan menyetok hewan – hewan jualannya dari desa duku
tengah ini sendiri, hingga lambat laun beliau berkenalan dengan salah seorang
putri desa ini. Tak lama kemudian akhirnya pak saan menikah dengan penduduk
desa tetangganya. Sesuai dengan tradisi kampung disini. Pak Saan pindah dan
menetap di Duku Tengah. Disnilah beliau mulai dikenal baik oleh orang – orang
desa Duku Tengah ini. Dengan agama yang kuat dan teguh didalam dirinya, pak
saan dengan mudahnya diterima dengan baik disini.
Dalam
proses sosialnya pak saan mulai dianggap ada oleh mayarakat desa ini sebagai
pribadi yang ramah, dan salah satu ustad yang sering mengisi ceramah keagamaan.
Kepribadian yang ramah serta diiringi sikap rendah diri yang ditunjukannya, membuat
pak saan menjadi figur yang sangat disukai bahkan disenangi oleh warga desa
Duku tengah ini. Berdasarkan penuturan para warga pak saan menunjukan
pribadinya yang ramah dengan sering mengunjungi tetangganya, dan tidak bosan
unutk berinteraksi kepada siapapun yang membutuhkannya, apalagi jika membahas
soal tentang agama, dengan tidak sungkan beliau membagikan ilmu yang
dimilikinya kepada masyarkat, selain itu beliau juga sering mengunjungi
tetangganya yang sedang sakit. Pak saan juga sangat rendah hati, beliau terlihat
sebagai orang yang tidak terlalu suka dengan pujian, berdasarkan wawancara yang
dilakukan dengan pak saan sendiri, beliau menganggap dirinya sebagai manusia yang
rendah dan dirinya memiliki prinsip bahwasannya semua ini adalah kepunyaan Allah
dan manusia hanya dititipkan dengan semua kekuasaan, hingga kekayaan yang
dimilikinya.
Pak
Saan tinggal dirumah yang sangat sederhana, dan sangat kontradiktif dengan
jabatannya sebagai kepala desa yang telah hampir 6 tahun menjabat. Dengan
dinding yang terbuat dari kayu – kayu yang sudah tua dan hanya beralaskan semen
tanpa ubin yang melapisi rumahnya, terlihat sangat sedrhana memang. Luas rumah
yang di tempatinya hanya berkisar antara 5 x 3 meter. Dan dibelakangnya
dibangun kandang kambing, hal tersbut dilakukan beliau sebagai hobby serta
menjadi tambahan penghasilan. Tidak ada rasa malu dengan apa yang dimilikinya,
serta kendaraan yang berupa sepeda motor inventaris dari jabatannya. Memang
terlihat tidak logis, bahwa kepala desa hanya memiliki kesederhaan hidup yang
dimilikinya. Ini membuktikan bahwasannya apa yang dikatakan para warga setempat
tentang kepala desanya adalah sebuah kebenaran. Terlebih lagi saat kami
mengunjungi pak saan 3 kali berturut – turut untuk melakukan wawancara, beliau
kebetulan sedang ada acara diluar. Kami pun tidak dapat menemui beliau. Namun,
pak saan sekali lagi menunjukkan pribadinya sebagai orang yang ramah dan rendah
hati, beliau mengunjungi para mahasiswa, ketika tetangganya mengabarkan bahwa
para mahasiswa bolak–balik mencarinya.
Kekaguman
akan pak saan ditunjukan warga saat ada pemilihan kepala desa baru, saat itu,
pak saan tidak mangajukan diri namun malah sebaliknya diajukannya oleh warga
sebagai kepala desa. Sebenarnya pak saan saat itu menginginkan untuk menjadi kepala
desa, beliau lebih menyukai untuk mengajar dan berdakwah saja. Bujukan warga
untuk membuat pak saan maju sebagai kandidat kepala desa, tidak datang sekali
aja. Warga yang mengagumi figur pak saan membujuknya sampai tiga kali, dan
akhirnya dengan bujukan intensif dari warga, 5 hari sebelum pendaftaran kepala
desa ditutup, akhirnya pak saan bersedia menjadi kandidat sebagai kepala desa.
Beliau bukanlah orang yang mempunyai materi berlebih untuk menjadi kepala desa.
Hanya kepercayaan dari penduduklah yang membuat pak saan akhirnya maju sebagai
kepala desa. Saat dia sudah menjadi kandidat kepala desa dukungan dari
masyarakat terhadap beliau menjadi semakin besar. Terkadang sebagai bentuk
dukungan dan apresiasinya terhadap pencalonan pak saan, warga yang mendukung
pak saan membawakan sejumlah sembako maupun membantu keperluan untuk kampanye
pak saan. Bukan hanya kaum orang tua saja yang mendukung, pemuda pun dengan
sukarela ikut membantu pak saan.
Dengan
dukungan yang penuh dari warga sekitar, pak saan memenangkan pemilihan kepala
desa, dengan perbedaan suara mencapai 80 suara. Saat itu, lawan politik pak
saan adalah pak selamet, yang notabene Incumbent kepala desa. Setelah
memenangkan pemilu kepala desa, pak saan tidak langsung menjadi tinggi hati,
bahkan kebaikan pak saan sesuai dengan penuturan warga saat melakukan wawancara
menjadi bertambah. Sebagai kepala desa, beliau sangat membuka diri dengan
warganya. Ketika ada warganya yang sakit, beliau bahkan menyempatkan diri untuk
menemani hingga menginap untuk menunggui warganya yang sedang sakit itu di
rumah sakit. Beliau juga sering mengunjungi warga – warganya secara door to
door, pendekatan yang dilakukan pak saan menambah kekaguman para warga hingga
pengurus atau perangkat desa lainnya yang menjadi bawahannya. Beliau pun tetap
tidak meninggalkan kegiatan lamanya dari mengajar hingga berdakwah di pengajian
– pengajian yang menjadi rutinitas warga setempat. Saat pagi hari beliau
menjalankan fungsinya sebagai kepala desa, dan pada siang hari beliau melakukan
tugasnya sebagai ketua madrasah, dan juga melakukan kegiatan mengajarnya di
madrasah yang didirikan PNPM ini. Ketika sore hari menjelang, beliau kadang
berceramah di pengajian – pengajian warga jika ada jadwal. Namun, jika ada
rapat ataupun kegiatan yang harus dijalankan unutk menjaga amanatnya sebagai
kepala desa, beliau tidak mengajar para santri-santrinya di madrasah maupun
berceramah di kegiatan pengajian-pengajian setempat.
Selain
itu, beliau juga sangat dihormati oleh para bawahannya di dalam sistem pemerintahan
desa. Dari sekertaris desa hingga sturktur terbawah sekalipun menganggapnya
sebagai seorang yang patut ditiru. Dari apa yang dituturkan para bawahannya
seperti pak drajat. Beliau mengatakan pak saan sebagai kepala desa, tidak
pernah mengedepankan egoistis dalam pengambilan keputusan. Bahakan, para warga
sering pula diajak untuk ikut mengeluarkan pendapat yang semua ini ditujukan
untuk kemajuan bersama.
BAB 3
Keanekaragaman Perkebunan di Desa Dukuh Tengah
3.1 Komoditas Pertanian
Masyarakat Dukuh Tengah
3.1.1
Komoditas
Komoditas
adalah Sesuatu benda nyata yang relatif mudah diperdagangkan, dapat diserahkan
secara fisik, dapat disimpan untuk suatu jangka waktu tertentu dan dapat
dipertukarkan dengan produk lainnya dengan jenis yang sama, yang biasanya dapat
dibeli atau dijual oleh investor melalui bursa berjangka. Dalam ilmu
linguistik, kata "komoditi" ini mulai dikenal dan dipergunakan di
Inggris pada abad ke 15 yang berasal dari bahasa Perancis yaitu "commodité"
yang berarti "sesuatu yang menyenangkan" dalam kualitas dan layanan.
Dalam akar bahasa Latin disebut commoditas yang merujuk pada berbagai cara
untuk pengukuran yang tepat dari sesuatu ; keadaan waktu ataupun kondisi yang
pas, kualitas yang baik; kemampuan untuk menghasilkan sesuatu atau properti;
dan nilai tambah atau keuntungan.
Karakteristik
dari komoditi yaitu harga adalah ditentukan oleh penawaran dan permintaan pasar
bukannya ditentukan oleh penyalur ataupun penjual dan harga tersebut adalah
berdasarkan perhitungan harga masing-masing pelaku Komoditi contohnya adalah
(namun tidak terbatas pada) : mineral dan produk pertanian seperti bijih besi,
minyak, ethanol, gula, kopi, aluminium, beras, gandum, emas, berlian atau
perak, tetapi juga ada yang disebut produk "commoditized" (tidak lagi
dibedakan berdasarkan merek) seperti komputer. Dalam komoditas pertanian
masyarakat Desa Dukuh Tengah ini sistem pertaniannya masih homogen.
Sistem ekonomi pada masyarakat petani
kebanyakan berusaha di sektor pertanian baik bercocok tanam,peternakan,perikanan.
Namun, mayoritas masyarakatnya menanam berbagai macam sayur-sayuran seperti
jagung, kol, sawi,wortel, cabai lobak dan buncis. Kemudian, tanaman umbi-umbian
yang ditanamnya seperti singkong, dan ubi. Lalu tanaman buah-buahan yang ditanam
sendiri ini seperti pisang dan jeruk. Dalam tanaman palawijanya berupa Cengkeh dan
kopi. komoditas masyarakat pertanian Desa Dukuh Tengah ini pola pikirnya bersifat
rasional. Dimana para petani menyukai inovasi dan maksimalisasi alat produksi.
Jika
dikaitkan dengan Keterlekatan, menurut Granovetter merupakan tindakan ekonomi
yang disituasikan secara sosial personal yang sedang berlangsung diantara para
aktor[8].
Ini tidak hanya terbatas pada tindakan individual sendiri tetapi juga mencakup
perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti penetapan harga dan
institusi-institusi ekonomi, yang semuanya terpendam dalam suatu jaringan
hubungan sosial[9].
Granovetter menemukan dalam literatur sosiologi dan ekonomi yakni mengenai oversocialized, yaitu tindakan ekonomi
yang kultural dituntun oleh aturan berupa nilai dan norma yang
terinternalisasi, dan undersocialized
yaitu tindakan ekonomi yang rasional dan berorientasi pada pencapaian
keuntungan individual dalam menentukan apa yang sebenarnya menuntun orang dalam
perilaku ekonomi[10]. Undersocialized, oleh karena itu,
melihat kepentingan individu di atas segala-galanya dikarenakan undersocialized ini tidak melihat ada
ruang bagi pengaruh budaya, agama, dan struktur sosial terhadap tindakan
ekonomi[11].
Oleh karena itu, setiap tindakan ekonomi merupakan refleksi dari suatu
pencapaian perolehan keuntungan pribadi.
Teori
keterlekatan menurut Granovetter melihat bahwa dikhotomi oversocialized
undersocialized bukanlah suatu penggambaran yang tepat terhadap realitas
tindakan ekonomi[12]. Orang
yang berorientasi pada keuntungan pribadi dalam kenyataannya juga
mengantisipasi tindakan orang lain. Misalnya petani Desa Dukuh Tengah sangat
mempertimbangkan tanaman yang ia tanam agar memperoleh keuntungan, maka petani
tersebut menanam tanaman yang dapat menguntungkan untuk dia. Dikarenakan hasil
panennya tersebut dijual kepemborong agar pemborong yang akan membeli hasil
panennya harganya dapat mahal atau murah tergantung dari kualitas hasil
panennya.
Oleh
sebab itu, Petani di Desa Dukuh Tengah tersebut dalam menggunakan sistem
pengairannya berupa tadang hujan. Hal ini dikarenakan sungainya kering jikalau
musim kemarau. Oleh karena itu, petani di desa Dukuh Tengah hanya menanam padi
pada musim penghujan. Sementara pada musim kemarau, petani menggarap ladang
berupa tanaman seperti sayur-sayuran, umbi-umbian dan buah-buahan sebagai
sumber mata pencaharian mereka. Selain itu, petani di Desa Dukuh Tengah
tersebut ada yang menjadi petani sadap getah pinus yang dijadikan mata
pencaharian mereka.
3.1.4 Tanaman Musiman yang di tanam
Dalam pertanian
masyarakat Desa Dukuh Tengah ini terbagi menjadi dua musim yakni musim hujan
dan musim kemarau. Tanaman yang ditanam petani di Desa Dukuh Tengah pada saat
musim hujan ini para petani hanya menanam padi karena sistem
irigasi yang terbantu dengan adanya sistem tadah hujan. Sementara pada musim
kemarau, petani menggarap ladang berupa tanaman seperti
sayur-sayuran,umbi-umbian dan buah-buahan. Tanaman sayuran ini seperti Jagung,
Kol, Cabai, sawi dan wortel. tanaman umbi-umbiannya yaitu singkong dan ubi.
Kemudian, tanaman buah-buahannya yakni jeruk dan pisang.
Jenis bibit yang dipilih masyarakat
petani Desa Dukuh Tengah ini kebanyakan berjenis bibit B dan C. Maka jika ingin
membeli beras super itu tidak ada yang menjual di Desa Dukuh Tengah ini. Penentuan kualitas
hasil panen bisa bagus atau tidak ini tergantung dari musimnya. Seperti padi
jika ditanam pada saat kemarau sekarang ini kualitasnya akan kurang bagus. Dikarenakan
padi ditanamnya hanya pada bulan pertama dan kedua saja ketika musim penghujan.
Sehingga pada saat sekarang cocoknya menanam jagung,sawi dan kol jika ingin
berhasil tumbuh bagus. Berikut petikan wawancara dengan Pak Carik
mengungkapkan bahwa:
“ya pokoke pada saat kemarau ini cocoke biasne petani di Desa Dukuh
Tengah itu pada nanamnya jagung,sawi dan kol. Kalau padi biasane ditanam pas
musim hujan saja, pada bulan pertama dan kedua. Selain itu, bibite yang dipilih
petani itu kebanyakan berjenis bibit B dan C”[13].
3.1.5 Produk Pokok Panen yang menunjang
Produk pokok yang
menunjang yang ditanam oleh para petani ini yakni jagung dan kol. Karena masa
panen kol hanya 3 Bulan 10 hari dan jagung masa panennya 4 Bulan 10 Hari. Walaupun, harga kol hanya Rp. 2.000-3.000/kg. Lalu jagung harganya berkisaran Rp. 2.000-2.500/kg. Proses penanaman jagung
pertama-tama tanah dicangkul terlebih dahulu agar gembur. Lalu barulah biji
jagung ditanam jika tanahnya sudah dicangkul. Kemudian diberi pupuk. Setelah 1
bulan jagung itu diberi garam.berikut penjelasan dengan Ibu Rohani menjelaskan
sebagai berikut:
“Hasil dari panen kadang
menguntungkan kadang enggak karena tergantung dari kualitas jangungnya. pohon
jagungnya rubuh kena angin saja suka dibelinya murah sama pengepulnya. pokoke
kebanyakan petani pada nanamnya jagung sama kol. kalau jagungnya mau bagus,
kalau ditanamne udah 1 bulan itu dikasihkan garam. Harga jagung itu Rp. 2.000-2.500/kg, kalau kol
Rp. 2.000-3.000/kg”[14].
Gambar 4
Pohon Jagung[15]
Pohon jagung yang tergambar diatas,
dalam permodalan untuk jagung sendiri tidak memerlukan modal banyak karena
cukup bermodalkan bibit dan pupuk. Selain itu, dikarenakan dalam proses masa
panennya terbilang cepat dan modalnya tidak mahal seperti cabai. Cabai ini
terbilang memerlukan modal yang banyak karena mahal dan proses panennya lama. Berikut petikan wawancara dengan Pak Rojikin
mengungkapkan bahwa:
“pokoke kalau menanam
jagung itu tidak memerlukan modal banyak dan mahal. Tidak kaya bengis atau cabe
rawit, cabai lombok atau cabe besar itu perlu modal banyak. Kaya dulu aja
diberitaken cabe harganya RP.100.000/kg itu sayangnya petanina tidak ada yang
nanam cabe. Jadi, giliran petani banyak nanam cabe tapi harganya malah
murah,sudah tidak mahal lagi”[16].
Kemudian, dalam kualitas hasil dari panen sendiri bisa
bagus atau tidak ini ditentukan tergantung dari musimnya. Maka produk
pokok yang menunjang pada saat kemarau sekarang ini cocoknya menanam jagung, sawi dan kol jika
ingin berhasil tumbuh bagus, dikarenakan pendapatannya juga lumayan. Seperti
pendapatan Pak Rojikin ketika panen Kol ini berkisaran antara 2 karung atau
sampai 3 karung. Sedangkan pendapatan Ibu Rohani dari hasil menanam jagung itu
sebesar RP.1.000.000 jika hasil jagung yang ditanam itu bagus, tidak ada yang
rubuh. Karena Ibu Rohani ini menjual jagungnya langsung ke pengepul.
3.1.6 Perbandingan Harga
Dari tabel
diatas terlihat bahwa ada perbedaan harga dari tiap sayuran. Harga yang paling
mahal adalah padi harganya berkisaran Rp.7.000/kg.
Namun, padi ini ditanam oleh para petani hanya pada saat musim hujan.
Dikarenakan tanaman padi ini sistem irigasinya terbantu
dengan adanya sistem tadah hujan. Namun yang sering ditanam oleh para petani
Desa Dukuh Tengah ini lebih cenderung menanam jagung dan kol. Walaupun jagung harganya berkisaran Rp. 2.000-2.500/kg dan harga
kol hanya berkisaran Rp. 2.000-3.000/kg.Tanaman kol
tersebut dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini:
Tabel 5
Daftar Harga[17]
No
|
Nama
|
Harga
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Kol
Wortel
Jagung
Sawi
Cabai
Padi
Singkong
|
Rp. 2.000-3.000/kg
Rp. 300-1.000/kg
Rp. 2.000-2.500/kg
Rp. 500-1.000/kg
Rp. 6.000/kg
Rp.7.000/kg
Rp. 1.000/kg
|
Gambar diatas merupakan gambar
perkebunan kol milik salah satu warga Desa Dukuh Tengah yang bernama Pak
Sakrib. Namun Pak Sakrib ini tidak hanya memiliki perkebunan kol saja, perkebunan
cabai dan jagung pun ia miliki. Hasil dari perkebunan tersebut ia jual untuk
memperoleh keuntungan pribadi dari penjualan kepemborong karena masa panennya
sekitar 3 bulan sekali. Kemudian dalam pemupukannya sendiri, ia menggunakan
pupuk kimia. Harga kol per kilo gramnya yang dijual mahal itu seharga
RP.2.000,00-RP. 3.000,00. Harga yang murahnya berkisaran RP.500,00. Hasil panen
tersebut biasanya dikirim ke Cirebon,Tegal dan Jakarta. Berikut petikan wawancara dengan Pak Sakrib
menjelaskan bahwa:
“saya
nanamnya kol saja. ya pokoke hasil dari penjualan kol itu saya gunakan untuk
makan sehari-hari. Jikalau ada lebihnya baru saya tabung. Masa panennya 3 bulan
sekali jadi bisa ngejual dan dapat uangnya juga 3 bulan sekali. paling mahal
harga kol perkilonya itu RP.2.000,00-RP. 3.000,00. Harga yang murahnya
RP.500,00”[18].
Gambar 5
Pohon Kol[19]
Kemudian, seperti Pak Tarno menanam
wortel. Wortel tersebut bisa mahal ataupun murah itu ditentukan tergantung
kualitas wortelnya sendiri. karena faktor cuaca pun mempengaruhi pertumbuhan
wortel tersebut. dikarenakan sistem pengairannya dari irigasi yang airnya
berasal dari satu sumber mata air dan dialirkan ke dua desa yakni Desa Dukuh
Tengah dan Desa Kedaung. Jadi ketika musim kemarau tiba, maka hasil produksinya
menjadi tidak maksimal. Kemudian, seperti Pak Tarno memiliki tanah seluas ½
bahu ini ditanami jagung. Harga jagung perkilogramnya berkisaran RP. 2.500,00-RP.17.500,00.
Pak Tarno memanfaatkan hasil dari panen tanaman yang ia tanam untuk dijual ke
pemborong seperti Pak Sakrib. Berikut petikan
wawancara dengan Pak Tarno mengungkapkan bahwa:
“saya
menanam wortel tapi harganya bisa mahal atau tidak ditentuken kualitas
wortelnya. Pertumbuhan wortel itu dipengaruhi oleh cuaca. Jadi kalau musim
kemarau biasanya hasilnya tidak maksimal. saya memiliki tanah seluas ½ bahu ini
ditanami jagung. Kalau udah panen pokoke saya jual kepemborong saja. Uangnya
saya gunakan untuk makan sehari-hari. Jikalau ada lebihnya palingan saya tabung”[20].
3.1.7 Masa Panen Tanaman
Dari tabel diatas,
terlihat bahwa tiap tanaman memiliki masa panen yang berbeda-beda. Yang paling
cepat masa panennya adalah sawi karena masa panennya hanya 50 hari-2 bulan.
Namun pada saat sekarang ini para petani kebanyakan tidak hanya menanam sawi.
Akan tetapi, mereka juga banyak menanam kol dan jagung. Hasil panen tanaman
sawi dari kebun tersebut dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini:
Tabel 6
Masa Panen[21]
No
|
Nama
|
Masa panen
|
1
2
3
4
5
6
7
|
Kol
Wortel
Jagung
Sawi
Cabai
Padi
Singkong
|
3 Bulan 10 hari
4 Bulan
4 Bulan 10 Hari
50 Hari-2 Bulan
6- 7 Bulan
4-5 Bulan
6 Bulan
|
Gambar 6
Hasil Panen Sawi[22]
Gambar diatas merupakan
gambar sawi yang ditanam oleh Para petani Desa Dukuh Tengah. Dikarenakan sawi sangat menguntungkan selain untuk dijual,
mereka gunakan sebagai makan sehari-hari. Dibanding dengan cabai membutuhkan
modal yang mahal.selain itu juga, masa panen cabai terbilang lama yakni 6-7
bulan. kemudian kalau tanaman padi mananamnya harus ketika musim hujan karena jika
padi ingin tumbuh subur maka padinya harus tergenang air, sehingga membutuhkan banyak air. Maka dari itu, di
desa dukuh tengah pada saat sekarang akan dijumpai tanaman kol,sawi dan jagung
disetiap perkebunan milik para petani. jikalau
ada lahan kosong mereka manfaatkan sebaik mungkin untuk ditanami sayuran daripada
lahan kosong itu dibiarkan tidak ada yang inisiatif mencoba memanfaatkannya. Walaupun
posisinya bukan asli warga Desa Dukuh Tengah, dia hanya sebagai warga pendatang
yang mengontrak dirumah salah satu warga asli Desa Dukuh Tengah, asalkan ketika
panen, hasilnya dibagi dua ke pemilik tanah tersebut.penjelasan tersebut
didapat dari penuturan Pak Rojikin. Berikut petikan
wawancara dengan Pak Rojikin menuturkan sebagai berikut:
“pokoke petani lebih cenderung menanam Sawi,kol
dan jagung ini dikarenakan sangat menguntungkan selain untuk dijual, mereka
gunakan sebagai makan sehari-hari keluarganya saja. dibanding dengan cabai
membutuhkan modal yang mahal dan masa panen cabai juga terbilang lama yakni 6-7
bulan. Jikalau ada lahan kosong, biasane sama warga pendatang bukan asli warga
Desa Dukuh Tengah yang mengontrak rumah itu ditanami sayuran aja kaya semacam
singkong asalken, ketika panen, hasilnya dibagi dua dengan pemilik rumah dan tanahnya”[23].
3.2 Pola dan Alat
produksi petani Dukuh Tengah
3.2.1 Pola Pertanian Desa Dukuh Tengah
Di Dalam pola
pertanian di Desa Dukuh tengah ini, ada suatu stratifikasi kelas tani,
yaitu pertama, kelas pemilik alat produksi/tanah, dimana para pemilik tanah atau pemilik modal ini
mempercayakan tanah yang di milikinya untuk di garap atau di manfaatkan oleh
petani yang tidak memiliki tanah. kedua, penggarap, dimana para penggarap ini biasanya
memanfaatkan lahan yang sudah ada untuk menanam produk pertanian, seperti
wortel, kol, jagung, dll. lahan pertanian ini biasanya punya para pemilik alat
produksi, tetapi tidak jarang juga para penggarap ini mempunyai lahan sendiri.
Biasanya hasil produk dari lahannya mereka pakai untuk memenuhi kehidupan makan
sehari-hari, sedangkan hasil dari menggarap lahan orang lain mereka gunakan untuk
menambah-nambah uang belanja rumah tangga. Contohnya adalah pak Suro, ia
adalah seorang petani yang bekerja di lahan milik pemilik tanah, pagi ia
bekerja dilahan milik orang lain, tetapi ketika menjelang sore ia pulang dan
bekerja kembali di tanah miliknya sendiri, setiap harinnya ia mendapatkan upah
15 ribu. dan
ketiga, buruh tani yang tidak memiliki alat
produksi, dimana
buruh tani ini tidak memiliki lahan sendiri untuk memproduksi produk pertanian.
Mereka hanya mengandalkan tenaga untuk bertahan hidup. Biasanya para buruh tani
ini mengelola dan merawat lahan yang sudah ada untuk di manfaatkan. Contohnya adalah pak Supadi, ia adalah buruh tani diladang
jagung. Berikut adalah petikan wawancara dengan beliau.
“saya
sudah lama kerja jadi buruh tani, soalnya saya ga punya lahan mas buat nanem
jagung sendiri, biasanya kalo panen ya bagi dua hasilnya sama yang punya tanah.
Biasanya saya dapet 2/3nya lah mas. Kenapa saya dapet banyak, soalnya saya juga
yang beli pupuknya. Yang punya tanah cuma nyediain tanahnya ada kok. Jadi
biasanya yang puya tanah dapet 1/3nya lah”
3.2.2 Proses Produksi
Dalam proses produksi pertanian di Desa Dukuh Tengah cenderung masih tradisional, dapat dilihat dari cara meraka melakukan penggemburan
tanah yang hanya memakai cangkul, padahal di desa-desa modern seharusnya sudah
menggunakan traktor atau alat mesin lainya dalam kegiatan menggemburkan tanah.
Lain halnya yang terlihat di Desa Dukuh Tengah ini, mayoritas petaninya masih
menggunakan cangkul sebagai alat bertani, karena di dalam Desanya sendiri pun,
alat-alat pertanian seperti traktor sangat jarang ditemui karena sulitnya akses
dan tidak adanya bantuan dari pemerintah local dalam hal alat produksi
tersebut.
Gambar 7
Alat Pertanian
yang Masih Sederhana[24]
Bukan hanya masalah alat-alat pertanian, tetapi juga masalah bibit dan pupuk.
Di desa Dukuh Tengah ini, petani kurang jeli dan kurang maksimal dalah
pemilihan bibit. Mereka tidak mau terlalu memikirkan kualitas produk, karena
bagi mereka cukup buat makan saja sudah cukup. Lahan yang mereka gunakan juga
hanya sekedar pemanfaatan lahan agar tanah tidak rusak. Walaupun kadang-kadang
kelurahan memberikan bantuan pupuk untuk para petani, tetapi sepertinya program
tersebut kurang dapat memaksimalkan meanset para petani desa dalam hal
kualitas produk.
Namun
dalam proses penggilingan di Desa Dukuh Tengah sudah modern. Mereka sudah menggunakan alat-alat penggilingan yang
bermesin. Seperti penggiling untuk padi, jagung maupun kelapa. Memang jumlah
tempat penggilingan tersebut hanya sedikit, tetapi setidaknya dengan adanya
penggilingan yang sudah modern dapat membantu petani dalam produksian akhir
produk.
Gambar 8
3.2.3 Proses Distribusi
Dalam desa Dukuh Tengah ini, proses pendistribusian produk dilakukan melalui
pengepul. Biasanya para pengepul ini sudah mengintai atau melakukan kontrak
dengan petani untuk menjual hasil pertaniaannya kepadanya. Biasanya bila hasil
panen buruk petani yang mencari pengepul sendiri untuk mendistribusian hasil
produksinya. Para pengepul sering tidak mau mendistribusikan hasil pertanian
yang gagal. Ini salah satu dilemma petani dalam hal pendistribusian. Bila hasil
panen bagus, banyak pengepul yang menawarkan jasanya, tetapi bila panen gagal,
mereka kebinggungan mencari pengepul mana yang akan mendistribusikan hasil
pertaniannya. Lalu penegepul mendistribusikan hasil pertanian kepada
distributor-distributor, dari distributor lalu kea gen atau warung-warung dan
akhirnya sampai ke konsumen. Lebih jelasnya dapat di lihat skema berikut:
Skema 2
Sistem Distribusi Hasil Pertanian di Desa
Duku Tengah
|
3.3 Dinamika pertanian Masyarakat Duku Tengah
3.3.1
Faktor Pendorong dan
Penghambat Pertanian di Duku Tenggah
Faktor pendorong pertanian Dukuh Tengah tetap bertahan adalah
karena di
Desa Dukuh Tengah tidak ada lagi lapangan
pekerjaan yang memungkinkan masyarakat bisa hidup sejahtera. Selain itu, sosialisasi dari perangkat desa yang mengharuskan masyarakt agar menjaga tanah dengan
cara menanam tanamaan agar tidak terjadi longsor dan kerusakan tanah menbuat
penduduk desa memanfaatkan tanah dengan sebaik-baiknya.
Adapun faktor penghambat dari pertaniaan di Desa Dukuh Tengah adalah sumber
air yang sulit dijangkau. Hal tersebut, membuat petani lebih memilih produk pertanian yang tanamannya tidak membutuhkan banyak air, seperti kol dan jagung.
Secara geografis Desa Dukuh Tengah adalah dearah kehutanan dan berbukit,
sehingga wajar jika sawah jarang sekali ditemukan dikarenakan aliran air yang sulit. [26] Walaupun Dukuh Tengah terdapat hutan yang lebat, penduduk tetap tidak bisa membuka
hutan, karena ada
aturan yang melarang pembukaan hutan. Sekalipun bisa paling mereka menggunakan pola tumpang tindih, artinya tanpa menebang pohon dan hanya dengan menanan tanaman yang bisa di tanam di sekitar
pohon. Hama perusak seperti babi dan kera hutan membuat pertanian penduduk sering sekali
terganggu dan bahkan gagal panen.
3.3.2 Dinamika Pertanian
Rata-rata petani di Desa Dukuh Tengah bekerja sebagai petani dan buruh tani. Uniknya mereka bisa menjadi
petani sekaligus buruh tani di tempat lain demi mendapatkan uang lebih sebagai
usaha menunjang kebutuhan pokonya. Rata-rata pendidikan petani dukuh tengah adalah Sekolah Dasar dan untuk anak-anaka pada tahun
ini (2012) meningkat, sudah mencapai Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah
Menengah Atas. Meski di dukuh tengah belum ada bangaunan SMP dan SMA. Jadi jika
ingin melanjutkan sekolah mereka harus keluar desa. Bisanya para petani menjual
produknya di di penadah, jarang ada petani di desa dukuh tengah yang berinisiatif untuk menjual langsung kepasar.
BAB 4
Etos Kerja Petani Dukuh
Tengah
4.1 Moral Ekonomi
Prilaku ekonomi yang khas dari keluarga petani yang berorientasi pada
subsisten merupakan akibat dari kenyataan bahwa, berbeda dari suatu perusahaan
kapitalis, ia sekaligus merupakan satu unit konsumsi dan produksi. Agar bisa
bertahan sebagai satu unit, maka pertama-tama keluarga itu harus memenuhi
kebutuhannya sebagai konsumen subsisten yang boleh dikatakan tak dapat dikurangi lagi dan tergantung pada besar kecilnya keluarga itu.[27]
Sebagian dari hasil
panen mereka jual dan sebagainnya lagi dimakan untuk dijadikan lauk-pauk dirumah. Seperti yang dijelaskan diatas
bahwasanya ciri dari pertanian subsisten adalah di mana unit produksi dan unit
konsumsi dijadikan satu, artinya apa yang mereka ingin
tanam-jual adalah apa yang mereka ingin makan. Contohnya saja, rata-rata
tanaman yang Petani Desa Dukuh Tengah tanam adalah jagung, maka makanan pokok
mereka adalah nasi jagung, meski ada juga beberapa yang memakan nasi, biasanya
mereka beli dari hasil petukaran dengan produk yang mereka tanam atau mereka
memiliki sawah/ padi.
Bergabungnya unit
konsumsi dan unit produksi ini kemudian membentuk pola pertanian
dan system pertanian, tidak jarang dalam bertani biasanya digarap dengan satu
keluarga sebagai bentuk kerja sama guna memenuhi kebutuhan konsumsi kelurga
sendiri. Contohnya saja Bapak Supardi, kami melihat ia sedang mengupas jagung
menjadi biji-biji jagung ditemani dengan 2 anak, satu saudara dan istrinya.
Kami melihat sudah satu karung biji jagung yang mereka peroleh dari kegiatan
mengupas jagung tersebut. Pak Supardi adalah seorang petani garapan yang siap
mengorbankan tenaganya agar anak dan istrinya bisa makan.[28]
Ada perbedaan antara
petani, petani garapan dan buruh tani, Petani adalah orang yang memiliki tanah,
dengan bertani ia sudah bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Petani garapan adalah
orang yang tidak punya alat produksi berupa tanah tetapi dengan menyewa tanah
ia bisa bekerja disana dan memilik hak otoritas terhadap hasil panennya. Sedangkan Buruh tani adalah
orang yang tidak punya lahan garapan sehingga harus mengarap lahan orang lain,
ia hanya diupahkan uang/tanamana yang dikelolah tetapi tidak punya hak otoritas
terhadap tanah dan hasil panennya. Uniknya ada juga petani yang juga buruh
tani, maksudnya ia bertani di ladangnya pada sore hari sedangkan paginya ia
bekerja di ladang orang lain, pola ekonomi ini menujukan bahwa kebutuhan
akan kerja produktif sangatlah besar guna menunjang perekonomian petani.
Contohnya saja Fenomena
Pak Supardi dalam bahasa Chayanov hampir sama dengan istilah “Hunger rents”.[29] Bedanya Pak Supardi
mengarap lahan dan mendapatkan hasil 2/3 % dan Pemilik lahan mendapatkan hasil
1/3 %. Meski terlihat adil secara kuantitatif sesungguhnya jika dikaji dari
prosesnya maka ini terbilang berani dan sangat kecil kemungkinan untungnya,
karena pemilik lahan hannya duduk dirumah dan bermodal tanah mendapatkan hasil
1/3 % sedangkan si penggarap lahan, dia yang menanam, menjaga, memupuk, mengelolah sampai memanen hannya
mendapatkan hasil 2/3 %, fenomena ekonomi ini senafas dengan “Hunger Rents”,
dimana karena ketidakpunyaan alat produksi dan tekanan keluarga yang besar
sedangakan tanah tidak punya maka resiko demikian harus ia ambil asalkan mampu
memberi makan kelurga.
Harga jangung berkisar
Rp. 2000-2.500. jika mereka kelolah menjadi biji-biji jagung maka harganya bisa
menjadi mahal. Fenomena ini menunjukan adanya rasa ingin keluar dari moral
ekonomi subsiten. Alat produksi berupa tanah, menjadi penghambat bagi mereka
untuk maju, sehingga menjadi petani garapan sudah cukup, yang penting ia bisa
memenuhi kebutuha keluarga, “yang penting bisa mencukupi makan sehari-hari”, ungkap pak
Supardi.
Contoh lain yang kami
temukan adalah Ibu Rohani, salah satu petani jagung
yang sedang mencangkul tanah untuk kemudian ditanamkan jagung. Hari ini ibu rohani mencangkul di ladang sendirian, biasanya ia ditemanai suaminya dan beberapa buruh tani lainnya yang
bekerja besamannya. Hari ini suaminya sedang menjual bambu di tegal sehingga
siang ini ibu Rohani harus bekerja sendiri meratakan tanah. Kenapa si bapak
lebih mementingkan menjual bambu, kerana hasilnya lebih cepat dan terlihat, hal
ini yang menyebabkan suaminya pada hari ini absen bercocok tanam jagung.[30]
Ibu rohani tidak pernah mengikuti pelatihan atau membaca buku-buku tentang
pertaniaan, selain akses yang minim terhadap informasi, ia merasa sibuk sekali
sehingga tidak sempat melakukan hal tersebut. Teknik bertani jagung ia dapatkan
dari pengalamaannya sendiri. Selaian belajar dari orang tuanya yang memang
sebagai seorang petani jagung juga.
Kenapa si Bapak lebih memilih
menjual bambu ketimbang meladang, hal ini menujukan bahwa hasil dari bertani
saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok petani jagung, apa lagi
jika mereka ingin melakukan mobilitas vertikal. Jika kita bagi, moral ekonomi
petani dapat dibagi menjadi dua : Pertama adalah moral subsisten, dimana petani
lebih menyukai bentuk-bentuk aman dari pertanian, jarang sekali mengambil
resiko besar untuk maju, ini terlihat dari cara menanam dan mengelola
pertaniaan. Tanaman
pertanian yang di tanam cenderung
menanam tanaman yang bisa diprediksi. Tipe kedua adalah petani Rasional, petani
ini adalah petani yang visioner, berfikir maju dan melakukkan maksimalisasi
terhadap nilai, alat dan produk pertaniaan. Ia bisa mengambil resiko guna
keluar dari zona amannya.
Dalam kajian moral
ekonomi subsisten pola pertanian, pemilihan bibit, penentuan waktu menjadi indikator apakah moral ekonomi
petani termasuk subsisten atau rasional. Beberapa
kami temukan bahwa adanya pemikiran bahwa petani di Desa Dukung Tengah
cenderung yang penting bekerja dan yang penting tanah di manfaatkan, sehingga
dalam pemilihan bibit cenderung yang berkualitas rendah, pemilihan waktu yang
tidak tepat dan penggunaan pupuk yang sekedarnya. Pak Rojikin adalah penduduk
desa Dukuh Tengah, ia lebih senang bekerja sebagai peternak kambing, karena
baginya manjadi petani tidak akan cukup memenuhi
kebutuhan hidup. Terkadang ia juga bekerja di perhutanan sebagai buruh
tebang, dan ada juga temannya yang bekerja sebagai buruh penyadap getah pinus
di perhutanan. Bekerja sebagai buruh tebang dan penyadap getah ternyata lebih
siknifikan ketimbang bertani, gaji rata-rata bisa mencapai Rp. 1.000.000/bulan.
Menurut pendapat pak Rojikin hasil panen para petani
secara empiris
tidak dapat menunjang
kebutuhan hidup, sekalipun mau melakukan mobilitas, ia harus hidup penuh dengan
kesederhanaan. Sehingga jika ingin melaukan mobilitas sosial, ia harus bekerja
di tempat lain, artinya tidak hanya bertani salah satunya adalah bekerja di
hutan.[31]
Contoh
lain dari petani yang terbilang sukses adalah Pak Agus, pak agus adalah petani
yang terbilang sukses, ia menggunakan strategi menjual bibit pinus. Menurutnya
ketimbang bertani dan menjual sayur-mayur, ia lebih senang menjual bibit pinus
dan menanam tanamana batangan, meski terbilang lama tapi hasilnya sangat
memuaskan. Ini menunjukan bahwa pak Agus sebagai penduduk Desa Dukuh tengah
termasuk petani rasional, dalam
kajian moral ekonomi subsisten petani yang tidak takut terhadap perubahan
menunjukan bahwa ia termasuk petani rasional yang memaksimalisasikan tanah.
Contoh maksimalisasi hasil tanah, kami melihat di depan rumah pa agus terdapat
halaman yang terbilang tidak terlalu luas, tetapi lahan tersebut di manafaatkan
untuk menanam bibit pinus dan bibit tanaman batang lainnya seperti cengkeh dan
kayu-kayuan.
Bukan hanya masalah alat-alat pertanian, tetapi juga
masalah bibit dan pupuk. Di desa Dukuh Tengah ini, petani kurang jeli dan
kurang maksimal dalah pemilihan bibit. Mereka tidak mau terlalu memikirkan
kualitas produk, karena bagi mereka cukup buat makan saja sudah cukup. Lahan
yang mereka gunakan juga hanya sekedar pemanfaatan lahan agar tanah tidak
rusak. Walaupun kadang-kadang kelurahan memberikan bantuan pupuk untuk para
petani, tetapi sepertinya program tersebut kurang dapat memaksimalkan meanset
para petani desa dalam hal kualitas produk.
Namun dalam proses penggilingan di Desa Dukuh Tengah sudah modern.
Mereka sudah menggunakan alat-alat penggilingan yang bermesin. Seperti
penggiling untuk padi, jagung maupun kelapa. Memang jumlah tempat penggilingan
tersebut hanya sedikit, tetapi setidaknya dengan adanya penggilingan yang sudah
modern dapat membantu petani dalam produksian akhir produk.
Dalam desa Dukuh Tengah ini, proses pendistribusian produk dilakukan
melalui pengepul. Biasanya para pengepul ini sudah mengintai atau melakukan
kontak dengan petani untuk menjual hasil pertaniannya kepadanya. Biasanya bila
hasil panen buruk petani yang mencari pengepul sendiri untuk mendistribusian
hasil produksinya. Para pengepul sering tidak mau mendistribusikan hasil
pertanian yang gagal. Ini salah satu dilema petani dalam hal pendistribusian.
Bila hasil panen bagus, banyak pengepul yang menawarkan jasanya, tetapi bila
panen gagal, mereka kebingungan mencari pengepul mana yang akan
mendistribusikan hasil pertaniannya. Lalu penegepul mendistribusikan hasil
pertanian kepada distributor-distributor, dari distributor lalu keagen atau
warung-warung dan akhirnya sampai ke konsumen.
BAB
5
Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan
Desa
Dukuh Tengah merupakan sebuah desa berada di wilayah kaki Gunung Slamet. Desa
Dukuh Tengah adalah salah satu desa dari 18 desa yang berada di Kecamatan
Bojong, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Desa Dukuh Tengah memiliki jumlah
penduduk sekitar 2708 jiwa. Sebagian besar penduduk pedesaan adalah bermata
pencaharian sebagai petani, berkebun, dan pekerjaan yang berkaitan dengan
lahan. Lahan di sekitar pedesaan merupakan salah satu alat untuk landasan
perekonomian, faktor produksi, dan sumber kemakmuran yang dimiliki oleh
masyarakatnya. Hal itulah yang tidak lepas dari desa Dukuh Tengah itu sendiri,
penduduk desa ini hampir keseluruhannya masih menggantungkan hidupnya dari
berkebun. Lahan itu sendiri secara turun-menurun di wariskan ke generasi
berikutnya dan tentu saja tidak merubah fungsi asli dari lahan tersebut yaitu
untuk bertani ataupun berkebun. Namun pertanian dan perkebunan tersebut
kebanyakan digarap oleh para buruh tani.
Pola pemukiman
masyarakat desa Dukuh Tengah ialah terpola. Maksudnya adalah dalam satu komplek
biasanya satu keluarga yang tinggal di sana. Hal tersebut karena masyarakat di
sini menganut sistem kekerabatan dan rasa solidaritas yang kuat dan juga karena
mayoritas adalah masyarakat asli turun-temurun. Penduduk desa Dukuh Tengah
sendiri tergolong agamis dan memiliki nilai-nilai religius yang cukup kental.
Hal tersebut dapat dilihat dari bangunan masjid dan musholla yang berjumlah
sekitar 15. Selain itu, setiap hari Jum’at diadakan kegiatan pengajian dan
Shalawatan secara rutin oleh ibu-ibu PKK desa ini. Di desa Dukuh Tengah juga
terdapat sebuah padepokan yaitu Padepokan Wulan Tumanggal. Dimana padepokan
tersebut memiliki sebuah kepercayaan terhadap agama budaya (kejawen).
Adat pernikahan
di Desa Dukuh Tengah terbilang cukup unik, karena di sini adat pernikahannya
adalah hari pernikahan dan lamaran dijadikan satu, dalam satu hari acara pernikahan
dan lamaran dilakukan dalam satu hari. Setelah menikah, pihak laki-laki akan
tinggal dengan keluarga wanita. Hal tersebut dikarenakan laki-laki dapat
digunakan untuk membantu pekerjaan keluarga wanita, selain itu untuk
pengakraban dengan keluarga wanita.
Masyarakat di
desa ini memiliki kesenian dan kebudayaan yaitu Kuda Lumping, Kuntul (Marawis),
dan Samroh (semacam Rebana yang dimainkan oleh kelompok wanita). Biasanya
kesenian tersebut diadakan saat perayaan 17 Agustus. Akan tetapi, kesenian
tersebut tidak ditampilkan saat hari pernikahan, berbeda misalnya dengan
pernikahan orang Betawi dan kebudayaan Ondel-Ondelnya. Saat pernikahan, warga
di sini menggunakan musik Campursari untuk merayakannya.
Tradisi lainnya
di desa Dukuh Tengah ketika merayakan kelahiran anak biasanya masyarakat di
sini melakukan ritual potong puser. Tradisi tersebut dilakukan dengan suatu
simbol berdasarkan jenis kelamin si anak. Untuk anak laki-laki saat di potong
pusernya disimbolkan dengan 2 kg beras merah, sedangkan untuk anak perempuan
disimbolkan dengan 1 kg beras merah dan 1 buah kelapa.
Dalam hal
kesehatan, masyarakat di Dukuh Tengah memiliki pengobatan secara tradisional. Ramuan
herbal, kepercayaan doa-doa dari ulama menjadi tradisi masyarakat Dukuh Tengah.
Penduduk di sini termasuk masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan atau
agamis. Selain itu, kepercayaan kesehatan spiritual lainnya adalah melahirkan
dengan jasa dukun beranak.
Struktur
Kepemerintahan Desa Dukuh Tengah kini berubah, Kades beserta perangkatnya
dahulu dibantu oleh Kepala Dusun sebagai satuan membantu jalannya pemerintahan
desa. Namun sekarang Kepala Dusun dibantu oleh RW dan RT, hal ini terjadi
karena Desa Dukuh Tengah mengambil sistem kepemerintahan Minimal dengan maksud
meminimalkan perangkat desa. Desa ini masuk kedalam tipe desa swadaya atau desa
terbelakang Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia
atau tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan
potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang berada di wilayah yang
terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan tradisional serta tidak
memiliki sarana dan prasaranan penunjang yang mencukupi. Ini jelas yang
kehidupan dalam konteks sosial masyarakat desa dukuh tengah masuk kedalamnya
perangkat desa yang belum maju.
Kepala desa (Kades)
duku tengah adalah Pak Saan, beliau sudah menjadi Kepala Desa selama 5 tahun. Dengan
dukungan yang penuh dari warga sekitar, pak saan memenangkan pemilihan kepala
desa, dengan perbedaan suara mencapai 80 suara. Saat itu, lawan politik pak
saan adalah pak selamet, yang notabene Incumbent kepala desa. Sebagai kepala
desa, beliau sangat membuka diri dengan warganya. Beliau juga sering
mengunjungi warga – warganya secara door to door, pendekatan yang dilakukan pak
saan menambah kekaguman para warga hingga pengurus atau perangkat desa lainnya
yang menjadi bawahannya.
Dalam Komoditas pertanian
masyarakat Desa Dukuh Tengah ini sistem pertaniannya masih homogen. Sistem
ekonomi pada masyarakat petani kebanyakan berusaha di sektor pertanian baik
bercocok tanam, peternakan, perikanan. Namun, mayoritas masyarakatnya menanam
berbagai macam sayur-sayuran seperti jagung, kol, sawi,wortel, cabai lobak dan
buncis. Kemudian, tanaman umbi-umbian yang ditanamnya seperti singkong, dan
ubi. Lalu tanaman buah-buahan yang ditanam sendiri ini seperti pisang dan
jeruk. Dalam tanaman palawijanya berupa Cengkeh dan kopi. komoditas masyarakat
pertanian Desa Dukuh Tengah ini pola pikirnya bersifat rasional. Dimana para
petani menyukai inovasi dan maksimalisasi alat produksi.
Dalam pertanian masyarakat Desa Dukuh Tengah ini
terbagi menjadi dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Tanaman yang
ditanam petani di Desa Dukuh Tengah pada saat musim hujan ini para
petani hanya menanam padi karena sistem irigasi yang terbantu dengan adanya
sistem tadah hujan. Sementara pada musim kemarau, petani menggarap ladang
berupa tanaman seperti sayur-sayuran,umbi-umbian dan buah-buahan. Tanaman
sayuran ini seperti Jagung, Kol, Cabai, sawi dan wortel. tanaman umbi-umbiannya
yaitu singkong dan ubi. Kemudian, tanaman buah-buahannya yakni jeruk dan pisang.
Jenis bibit yang
dipilih masyarakat petani Desa Dukuh Tengah ini kebanyakan berjenis bibit B dan
C. Maka jika ingin membeli beras super itu tidak ada yang menjual di Desa Dukuh
Tengah ini. Penentuan
kualitas hasil panen bisa bagus atau tidak ini tergantung dari musimnya. Produk pokok yang
menunjang yang ditanam oleh para petani ini yakni jagung dan kol.
Di Dalam pola pertanian di Desa Dukuh tengah ini, ada
suatu stratifikasi kelas tani, yaitu pertama, kelas pemilik alat produksi/tanah, dimana para pemilik tanah atau pemilik modal
ini mempercayakan tanah yang di milikinya untuk di garap atau di manfaatkan
oleh petani yang tidak memiliki tanah. kedua, penggarap,
dimana para penggarap ini biasanya memanfaatkan lahan yang sudah ada untuk
menanam produk pertanian, seperti wortel, kol, jagung, dll. lahan pertanian ini
biasanya punya para pemilik alat produksi, tetapi tidak jarang juga para
penggarap ini mempunyai lahan sendiri. Biasanya hasil produk dari lahannya
mereka pakai untuk memenuhi kehidupan makan sehari-hari, sedangkan hasil dari
menggarap lahan orang lain mereka gunakan untuk menambah-nambah uang belanja rumah
tangga.
Dalam proses produksi pertanian di Desa Dukuh Tengah cenderung
masih tradisional, dapat dilihat dari cara meraka melakukan penggemburan tanah
yang hanya memakai cangkul, padahal di desa-desa modern seharusnya sudah
menggunakan traktor atau alat mesin lainya dalam kegiatan menggemburkan tanah.
Lain halnya yang terlihat di Desa Dukuh Tengah ini, mayoritas petaninya masih
menggunakan cangkul sebagai alat bertani, karena di dalam Desanya sendiri pun,
alat-alat pertanian seperti traktor sangat jarang ditemui karena sulitnya akses
dan tidak adanya bantuan dari pemerintah lokal dalam hal alat produksi
tersebut.
Faktor
pendorong pertanian Dukuh
Tengah
tetap bertahan adalah karena
di Desa
Dukuh Tengah tidak ada lagi lapangan pekerjaan yang memungkinkan masyarakat
bisa hidup sejahtera. Selain itu, sosialisasi dari perangkat desa yang mengharuskan
masyarakat
agar menjaga tanah dengan cara menanam tanaman agar tidak terjadi longsor dan
kerusakan tanah menbuat penduduk desa memanfaatkan tanah dengan sebaik-baiknya.
Adapun faktor penghambat dari pertaniaan di Desa Dukuh Tengah adalah sumber
air yang sulit dijangkau. Hal tersebut, membuat petani lebih memilih produk pertanian yang tanamannya tidak membutuhkan banyak air, seperti kol dan jagung.
Secara geografis Desa Dukuh Tengah adalah dearah kehutanan dan berbukit,
sehingga wajar jika sawah jarang sekali ditemukan dikarenakan aliran air yang sulit. [32] Walaupun Dukuh Tengah terdapat hutan yang lebat, penduduk tetap tidak bisa membuka
hutan, karena ada
aturan yang melarang pembukaan hutan. Sekalipun bisa paling mereka menggunakan pola tumpang tindih, artinya tanpa menebang pohon dan hanya dengan menanan tanaman yang bisa di tanam di sekitar
pohon. Hama perusak seperti babi dan kera hutan membuat pertanian penduduk sering sekali
terganggu dan bahkan gagal panen.
Rata-rata petani di desa dukuh tengah bekerja sebagai petani dan buruh
tani. Uniknya mereka bisa menjadi petani sekaligus buruh tani di tempat lain
demi mendapatkan uang lebih sebagai usaha menunjang kebutuhan pokonya.
Rata-rata pendidikan petani dukuh tengah adalah Sekolah Dasar dan
untuk anak-anaka pada tahun ini (2012) meningkat, sudah mencapai Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Meski di dukuh tengah belum ada
bangaunan SMP dan SMA. Jadi jika ingin melanjutkan sekolah mereka harus keluar
desa. Bisanya para petani menjual produknya di penadah, jarang ada petani di
desa dukuh tengah yang berinisiatif untuk menjual langsung
kepasar.
Prilaku ekonomi yang khas dari keluarga petani yang berorientasi pada subsisten merupakan
akibat dari kenyataan bahwa, berbeda dari suatu perusahaan kapitalis, ia
sekaligus merupakan satu unit konsumsi dan produksi dijadikan satu, artinya apa yang mereka ingin
tanam-jual adalah apa yang mereka ingin makan. Contohnya saja, rata-rata
tanaman yang Petani Desa Dukuh Tengah tanam adalah jagung, maka makanan pokok
mereka adalah nasi jagung, meski ada juga beberapa yang memakan nasi, biasanya
mereka beli dari hasil petukaran dengan produk yang mereka tanam atau mereka memiliki
sawah/ padi. Bergabungnya unit konsumsi
dan unit produksi ini kemudian membentuk pola pertanian
dan system pertanian, tidak jarang dalam bertani biasanya digarap dengan satu
keluarga sebagai bentuk kerja sama guna memenuhi kebutuhan konsumsi kelurga sendiri.
Ada perbedaan antara
petani, petani garapan dan buruh tani, Petani adalah orang yang memiliki tanah,
dengan bertani ia sudah bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Petani garapan adalah
orang yang tidak punya alat produksi berupa tanah tetapi dengan menyewa tanah
ia bisa bekerja disana dan memilik hak otoritas terhadap hasil panennya. Sedangkan Buruh tani adalah orang yang tidak punya
lahan garapan sehingga harus menggarap lahan orang lain, ia
hanya diupahkan uang/tanaman yang dikelola tetapi tidak
punya hak otoritas terhadap tanah dan hasil panennya. Uniknya ada juga petani
yang juga buruh tani, maksudnya ia bertani di ladangnya pada sore hari
sedangkan paginya ia bekerja di ladang orang lain. Pola ekonomi ini menunjukan bahwa kebutuhan akan
kerja produktif sangatlah besar guna menunjang perekonomian petani.
moral ekonomi petani dapat dibagi
menjadi dua : Pertama adalah moral subsisten, dimana petani lebih menyukai
bentuk-bentuk aman dari pertanian, jarang sekali mengambil resiko besar untuk
maju, ini terlihat dari cara menanam dan mengelola pertaniaan. Tanaman pertanian yang di tanam cenderung menanam tanaman yang bisa
diprediksi. Tipe kedua adalah petani Rasional, petani ini adalah petani yang
visioner, berfikir maju dan melakukkan maksimalisasi terhadap nilai, alat dan
produk pertaniaan. Ia bisa mengambil resiko guna keluar dari zona amannya.
Dalam kajian moral ekonomi subsisten pola pertanian,
pemilihan bibit, penentuan waktu menjadi indikator apakah moral ekonomi petani termasuk subsiten
atau rasional. Beberapa telah ditemukan bahwa adanya pemikiran bahwa petani di Desa
Dukung Tengah cenderung yang penting bekerja dan yang penting tanah di
manfaatkan. Sehingga, dalam pemilihan bibit cenderung yang berkualitas rendah, pemilihan waktu yang tidak tepat dan penggunaan pupuk
yang sekedarnya. Pak Rojikin adalah penduduk desa Dukuh Tengah, ia lebih senang
bekerja sebagai peternak kambing, karena baginya manjadi petani tidak akan cukup memenuhi kebutuhan hidup. Terkadang ia juga bekerja di
perhutanan sebagai buruh tebang, dan ada juga temannya yang bekerja sebagai
buruh penyadap getah pinus di perhutanan. Bekerja sebagai buruh tebang dan penyadap
getah ternyata lebih signifikan ketimbang bertani,
gaji rata-rata bisa mencapai Rp. 1.000.000/bulan.
Bukan hanya masalah alat-alat
pertanian, tetapi juga masalah bibit dan pupuk. Di desa Dukuh Tengah ini,
petani kurang jeli dan kurang maksimal dalah pemilihan bibit. Mereka tidak mau
terlalu memikirkan kualitas produk, karena bagi mereka cukup buat makan saja sudah
cukup. Lahan yang mereka gunakan juga hanya sekedar pemanfaatan lahan agar
tanah tidak rusak. Walaupun kadang-kadang kelurahan memberikan bantuan pupuk
untuk para petani, tetapi sepertinya program tersebut kurang dapat
memaksimalkan meanset para petani desa dalam hal kualitas produk.
Namun dalam proses penggilingan di Desa Dukuh Tengah sudah modern.
Mereka sudah menggunakan alat-alat penggilingan yang bermesin. Seperti
penggiling untuk padi, jagung maupun kelapa. Memang jumlah tempat penggilingan
tersebut hanya sedikit, tetapi setidaknya dengan adanya penggilingan yang sudah
modern dapat membantu petani dalam produksian akhir produk.
Dalam desa Dukuh Tengah ini, proses pendistribusian produk dilakukan
melalui pengepul. Biasanya para pengepul ini sudah mengintai atau melakukan
kontak dengan petani untuk menjual hasil pertaniaannya kepadanya. Biasanya bila
hasil panen buruk petani yang mencari pengepul sendiri untuk mendistribusian
hasil produksinya. Para pengepul sering tidak mau mendistribusikan hasil pertanian
yang gagal. Ini salah satu dilema petani dalam hal pendistribusian. Bila hasil
panen bagus, banyak pengepul yang menawarkan jasanya. Tetapi bila panen gagal, mereka kebingungan
mencari pengepul mana yang akan mendistribusikan hasil pertaniannya. Lalu
penegepul mendistribusikan hasil pertanian kepada distributor-distributor, dari
distributor lalu keagen atau warung-warung dan akhirnya sampai ke konsumen.
5.2 Saran
·
Saran
terkait permasalahan yang muncul, analisis
: faktor baik dan buruk (motivasi) Struktal, geoggrafi, kebujakan
pemerintah. Strategi dan solusi yg
sosiologis
[1] http://www.dephut.go.id/files/StatDishutJateng_07_0.pdf
[2]Wicaksono Pranatra
Baroto, skripsi,strategi bertahan petani padi di Desa Sumber Jaya studi petani desa sumber jaya kec. tambun selatan,
kab. bekasi.2011
[5] data dari kepala desa
pada tahun 2011
[6] Data dari Kepala Desa
tahun 2011
[7] Data dari Kepala Desa
tahun 2011
[8]Prof.Dr.Damsar, Pengantar Sosiologi ekonomi, kencana
prenada media group, 2009, Jakarta, hal. 139
[9] ibid.,
[10] ibid.,
[11] ibid., hal. 140
[12] ibid., hlm141
[13] Hasil wawancara dengan
Pak Carik tanggal 24 juni 2012
[14] Hasil wawancara dengan
Ibu Rohani tanggal 24 juni 2012
[15] Dokumentasi pribadi pada
tanggal 22 juni 2012
[16] Hasil wawancara dengan
Pak Rojikin tanggal 24 juni 2012
[17] Catatan pribadi penulis
tanggal 24 juni 2012
[18] Hasil wawancara dengan
Pak Sakrib tanggal 22 juni 2012
[19] Dokumentasi pribadi pada
tanggal 22 juni 2012
[20] Hasil wawancara dengan
Pak Tarno tanggal 22 juni 2012
[21] Catatan pribadi penulis
tanggal 24 juni 2012
[22] Dokumentasi pribadi pada
tanggal 22 juni 2012
[23] Hasil wawancara dengan
Pak Rojikin tanggal 24 juni 2012
[26] Penduduk desa belum
mengunakan system terasering lanatara biaya dan tenaga yang di butuhkan cukup
besar ntuk membuat system tersebut, lagi pula tidak bisa di lakukan secara
individu tapi hasru komunal.
[29] Gejala
“Hunger rents” merupakan tingkah laku ekonomi pertanian di mana demi
mendapatakan dan memenuhi kebutuhan pokok seorang petani rela menyewa tanah
dengan harga yang sangat tinggi. Hal sebut dikarenakan ia kekurangan alat
produksi berupa tanah, sehingga ia berusaha untuk menambah riuk nasi dengan caar tersebut.
[30]
Waktu : 24 Juni 2012, Pukul 10.00 Wib Tempat : di Depan sawah bu Rohani/ Desa
Duku Tengah, Kec Bojong Tegal Jawa Tengah
[31]
Waktu : 24 Juni 2012, Pukul 11.30 Wib,
Tempat
: wawancara dengan pak Rojikin, di depan
Rumah pak Calik/ Desa Duku Tengah, Kec Bojong Tegal Jawa Tengah
[32] Penduduk desa belum
mengunakan system terasering lanatara biaya dan tenaga yang di butuhkan cukup
besar ntuk membuat system tersebut, lagi pula tidak bisa di lakukan secara
individu tapi hasru komunal.
0 komentar:
Posting Komentar